Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.
----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku
masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.
" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
BAB 28
( Pov Dipta )
Apa yang sedang kulakukan saat ini. Membuntuti orang yang sialnya terindikasi menyukai istriku. Gila sekali.
Sepertinya tuhan begitu baik padaku. Rasanya begitu tak dapat di utarakan. Bisa melihatnya disini. Walau pun aku tak yakin kalau dia pun mengenaliku. Tapi tak masalah setidaknya Aku bisa melihatnya untuk saat ini.
*******
Kami bertiga menaiki motor metic menuju ke tempat neng Nesya mengaji. Tempat yang ternyata merupakan madrasah yang di buat oleh abah yai untuk anak- anak di sekitar area pondok.
Gadis kecil yang sepertinya memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar. Dia sudah mulai berani bertanya banyak hal saat ada orang baru di sekitarnya. Gadis kecil yang pemberani.
Memang sepertinya tempat nongkrong paling enak itu berada di depan minimarket. Aku benar- benar pergi kemari walaupun sebenarnya bingung mau beli apa. Yah asal ambil barang yang sekiranya tak ada di sekitar pondok.
Kani duduk di depan minimarket sambil menunggu waktu neng Nesya selesai mengaji.
“Kang tadi tuh yang namanya mbak Aliya ya”. Tanyaku yang sebenarnya sangat tak nyaman untuk membahas tentangnya. Tapi kalau pun tak kutanyakan malahan perasaan ini yang tak karuan rasanya. “Yang jemput neng Nesya itu loh. Dia crushnya kang Ridwan ya”. Tambahku sedikit memancing.
“Ohh itu. Iya mas itu namanya mbak Aliya”. Jawabnya masih terlihat biasa.
“Crushnya kang Ridwan kan”. Tekanku.
“Halah apa to mas. Enggak ada kayak gitu”. Jawabnya yah sedikit tampak tak enak. Padahal semestinya kalau pun dia tak suka seharusnya tampangnya biasa saja bukan.
“Masak sih kang padahal orangnya cantik loh”. Godaku walau pun rasanya seperti ada belat yang menikam jantung.
“Yah kalau pun saya suka pun dia gak akan bisa jadi milik saya mas”. Jawab kang Ridwan sedikit lemas tapi diakhiri dengan kekehan hambar yang sarat akan makna.
‘Dek’.
“Maksudnya kang?”. Kataku tak paham pun juga takut di waktu yang bersamaan. Apa maksudnya ini?. Apakah dia sudah membeberkan statusnya. Tapi kemungkinan besar bukan karena santri yang lain pun tak tau hal itu.
“Dia ini tuh paket lengkap mas. Saya yakin kalau pun saya tak menyukai mbak Aliya tapi tak hanya satu dua orang yang juga suka dengan mbak Aliya”. Jelas kang Ridwan yang membuatku semakin bingung dibuatnya.
“Sudah lah mbak kepercayaannya umma. Udah pinter pakek banget. Pinter momong. Nasobnya bagus pakek banget. Santri yang gak cuman dekat dengan keluarga ndhalem tapi juga dengan keluarga gurunya abah. Yang pastinya gak usah diragukan lagi kan ya mas. Dan paling lagi nih ya calon Hafidzah mas. Pastinya sudah dipersiapkan jodoh buat mbaknya dari keluarga mbah yai di Pekalingan sana”. Tambah kang Ridwan begitu gamblang.
Asem bener lah kang Ridwan ini. Serasa tak hanya satu tangan tapi berpuluh- puluh tangan yang telah berhasil menamparku dengan begitu banyak sekali fakta. Yang semakin membuatku merasa tak pantas sebenarnya. Wanita sesempurna itu harus rela bersanding dengan manusia sepertiku.
Aku semakin yakin saat dia meminta untuk aku memberi waktu. Ya, waktu untuknya bisa menerima semua takdir gila ini. Orang yang di mataku sudah sekeren kang Ridwan saja yakin bahwa dia pun tak selevel dengannya. Apa lagi aku. Dan aku pun yakin bukan laki-laki seperti aku yang dia panjatkan setiap kali dalam doanya.
Benar kata mama bukan dia yang beruntung mendapatkanku tapi akulah sejatinya orang yang sangat beruntung memperoleh wanita sesempurna dirinya.
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶