Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Diremehkan.
Aku memandangi beberapa hidangan yang asing bagiku, lumayan banyak, hasil pemesanan tuan Bimo, karena aku menyerahkan sepenuhnya bagian itu padanya.
Aku memang kurang faham makanan-makanan yang disukai para orang kaya, sebab sehari-harinya aku hanya bisa makan telur-teluran, tempe, tahu, ikan kering. Dan daging ayam adalah lauk termahalku yang bisa kunikmati bersama kedua adikku, itupun disaat kami diundang menghadiri hajatan tetangga.
Bukan berniat mendramatisir, tapi itulah yang aku dan adik-adikku jalani. Kami berjuang setiap hari agar bisa tetap makan dan bersekolah, melakukan segala pekerjaan sepele yang orang hidup nyaman lainnya tidak akan mau melakukannya.
"Apa yang kamu lamunkan? Pemuda tadi?" tuan Bimo menyadarkanku, dan aku melihat kecemburuan disorot matanya.
"Apa nama makanan ini?" tanyaku, mengabaikan pertanyaannya yang tidak perlu kujawab, menunjuk salah satu menu yang baru aku lihat.
"Ini namanya foie gras, hidangan asal Perancis, terbuat dari hati angsa," sahutnya, meraih hidangan yang kutunjuk.
"Gunakan pisau dan garpu ini, lalu iris tipis seperti ini untuk memaksimalkan rasa dan tekstur. Perlahan saja, jangan terlalu kuat, nanti kamu akan merusak teksturnya. Setelah itu letakan di atas roti seperti ini."
Aku memperhatikannya dengan cermat, tanpa melewatkan sedikitpun pergerakannya.
"Selanjutnya, siram dengan saus madu, atau saus anggur ini, tujuannya adalah meningkatkan rasa dari foie gras ini. Lalu makan dengan perlahan seperti ini."
Aku memandangi cara tuan Bimo menggigitnya pelan, lalu mulai mengunyah perlahan-lahan. Gerakan rahangnya yang teratur, diikuti matanya yang terpejam menunjukkan kesenangan tak terhingga.
Suasana hening hanya terisi suara kunyahannya yang terdengar merdu ditelingaku dan napas lega pria itu yang menghembus.
Ekspresi puasnya membuatku penasaran.
"Kamu harus mencobanya, sangat lezat!" ucapnya, menawarkan hidangan tersebut.
Sedikit canggung, akupun meniru cara tuan Bimo melakukannya tadi, semua telah terekam dengan baik dikepalaku, mengiris-iris tipis, lalu meletakan irisan foie gras itu dengan hati-hati diatas roti, tidak lupa menyiramnya dengan saus madu.
Eum... ini lezat, sangat berbeda rasanya bila dibandingkan dengan roti yang kucelup kedalam gelas teh hangat. Aku tersenyum sendiri memikirkannya.
Tekstur foie gras sangat lembut dan halus didalam mulutku, berminyak, dengan sedikit rasa manis. Juga ada rasa gurih dan umami yang kuat. Dan saus madunya begitu aromatik. Rasanya unik, dan terkesan mewah.
Tuan Bimo membawaku kesalah satu klinik kecantikan, setelah kami cukup kenyang dan mencoba beberapa hidangan baru yang ia kenalkan di resto tadi. Seorang pegawai langsung membawaku ke ruang perawatan wajah dan tubuh sesuai permintaan pria itu.
Aku hampir tertidur saking lamanya. Sang pegawai memperlihatkan hasil tangannya yang ajaib pada pantulan cermin didepanku, dan tentu saja aku kaget, kulit kusamku terlihat lebih glowing dan lebih bersinar.
Tuan Bimo menatapku cukup lama, namun tidak sepatah katapun keluar dari bibirnya yang biasa berkata pedas dan serampangan itu, saat aku dibawa kepadanya.
"Apa dia sugar baby-mu yang baru?"
Aku menoleh, dan baru kali ini melihat tuan Bimo ditertawai seseorang, dan dia perempuan. Penampilannya begitu elegan dan sangat berkelas, jauh sekali dariku, bagai langit dan bumi, baik dari usia yang terpaut cukup jauh maupun penampilan.
"Bukan urusanmu Regina," tuan Bimo merangkul pinggang langsingku dan membawaku pergi, karena dia sudah menyelesaikan biaya perawatannya selama aku didalam.
Wanita itu terkikik dengan nada meremehkan dibelakang kami. Aku rasa ia sengaja memperdengarkannya.
Sebenarnya aku penasaran, siapa sebenarnya perempuan itu? Aku dapat merasakan kalau tuan Bimo sangat mengenalnya, tapi kenapa sikapnya begitu dingin?
"Nona, tolong temani dia memilih beberapa dress dan gaun pesta," ucap tuan Bimo pada salah satu pegawai butik yang kami datangi.
"Baik Tuan," sahut sang pegawai ramah.
"Kamu boleh memilih pakaian apapun disini. Aku ada sedikit urusan sebentar, tidak lama, aku segera kembali."
Aku hanya mengangguk, dan melihatnya pergi meninggalkanku, menyeruak dikerumunan pengunjung mall yang sangat ramai. Walau begitu, tuan Bimo masih dapat kukenali dengan baik, dia memang terlihat lebih menonjol, dari punggung keatas, dia jauh lebih tinggi dari siapapun.
"Nona, mari... silahkan masuk," sang pegawai butik membuyarkan lamunanku.
"I-iya," aku membalas senyum ramahnya, lalu kembali menoleh sebentar kearah kerumunan pengunjung mall, diujung sana kulihat tuan Bimo singgah pada salah satu toko perhiasan.
Aku gegas beralih pada sang pegawai butik yang masih menungguku, lalu masuk bersamanya.
Sangat luas, dan semua barang yang ada disini mahal. Aku mengetahuinya saat satu tahun yang lalu sengaja masuk kesini untuk pertama kalinya bersama Mirna. Tentu saja saat itu aku dan Mirna buru-buru pergi karena harganya yang fantastis, berkali kali lipat dari isi kantong yang kami miliki.
"Nona, dress berwarna hijau lumut ini terlihat sangat cocok untuk anda, anda terlihat semakin cantik saat mengenakannya," meraih dan menempelkannya pada bagian depan tubuhku.
Aku mengambil alih dress itu dari tangannya, lalu mematut diri pada salah satu kaca yang tersedia disana, berputar kekiri dan kekanan.
"Iya, dressnya sangat cantik dan bagus," aku tersenyum dan sangat menyukainya.
Kebiasaanku memang, mengintip label harga. Aku langsung tersenyum canggung begitu tahu harganya yang fantastis, dua puluh tiga juta. Padahal dulu pun aku sudah tahu tentang harga pakaian di butik ini saat bersama Mirna kemari.
"Sepertinya, saya tidak cocok memakainya, ini terlalu elegan untuk seorang yang seperti saya," aku menyerahkan dress itu pada sang pegawai yang melongo menatapku, terus mengikuti pergerakanku menuju deretan dress dan gaun sederhana menurut penglihatan mataku.
Lagi-lagi aku melepas peganganku dari salah satu dress, begitu melihat nilainya, delapan belas juta, senyumku benar-benar sirna karenanya.
"Kenapa pegang lepas, pegang lepas? Nggak sanggup bayar?" gelak seseorang yang berdiri dibelakangku.
Aku gegas berbalik, karena suara itu tidak asing bagiku. Benar saja, kak Riska memasang wajah penuh ejekannya padaku.
"Dari tadi aku disini dan memperhatikanmu, kamu begitu lucu seperti badut yang meminta dikasihani," ucapnya masih tergelak, sambil melihat setiap jengkal penampilanku dari ujung rambut hingga ujung kakiku.
"Kalau kantong kamu tidak tebal, jangan belagu deh masuk ke butik mewah khusus kelas elit sepertiku!" ia mendekat, siap mendorongku, namun sang pegawai butik yang sedari tadi mengikutiku segera menengahi kami.
"Nona, mohon jangan buat keributan disini?"
"Perempuan ini pengemis! Jangankan dress-dress dan gaun-gaun yang mahal, bra saja tidak sanggup dia beli disini!" hinanya, aku hanya bisa menelan ludah mendengarnya, kak Riska benar kalau tentang itu.
"Kali ini aku maafkan, tapi tidak untuk kali yang berikutnya, nona Riska Gunawan."
Aku menoleh, menemukan presisi tuan Bimo yang berdiri tidak jauh dari kami, menatap tanpa emosi pada kak Riska. Tapi bagaimana dia tahu kalau itu kak Riska? Bahkan tahu juga nama lengkapnya?
"Perlihatkan sepuluh dress dan sepuluh gaun pesta terbaik di butik ini padaku," perintahnya.
Kulihat semua pegawai disana gegas bergerak, dan tidak lama segera kembali lagi membawa beberapa dress juga gaun yang tuan Bimo minta.
Sedangkan kak Riska, berdiri mematung ditempatnya, begitu melihat siapa yang berbicara padanya tadi.
Bersambung...✍️
🤣