Kirana tak pernah menyangka, bujukan sang suami pulang ke kampung halaman orang tuanya ternyata adalah misi terselubung untuk bisa menikahi wanita lain.
Sepuluh tahun Kirana menjadi istri, menemani dan menjadi pelengkap kekurangan suaminya.
Kirana tersakiti tetapi tidak lemah. Kirana dikhianati tetapi tetap bertahan.
Namun semuanya berubah saat dia dipertemukan dengan seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus bosnya.
Aska Kendrick Rusady, pria yang diam-diam menyukai Kirana semenjak pertemuan pertama.
Dia pikir Kirana adalah wanita lajang, ternyata kenyataan buruknya adalah wanita itu adalah istri orang dengan dua anak.
Keadaan yang membuat mereka terus berdekatan membuat benih-benih itu timbul. Membakar jiwa mereka, melebur dalam sebuah hubungan terlarang yang begitu nikmat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Detektif dadakan
Sampai tengah malam Kirana masih setia berada di ruang televisi dengan pintu samping terbuka. Lampu utama dimatikan, tetapi masih ada cahaya temaram dari televisi dan suara yang membuat keadaan tak begitu sunyi.
Tiba-tiba ponselnya bergetar tanda pesan masuk, dia tidak melihat karena pikirannya menebak bahwa itu adalah Zidan atau Nina. Kakak beradik itu kompak memakinya melalui pesan.
Setelah bergetar beberapa kali, dia putuskan meraih ponselnya dan panggilan masuk dari pria yang memenuhi isi kepalanya.
My Bos, menjadi nama yang tersemat di sana.
Keningnya mengernyit heran, untuk apa tengah malam pria itu menghubunginya. Tak lama panggilan kembali masuk, tetapi dia memilih mematikan ponselnya.
Sementara di seberang sana, pria itu ternyata masih duduk di depan rumah. Matanya awas mengamati rumah di seberang yang pintu sampingnya masih terbuka. Tidak sepenuhnya terlihat karena terhalang pagar, tetapi masih terlihat karena pagar yang tak terlalu tinggi.
Saat mencoba menghubungi Kirana ternyata tidak diangkat dan ponselnya malah dimatikan.
Kendrick tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dari penuturan sang ART, rumah depan tadi kedatangan tamu keluarga. Dia sudah bisa menebak bahwa telah terjadi keributan di sana.
Ada perasaan khawatir yang terselip, takut terjadi apa-apa pada wanita itu. Namun dia juga tak bisa datang begitu saja, she's married.
Kenyataan itu membuatnya mendesah kasar dengan bibir yang menyunggingkan senyum sinis.
...✿✿✿...
Pagi harinya Kirana disibukkan dengan kedua anaknya yang menolak berangkat ke sekolah.
“Aku malu, Ma. Mereka ejek aku sama adek karena punya mama baru,” adu Rina lirih.
“Dia mamanya Radit,” sambungnya dengan isak tangis lirih.
“Radit temen sekolah kakak ya?”
Rina segera menggeleng. “Dia temen kelasnya adek,” jawabnya.
Kirana mengusap dadanya dan menyemangati diri.
“Adek sama kakak sekolah dulu, setelah kenaikan kelas nanti pindah. Kalau sekarang ribet nanti, lanjutin ini dulu ya Nak.”
“Tapi aku malu, Ma.”
“Enggak boleh malu. Kan, kakak sama adek nggak salah, kalau mereka ejek kalian adukan aja ke bu guru biar nanti dimarahi.”
Selembut mungkin dia memberikan pengertian, berharap keduanya mengerti. Untuk saat ini saja dia ingin menunggu waktu yang tepat karena Senin depan, mereka berdua harus ulangan kenaikan kelas.
“Mau, ya? Bantu mama kali ini aja,” lirihnya memohon.
Walaupun anggukan kepala yang diberikan, tetapi wajah keduanya begitu muram. Tak ada senyum sumringah yang biasa terlihat, mereka seperti kehilangan semangat.
Kirana segera memberikan pelukan kepada kedua anaknya. Menciumi wajah mereka dengan senyum miris yang begitu jelas tergambar.
Setelah mengantar anaknya ke sekolah, dia membelokkan kemudi masuk ke perumahan tempat tinggal sang mertua. Hari ini dia ingin mengamati apa saja yang dilakukan keluarga suaminya.
Beberapa waktu yang lalu dia menguras isi ATM dari omset bisnis mereka, tidak semuanya karena dia hanya mengambil yang memang sudah menjadi hak-nya. Sedikit terkejut karena isi dalam rekening tidak sesuai dengan total jumlah yang menjadi catatannya.
Omset dari usaha mereka bisa mencapai ratusan juta setiap bulan. Mustahil selama beberapa tahun hanya terkumpul sekian, sebab dia tidak pernah merasa pernah menggunakan uang tersebut.
Akhirnya dia datang ke bank dan meminta cetak rekening koran selama enam bulan terakhir. Tangannya mengepal dengan geram begitu mengamati setiap pengeluaran yang tanpa sepengetahuannya.
Diajeng Pranadipa.
Nina Arina Pranadipa.
Luna Sarawati.
Irish Alia.
Zidan Pranadipa.
Lima nama tersebut hampir setiap minggu mendapatkan transferan puluhan juta dengan nominal yang berbeda.
Irish Alia. Untuk apa dia kirim uang buat sahabatku?
Kecewa, sungguh. Dia tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapatkan info apa pun dari Zidan. Keluarganya selalu berhemat agar gaji yang diberikan cukup untuk banyak keperluan, eh justru pria itu sendiri yang membuang uang mereka tanpa kejelasan.
Mobilnya terparkir agak lumayan jauh dari rumah mertua, tetapi masih dalam pandangan mata. Dia menunggu dan mengamati selama beberapa saat, tak lama Zidan keluar dari rumah disusul wanita berperut besar.
Masih menunggu dia terkejut ketika Nina dan suaminya justru keluar dari rumah yang tepat ada saling berhadapan tersebut.
Bukankah kata ibu, itu rumah janda yang akhirnya dinikahi oleh anaknya? Kok ada Nina dan suaminya di sana.
Sekitar pukul sepuluh, ketiga wanita itu keluar menggunakan mobil baru, sepertinya. Karena selama ini dia tidak pernah lihat mobil itu.
Mobilnya mengekor di belakang dengan jarak aman. Entah mengapa hari ini dia ingin mencari tahu asal usul dan tabiat keluarga suaminya setelah tahu bahwa Zidan menyelewengkan banyak uang.
“Enak ya kalian shopping sesuka hati tanpa mikirin uang. Zidan kerja keras buat aku dan kedua anaknya, dan kalian ngabisin tabungan kami buat foya-foya. Hebat banget,” desisnya lirih, suara gemeletuk giginya terdengar menahan geram.
Setelah menjadi detektif dadakan, sekitar pukul setengah dua belas Kirana sampai di kantor.
Sebelumnya, dia sudah minta izin untuk datang terlambat tetapi tidak menyangka bahwa akan memakan waktu sebanyak ini.
Wajah yang semula ditekuk, kini dihiasi senyum tipis.
“Maaf, Pak. Saya telat sampai jam segini. Apa saya pulang dan meliburkan diri saja hari ini?”
“Enak aja. Pekerjaanmu banyak, jangan macam-macam ya kamu,” omel Kendrick, tetapi dia tak benar-benar marah.
Kirana menggaruk tekuk pelan, wajahnya terlihat sungkan.
“Maaf, Pak. Saya akan kembali bekerja.” Secepat kilat berbalik dan berniat pergi.
“Tunggu!” seru Kendrick membuatnya menghentikan langkah dan kembali memutar tubuh.
“Ada apa, Pak?”
“Darimana kamu?” tanya Kendrick terlihat ingin tahu.
“Bukan urusan Anda,” sahutnya sinis dan segera berbalik keluar.
Kendrick hanya menatap tanpa berkomentar.
Dasar keras kepala, tapi suka.
To Be Continue ....