Ibrahim anak ketiga dari pasang Rendi dan Erisa memilih kabur dari rumah ketika keluarga besar memaksanya mengambil kuliah jurusan DOKTER yang bukan di bidangnya, karena sang kakek sudah sakit-sakitan Ibrahim di paksa untuk menjadi direktur serta dokter kompeten di rumah sakit milik sang kakek.
Karena hanya membawa uang tak begitu banyak, Ibrahim berusaha mencari cara agar uang yang ada di tangannya tak langsung habis melainkan bisa bertambah banyak. Hingga akhirnya Ibrahim memutuskan memilih satu kavling tanah yang subur untuk di tanami sayur dan buah-buahan, karena kebetulan di daerah tempat Ibrahim melarikan diri mayoritas berkebun.
Sampai akhirnya Ibrahim bertemu tambatan hatinya di sana dan menikah tanpa di dampingi keluarga besarnya, karena Ibrahim ingin sukses dengan kaki sendiri tanpa nama keluarga besarnya. Namun ternyata hidup Ibrahim terus dapat bual-bualan dari keluarga istrinya, syukurnya istrinya selalu pasang badan jika Ibrahim di hina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Berapa hari kemudian.....
Bu Ani sudah pulang dari rumah sakit, awalnya Arka dan Arham ingin menyewa rumah untuk tempat tinggal sementara. Tujuannya agar Bu Ani tidak mendengar perkataan para tetangga tentang kondisinya tapi Bu Ani menolak, Bu Ani ingin tetap tinggal di rumahnya sampai dirinya meninggal.
Bu Ani tidak mau pergi dari tempat tinggalnya, karena untuk mendapatkan itu semua Bu Ani harus berjuang keras. Bahkan sampai harus menghalalkan segara cara demi tujuannya tercapai, sekarang sudah tercapai tentu Bu Ani tidak mau meninggalkan rumah tersebut.
[Mbak, ibu sudah pulang ke rumah. Mbak gak pengen jenguk ibu?]
Arumi menghela napas panjang saat membaca pesan dari Arham, sejak kemarin Arham terus-menerus mengirim pesan padanya dan menanyakan kenapa Arumi tidak pernah terlihat menjenguk Bu Ani selama Bu Ani di rawat di rumah sakit.
[Nanti sore Mbak ke rumah, kalau Mas Ibrahim sudah pulang] balas Arumi, akhirnya mengalah.
[Baik aku tunggu, Mbak. Jangan lupa beli kan aku bakso dan es kacang merah]
Arumi menggeleng sembari tersenyum membaca balasan pesan dari Arham, ternyata adiknya itu tidak berubah sama sekali masih seperti dulu manja dan banyak maunya. Namun sikap Arham seperti ini hanya pada Arumi saja, dengan Arka justru Arham terlihat agak canggung.
"Kamu yakin mau ke rumah ibu?" tanya Ibrahim yang baru pulang dari kebun, istrinya langsung mengajaknya untuk menjenguk Bu Ani.
"Arumi sebenarnya males, Mas. Tapi Arham terus saja mengirim pesan dengan kalimat yang sama"
Arumi menunjukan pesan yang di kirim oleh Arham, Ibrahim tersenyum membaca pesan di antara istrinya dan adik iparnya itu. Sangat jelas terlihat di pesan itu Arham memaksa Arumi untuk menjenguk Bu Ani, Ibrahim pun pamit hendak mandi dulu sebelum pergi ke rumah Bu Ani.
Arumi mengangguk lalu melangkah ke kamar mereka hendak menyiapkan baju buat suaminya yang akan di pakai pergi ke rumah Bu Ani, cukup lama menunggu akhirnya Ibrahim selesai mandi dan segera memakai baju yang telah di siapkan oleh istrinya tadi.
"Mas mau makan dulu, apa mau langsung pergi?"
"Langsung aja deh, Arham nitip bakso kan. Sekalian kita makan bakso di sana saja, baru kita pergi ke rumah ibu. Jadi kalau ibu menolak kembali kehadiran kita, perut kita dalam keadaan kenyang tentu tak akan emosi" jelas Ibrahim
"Lah apa hubungannya?" tanya Arumi bingung dengan penjelasan suaminya
"Tidak ada" sahut Ibrahim terkekeh
"Ihh, mas ngerjain Arumi lagi"
Ibrahim mengajak istrinya untuk pergi sekarang sembari menarik tangan istrinya, namun Arumi bergeming karena masih kesal dengan suaminya yang terus saja mengerjainya. Bukan Ibrahim namanya, kalau tak bisa meluluhkan rasa kesal istrinya.
"Jangan ngambek donk sayang, nanti Mas beliin apa saja yang kamu mau" bujuk Ibrahim
Benar saja, mata Arumi langsung berbinar mendengar ucapan suaminya yang ingin membelikan apapun yang Arumi mau. Arumi langsung menatap suaminya dengan bahagia, Ibrahim tersenyum melihat perubahan wajah istrinya.
Arumi tahu suaminya pasti akan menepati janjinya karena selama menikah tidak pernah Ibrahim mengingkari janjinya pada istrinya, makanya Arumi sangat bahagia saat suaminya membujuknya akan membelikan apapun yang Arumi mau tentu Arumi tak menolak.
"Mau beli berapa bungkus, sayang?"
"Entar Arumi tanya Arham dulu"
Arumi dan Ibrahim telah sampai di kedai bakso, seperti rencana Ibrahim tadi mereka akan makan bakso terlebih dahulu sebelum ke rumah Bu Ani. Jadi selagi mereka makan bakso, Ibrahim ingin memesankan bakso yang di pesan oleh Arham.
"Kata Arham pesan empat bungku saja, Mas"
Arumi memperlihatkan pesan yang di kirim oleh Arham, Ibrahim mengangguk lalu memesan bakso sesuai permintaan Arham pada pegawai kedai dan tak lupa Ibrahim memesan es kacang merah yang kebetulan di kedai bakso juga tersedia.
"Kamu sudah siap, sayang?" tanya Ibrahim, kini mereka sudah berada di depan rumah Bu Ani
"Sudah, Mas tenang aja. Arumi kan udah biasa menghadapi perangi ibu, bukan kali ini aja tapi udah dari dulu"
"Baiklah, yuk masuk"
Karena pintu rumah Bu Ani tidak tertutup jadi Arumi dan Ibrahim tidak mengetuk pintu, melainkan mengucap salam. Arham dengan antusias menyambut kedatangan Arumi tak lupa menjawab salam, tapi setelah itu menanyakan bakso dan es kacang merah pesanannya.
"Kamu ini sudah lama tidak bertemu, bukannya tanya kabar malah tanya bakso" cibir Arumi, membuat Arham terkekeh.
"Aku sudah tahu kabar Mbak, karena tiap hari berkirim pesan"
"Sabar, sabar. Untung adik sendiri" ucap Arumi
Arumi mengelus dadanya sembari geleng-geleng dengan sikap Arham sering menyebalkan, namun Arham tak menghiraukan Arumi sama sekali. Arham malah sibuk mengambil bungkusan, yang dari tadi di pegang Ibrahim.
"Arham, siapa yang bertamu?"
Terlihat Laras muncul dari belakang dengan mendorong kursi roda yang di duduki Bu Ani, Arham menyahut kalau Arumi yang datang tak lupa Arham mempersilahkan Arumi dan Ibrahim untuk masuk.
"Mau apa kamu kesini?" bentak Bu Ani yang terlihat tidak suka dengan kehadiran Arumi
"Ibu tidak boleh begitu, Mbak Arumi datang kemari karena ingin melihat keadaan ibu" bukan Arumi yang menjawab tapi Arham
"Ibu tidak suka wanita itu kesini, lebih baik kamu pulang saja melihat wajahmu membuatku kesal"
"Kenapa dengan wajahku? Apa mengingatkan ibu pada seseorang yang telah ibu fitnah dengan keji?"
Arumi melipat kedua tangannya di depan dada sembari menatap Bu Ani dengan intens, Bu Ani terlihat kaku. Wajah Arumi memang sangat mirip dengan almarhumah Maira, makanya Bu Ani sangat membenci Arumi.
"Lebih baik kamu pulang saja, ibu butuh istirahat. Saya juga lagi malas berdebat denganmu" ucap Laras, membuat Arumi menyeringai.
"Saya kesini bukan karena ibu, tapi karena Arham yang meminta saya kesini bahkan Arham meminta belikan bakso dan es pada saya"
Arumi menunjuk ke arah kantong plastik yang di pegang oleh Arham, Arham tersenyum kikuk sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. Niat hatinya menyuruh Arumi datang ke rumah, hanya ingin ibunya dan Arumi berbaikan.
"Memang Arham yang meminta Mbak Arumi kesini, Bu"
Bu Ani membuang mukanya lalu meminta Laras untuk mendorong kursi roda pergi dari hadapan Arumi, Arham yang melihat ibunya pergi jadi tak enak pada Arumi. Jika saja Arham tidak meminta Arumi datang kesini, tentu perdebatan ini tak akan terjadi.
"Kamu tidak usah merasa bersalah, Arham. mau Mbak sebaik apapun pada ibu, ibu tetap tidak akan mau menerima Mbak sebagai anaknya" ucap Arumi
"Maksudnya Mbak?"
"Jika kamu ingin tahu, datang ke rumah. Mbak akan menceritakan semuanya padamu" ujar Arumi menepuk pundak Arham
happy ending juga....
cerita yg bagus