Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28~ APAKAH INI ARTINYA...?
"Ya Rabb, saat ini aku sudah siapkan hati yang lapang untuk menerima segala ketetapan-Mu. Aku percaya Engkau tak akan pernah menakdirkan sesuatu tanpa kebaikan di dalamnya.
Engkau bisa saja memberi sesuatu tanpa harus ku meminta dan bersujud. Sudah jutaan kali pintu langit ku ketuk, sudah jutaan kali bumi ku bisikkan, untuk semua mimpiku, yang ku yakini hanya Engkau yang akan mengabulkan nya.
Ya Rabb, aku percaya, janji-Mu pada orang-orang yang berdoa itu nyata.
Engkau maha mendengar, dan jika bukan Engkau yang mendengar do'aku, lantas siapa lagi yang akan mendengarkan aku? Sebab hanya Engkau lah yang maha mendengar.
Ya Rabb, aku serahkan shalatku, ibadahku, hidupku, matiku dan masa depanku hanya kepada-Mu. Aku tabah mengikuti arah takdir yang Engkau ciptakan untukku selanjutnya."
Jihan mengusap wajah, ada rasa lega dalam helaan nafasnya. Ia baru saja selesai menunaikan sholat Dzuhur.
Tanpa melepas mukenah, ia meraih tas yang terletak di sisi sajadah lalu mengeluarkan ponsel dan mencari nomor Aidan yang ia dapatkan dari Nayra tadi pagi.
Sudah tiga hari ia tak bertemu Aidan, dan selama tiga hari itu pula ia merenung atas kegundahan dalam hatinya. Benar kata Nayra, jika kata tak pantas itu yang selalu melekat dalam pikirannya, maka selamanya ia tidak akan pernah merasa pantas untuk siapapun. Ia juga berhak untuk bahagia.
Ketika telah menemukan nomor Aidan, ia terdiam selama beberapa detik. Sekali lagi mencoba meyakinkan hatinya bahwa tak ada salahnya mencoba. "Bismillah," ucapnya ketika menekan ikon berwarna hijau dilayar ponselnya.
.
.
.
"Jangan menyerah saat doa-doamu belum terjawab. Jika kamu mampu bersabar, maka Allah mampu memberikan lebih dari pada apa yang kamu minta. Kamu hanya perlu menggunakan waktu menunggu mu dengan baik. Karena Allah itu tahu, kapan waktu yang tepat untuk mengabulkan."
Aidan terpaku menatap layar ponselnya, ia sedang menonton ceramah salah satu ustadz kondang di channel YouTube. Kegiatan barunya yang ia lakoni sejak terakhir kali bertemu Jihan tiga hari lalu, mendengar ceramah saat senggang di rumah sakit.
Sengaja ia tidak singgah di toko kue Nayra tiga hari belakangan ini, sebab ingin memberikan waktu pada Jihan untuk berpikir. Sekaligus renungan untuk dirinya sendiri, apakah hatinya sudah benar-benar terpaut pada Jihan? Dan yang ia rasakan, ada kerinduan terhadap wanita itu.
Sejenak ia terdiam mencerna ucapan ustadz tersebut. Yah, benar, yang perlu ia lakukan hanya lah bersabar dan berdoa. Allah maha mendengar, dan janji-Nya pada orang-orang yang berdoa itu nyata.
Ia terhenyak ketika terdengar seruan adzan Dzuhur berkumandang. Lantas ia pun segera beranjak keluar dari ruangannya dan langsung menuju musholla masjid.
Setelah selesai shalat, Aidan menengadahkan tangan kanan nya ke atas dan tangan kiri nya ia letakkan di dada, kemudian berucap.
"Bersabarlah duhai hati, suatu hari nanti akan hadir tempat terbaik yang dapat menjadi pelabuhan pertama dan terakhirmu."
Dan setelahnya, ia mengangkat kedua tangannya, sembari mencurahkan segala isi hati nya kepada sang pencipta.
"Ya Rabb, seorang wanita telah membuat ku jatuh hati. Dihadapan-Mu secara terang-terangan aku meminta agar Engkau jodohkan dengannya. Namun, jika dia bukan jodohku, jauhkanlah dia dari pikiranku dan dekatkanlah orang yang memang benar jodohku."
Ia mengusap wajah, duduk sejenak dengan mata terpejam. Setelah merasa lebih tenang, ia pun beranjak seraya melipat sajadah dan mengembalikan ditempat semula.
Ketika akan melangkah keluar dari musholla, ponselnya yang ada di saku celana terasa bergetar, ia memang menonaktifkan nada dering dan mengganti dengan mode getar.
"Ini siapa ya?" gumamnya menatap layar ponselnya yang menampilkan panggilan dari nomor asing.
Setelah beberapa saat berpikir, ia pun menjawab panggilan itu. Mungkin saja dari salah pasiennya yang ingin konsultasi, pikirnya.
"Assalamualaikum," ucapnya. Namun, dalam beberapa detik tak ada jawaban.
"Dengan siapa saya berbicara?" tanyanya. Tapi masih tak ada sahutan di seberang telepon. Lantas ia berdecak pelan, sebab mengira mungkin itu orang iseng yang menelponnya. Ia pun memutuskan untuk mengakhiri panggilan itu.
"Waalaikumsalam, Dok."
Baru saja Aidan akan menjauhkan ponsel dari telinganya ketika tiba-tiba terdengar balasan salamnya, ia pun kembali menempelkan ponselnya ke telinga. Jantungnya seketika berdebar cepat begitu mendengar suara yang sangat familiar itu. Bagaimana mungkin ia tidak mengenali, pemilik suara itulah yang membuatnya uring-uringan beberapa hari belakangan ini.
"Jihan?"
"Iya, Dok, saya Jihan."
Aidan tersenyum , ia seperti mendapat rezeki nomplok tiba-tiba saja Jihan menelponnya. "Kamu dapat nomorku dari siapa?" tanyanya sekedar basa-basi. Ia tahu pasti Jihan mendapatkan nomornya jelas dari Nayra ataupun Rian.
"Saya minta dari Mbak Nayra tadi pagi," jawab Jihan.
"Oh gitu." Kini Aidan mulai menerka alasan Jihan menelponnya, mungkinkah kondisi kesehatan Dafa sedang tidak baik saat ini, mengingat tiga hari lalu anak itu mengalami demam tinggi. "Gimana keadaan Dafa sekarang?" tanyanya.
"Alhamdulillah, Dafa sudah sehat kembali, Dok. Terima kasih karena waktu itu sudah merepotkan datang malam-malam ditengah hujan deras."
"Gak perlu berterima kasih, itu sudah tugasku. Mendengar Dafa sudah sehat kembali, aku sangat senang."
Hening sejenak, baik Aidan maupun Jihan larut dalam kebisuan mencoba merangkai kata.
"Dok, apa sore ini bisa jemput saya dan Dafa?" Disana, Jihan memejamkan mata dengan bibir terkatup setelah melontarkan pertanyaan itu.
"Oh iya, bisa bisa." Aidan menjawab dengan antusias. Tak terkira rindunya ia selama tiga hari tak bertemu, bukan hanya kepada Jihan tapi juga terhadap Dafa. Anak itu sudah seperti memiliki ikatan batin terhadapnya yang membuatnya selalu terpikirkan akan kondisinya.
"Terima kasih, Dok. Kalau begitu saya tutup teleponnya dulu, assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam." Setelah panggilan berakhir, tanpa sadar Aidan bersorak saking senangnya.
Senyumnya semakin mengembang kala membayangkan apa yang ada dalam pikirannya saat ini terjadi. Jihan meminta nomornya dari Nayra kemudian menghubunginya, dan sekarang memintanya untuk menjemput yang biasanya Jihan selalu berusaha menolak ketika ia menawarkan tumpangan untuk pulang. Apakah ini artinya...?
Sukkaaaaa bangettt sama cerita ini 👍👍👍😘😘😘😘