Gus Zidan, anak pemilik pesantren, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tuanya untuk menikah dengan Maya, wanita yang sudah dijodohkan sejak lama. Namun, hatinya mulai terpaut pada Zahra, seorang santriwati cantik dan pintar yang baru saja bergabung di pesantren. Meskipun Zidan merasa terikat oleh tradisi dan kewajiban, perasaan yang tumbuh untuk Zahra sulit dibendung. Di tengah situasi yang rumit, Zidan harus memilih antara mengikuti takdir yang sudah digariskan atau mengejar cinta yang datang dengan cara tak terduga.
Yuk ikuti cerita selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Kejutan-kejutan Zahra yang Manis
Pagi itu, langit di atas pesantren nampak cerah, menyambut hari yang penuh dengan kejutan. Zahra yang sedang duduk di depan jendela kamar, memandang ke luar dengan tatapan kosong, seolah merenung jauh. Perutnya yang semakin membesar memberi petunjuk jelas bahwa kehamilannya sudah memasuki bulan ketujuh. Setiap harinya, tubuhnya mengalami perubahan, namun ada satu perubahan yang paling dirasakan oleh Gus Zidan, keinginan Zahra yang semakin aneh dan tidak terduga.
Hari ini, Zidan baru saja pulang dari masjid setelah sholat subuh dan mencium udara segar pagi. Ia berjalan masuk ke dalam kamar dengan senyum lebar, namun senyumnya langsung memudar ketika melihat Zahra yang tengah duduk di atas tempat tidur, memegang perutnya yang semakin besar, dengan ekspresi wajah yang sangat serius.
"Sayang, kenapa?" tanya Zidan dengan hati-hati, merasa ada yang tidak beres.
Zahra menoleh dengan ekspresi manja, matanya berbinar. "Sayang, aku pengen banget makan nasi goreng… tapi yang ada saus sambalnya. Tapi, bukan sambal biasa, ya! Aku mau sambal terasi yang dicampur dengan gula merah!"
Zidan terdiam sejenak, mencoba mencerna permintaan Zahra yang baru saja terdengar di telinganya. Hatinya rasanya mencelos, menyadari bahwa hari ini, lagi-lagi, ia harus menghadapi salah satu keinginan Zahra yang cukup aneh. Di satu sisi, ia merasa lucu, namun di sisi lain, ia juga merasa kebingungan. Pasalnya, tak ada warung nasi goreng yang biasa menyediakan sambal terasi dengan gula merah.
"Sayang… sambal terasi dicampur gula merah?" tanya Zidan lagi, memastikan apa yang baru saja didengar.
Zahra mengangguk mantap, dengan wajah serius. "Iya, Mas! Pokoknya itu! Nasi goreng yang enak, jangan yang biasa. Aku juga mau telur ceploknya setengah matang, ya!"
Zidan mengelus dadanya. "Yaudah deh, Mas usahain. Tunggu sebentar, ya?"
Zahra mengangguk, lalu berbaring kembali dengan perutnya yang semakin membesar. Zidan menatapnya dengan senyum penuh pengertian, meskipun dalam hatinya mulai bertanya-tanya, "Kenapa ya, keinginan-keinginan Zahra semakin aneh saja?"
Setelah beberapa menit, Zidan pergi meninggalkan kamar, mencoba mencari solusi untuk keinginan aneh Zahra. Ia berjalan menuju ruang makan untuk meminta bantuan kepada ibunya, Ummu Halimah, yang kebetulan sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Ummi, Zahra pengen makan nasi goreng, tapi dengan sambal terasi campur gula merah. Ummi bisa bantuin buat nggak?" tanya Zidan, setengah bercanda namun tetap penuh harap.
Ummu Halimah yang sedang sibuk dengan dapur hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Zidan, anakmu yang satu itu emang unik banget ya. Tapi ya, kalau memang itu yang dia mau, kita harus berusaha buatkan. Kita kan nggak tahu, mungkin itu yang dia butuhkan buat si jabang bayi."
Zidan menghela napas. "Tapi, Ummi, sambal terasi dengan gula merah itu beneran aneh, lho! Nggak pernah ada yang kayak gitu di warung-warung."
Sambil tertawa pelan, Ummu Halimah berkata, "Yaudah, kalau gitu, kamu yang cari bahan-bahannya, ya? Kalau ada bahan-bahan yang sulit dicari, bilang aja, Ummi bantu cari di pasar."
Setelah mendapat izin dari ibunya, Zidan segera bergegas keluar menuju pasar kecil yang tidak jauh dari pesantren. Hatinya masih penuh pertanyaan tentang mengapa keinginan Zahra selalu begitu unik dan kadang bikin kepala pusing. Namun, ia tahu bahwa Zahra sedang mengandung dan mengidam adalah hal yang biasa terjadi pada ibu hamil. Ia pun berusaha sabar dan mengutamakan kebahagiaan Zahra.
Sementara itu, di kamar pesantren, Zahra yang mulai merasa cemas karena menunggu, memutuskan untuk berjalan ke ruang makan sembari menelfon suaminya. "Sayang, kok lama banget sih? Aku udah nggak sabar!" teriak Zahra, dengan nada yang agak manja.
Zidan yang sedang berjuang mencari bahan-bahan yang diperlukan di pasar, merasa sedikit kewalahan, namun tak ada yang bisa ia lakukan selain berusaha memenuhi keinginan Zahra. “Sabar, Sayang, ya. Aku masih di pasar, sebentar lagi pulang.”
Namun, saat Zidan pulang ke pesantren dengan membawa bahan-bahan yang diperlukan, ia mendapati sebuah kejutan lain yang lebih aneh. Zahra sudah menyuruh ibunya, Ummu Halimah, untuk menyiapkan sepiring kerupuk ikan yang dipadukan dengan es krim rasa kelapa muda. "Aku mau kerupuk ikan dengan es krim kelapa muda. Rasanya pasti enak banget, deh!"
Ummu Halimah yang mendengar permintaan Zahra hanya bisa terkekeh. "Zidan, anakmu ini kayaknya harus diajak ke dokter, nih. Keinginannya nggak ada habisnya," katanya sambil mengelus dada Zidan yang tampak kebingungan.
Zidan yang merasa kesal namun juga sangat mencintai Zahra, mencoba menyanggupi semua permintaan istrinya dengan senyum yang masih dipaksakan. "Yaudah deh, aku usahain semuanya, Sayang. Tapi jaga kesehatan, ya. Jangan sampai keinginan aneh ini malah bikin sakit."
Zahra tersenyum lebar, merasa puas dengan hasil keinginannya yang akhirnya bisa terpenuhi. “Akhirnya! Aku tahu Mas bisa kok!” Zahra pun memeluk Zidan dengan penuh rasa syukur.
Setelah makan dengan lahap, Zahra merasa puas. "Maa Syaa Allah, enak banget! Aku nggak bisa berhenti makan!" serunya sambil terus menyuap kerupuk dan es krim.
Zidan mengelus perut Zahra yang sudah semakin besar dengan penuh kasih sayang. “Yaudah, Sayang. Kamu makan aja, yang penting kamu sehat dan si kecil juga sehat,” jawabnya, meskipun dia masih merasa sedikit lelah.
Malam harinya, mereka berdua duduk bersama di teras rumah pesantren, menikmati angin malam yang sejuk. Zahra yang kini semakin manja, dengan perut besar yang semakin tampak, merasakan kedamaian di samping Zidan. “Sayang, makasih ya udah selalu sabar sama aku. Aku tahu aku kadang aneh-aneh banget, tapi kamu selalu ada buat aku. Aku cinta banget sama kamu.”
Zidan tersenyum hangat, menyentuh kepala Zahra dengan lembut. “Mas juga cinta banget sama kamu, Sayang. Semua yang aku lakukan itu demi kamu dan si kecil. Kita akan melalui ini bersama-sama.”
Dengan hangatnya pelukan Zidan, Zahra merasa tenang. Kehamilannya memang penuh dengan kejutan-kejutan aneh, tapi ia merasa beruntung memiliki suami yang begitu sabar dan penuh cinta. Kini, keinginan anehnya bukan lagi menjadi masalah, melainkan justru menjadi bagian dari perjalanan indah mereka menanti kelahiran buah hati pertama mereka.
To Be Continued...
kirain kemarin" tu Kyai Mahfud ortu Ning Maya 🤭
ingat Maya, Adab lebih tinggi dari ilmu. sebagai putri kyai pemilik pondok ilmumu tidak diragukan lagi. tapi adabmu ??