Bian, seorang pria berusia 30-an yang pernah terpuruk karena PHK dan kesulitan hidup, bangkit dari keterpurukan dengan menjadi konten kreator kuliner. kerja kerasnya berbuah kesuksesan dan jadi terkenal. namun, bian kehilangan orang-orang yang di cintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D.harris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wedding & honeymoon moment
Beberapa minggu kemudian, Bian dan Rissa menikah di sebuah resort mewah di Uluwatu, Bali. Pemandangan laut biru dan langit senja menjadi saksi kebahagiaan mereka.
Acara berlangsung meriah, dihadiri oleh keluarga, teman dekat, dan kolega bisnis mereka. Fendi, yang datang dari Australia bersama Jessica dan Sunny, memberikan sambutan yang menyentuh.
“Bian adalah sahabat terbaik yang pernah saya punya. Melihat dia menemukan kebahagiaannya lagi bersama Rissa adalah sesuatu yang sangat berarti bagi saya,” kata Fendi di depan para tamu.
Sabda terlihat sangat bahagia, berlari-lari kecil di sekitar venue.
Rissa tersenyum penuh cinta dan memeluk Sabda. “Aku sekarang benar-benar punya keluarga kecil yang aku impikan.”
Bian dan Rissa saling bertukar janji pernikahan di bawah langit Uluwatu yang indah. “Aku berjanji akan selalu menjaga kamu, Rissa, seperti kamu menjaga hati aku,” kata Bian dengan suara penuh keyakinan.
Rissa menjawab, “Dan aku berjanji akan selalu mencintai kamu dan Sabda, dalam setiap keadaan.”
Acara ditutup dengan pesta yang meriah, diiringi musik dan tawa. Mereka tahu bahwa ini adalah awal dari kehidupan baru yang penuh cinta dan harapan.
......................
Bian dan rissa memilih negara swiss sebagai destinasi bulan madu mereka. Mereka akhirnya menikmati waktu bersama di Swiss, melupakan sejenak rutinitas dan masalah yang pernah mereka hadapi. Selama seminggu, mereka menjelajahi kota-kota cantik di swiss.
“Rissa, lihat deh” kata Bian sambil menunjuk Pegunungan Alpen yang megah. “Aku nggak pernah membayangkan bisa ada di tempat seperti ini, apalagi bersama kamu.”
Rissa tertawa kecil. “Aku juga nggak pernah membayangkan kamu bisa romantis seperti ini, mas"
Mereka berjalan berdua di tepi Danau Geneva, menikmati udara segar dan salju yang turun tipis. Malam harinya, mereka makan malam di restoran dengan pemandangan gunung yang spektakuler.
“Aku berasa kayak anak muda lagi ketika bersama kamu,” kata Bian sambil menggenggam tangan Rissa.
Rissa tersenyum, matanya berbinar. “Dan aku merasa jadi wanita paling beruntung, mas”
......................
Namun kebahagiaan itu terganggu ketika Bian menerima telepon dari kerabatnya di Bali. Suara panik di ujung telepon membuat hati Bian berdegup kencang.
“yan, kedai kopimu terbakar! Polisi bilang diduga ini pembakaran yang di sengaja,” kata suara di telepon.
Bian tertegun. “Apa? Siapa yang melakukan ini?”
“Kami belum tahu pasti, tapi polisi sedang menyelidikinya.”
Bian memegang kepalanya yang mendadak terasa berat. Rissa yang melihat wajah Bian langsung bertanya, “Ada apa, Bian?”
“Kedai kopi kita di Bali... dibakar,” jawab Bian pelan.
Rissa terkejut. “Apa? Siapa yang tega melakukan itu?”
Bian menghela napas panjang. Ia menduga ini adalah ulah Billy, mengingat dendam pria itu yang belum padam.
“Kita harus pulang sekarang,” kata Bian tegas.
Rissa mengangguk tanpa ragu. “Aku ikut denganmu. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama.”
......................
Bian dan Rissa mempercepat bulan madu mereka dan segera kembali ke Bali. Dalam perjalanan pulang, Bian tak henti memikirkan keadaan kedainya. Ia merasa marah, kecewa, sekaligus khawatir akan masa depan bisnisnya.
“Aku sudah berjuang keras membangun kedai itu, Ris. Aku nggak tahu harus mulai dari mana lagi kalau semuanya benar-benar hancur,” kata Bian dengan nada penuh emosi.
Rissa menggenggam tangan bian erat. “Kamu bukan sendiri, Bian. Aku ada di sini. Kita akan melewati ini bersama.”
Ketika mereka tiba di Bali, pemandangan puing-puing kedai yang hangus terbakar membuat hati Bian serasa hancur. Ia berdiri di depan sisa-sisa bangunan itu dengan tatapan kosong.
Sabda yang datang bersama kerabat juga terlihat bingung dan sedih. “Papa, apa kedai kita akan kembali lagi?” tanyanya dengan suara kecil.
Bian menunduk dan memeluk Sabda erat. “Papa janji, kita akan bangun lagi yang lebih baik ya.”
Namun, di balik keyakinannya, Bian tahu bahwa ia harus menghadapi Billy dan memastikan keadilan ditegakkan.