[UPDATE 2 - 3 CHP PERHARI]
"Hei, Liang Fei! Apa kau bisa melihat keindahan langit hari ini?"
"Lihat! Jenius kita kini tak bisa membedakan arah utara dan selatan!"
Kira kira seperti itulah ejekan yang didapat oleh Liang Fei. Dulunya, dia dikenal sebagai seorang jenius bela diri, semua orang mengaguminya karena kemampuan nya yang hebat.
Namun, semua berubah ketika sebuah kecelakaan misterius membuat matanya buta. Ia diejek, dihina, dan dirundung karena kebutaanya.
Hingga tiba saatnya ia mendapat sebuah warisan dari Dewa Naga. Konon katanya, Dewa Naga tidak memiliki penglihatan layaknya makhluk lainnya. Dunia yang dilihat oleh Dewa Naga sangat berbeda, ia bisa melihat unsur-unsur yang membentuk alam semesta serta energi Qi yang tersebar di udara.
Dengan kemampuan barunya, si jenius buta Liang Fei akan menapak puncak kultivasi tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 Kota Huisan dan Kekuatan Baru: Perjalanan Liang Fei Menjadi Lebih Kuat
"Liang, apa kamu sungguh ingin menjual kain berharga ini? Tapi aku tidak sanggup membelinya. Ini terlalu berharga untuk pedagang kecil sepertiku," ucap Bibi Luan yang tadinya senang, kini merasa tidak berdaya.
Dia tahu harus mengeluarkan uang sangat banyak untuk membeli sepotong kain itu.
"Jangan khawatir, aku akan menjualnya setara dengan kain biasa."
Liang Fei tidak menyangka kain yang dia dapatkan akan mengejutkan Bibi Luan dan yang lainnya.
Dia tidak mengenal produk-produk pasar, jadi dia tidak tahu nilai sebenarnya dari kain sutra itu.
"Tidak bisa, Nak. Aku tidak bisa membeli sesuatu yang berharga darimu dengan harga murah. Kualitas produk harus setara dengan nilainya."
"Kalau begitu pilihlah, aku akan memberikan kain ini secara gratis atau Bibi membelinya dengan harga murah?" kata Liang Fei, sedikit keras kepala.
Bibi Luan merasa tidak berdaya menghadapi Liang Fei yang sudah keras kepala seperti itu, akhirnya dia memilih untuk membelinya dengan harga murah.
Liang Fei sangat menghargai kebaikan Bibi Luan yang memilih untuk membeli daripada mendapatkannya secara gratis.
Tidak hanya kain itu, Liang Fei juga menawarkan beberapa barang berharga kepada para penumpang lainnya.
Tentu saja Liang Fei memberikan pilihan yang sama kepada mereka, dan mereka semua lebih memilih untuk membelinya dengan harga jauh lebih murah daripada harga pasar.
Kebaikan hati Liang Fei membuat semua orang sangat mengaguminya, termasuk Yao Yao yang kini menganggap Liang Fei sudah seperti kakaknya sendiri.
Perjalanan menuju kota Huisan memakan waktu beberapa hari lagi, namun setiap harinya dipenuhi dengan canda tawa dan cerita dari masing-masing penumpang.
Liang Fei, yang biasanya pendiam, merasa lebih terbuka dan nyaman berada di antara mereka.
...
Setelah empat hari perjalanan dengan menaiki kereta kuda milik Paman Guan, rombongan itu akhirnya sampai di kota Huisan pada siang hari.
Kedatangan mereka disambut dengan keramaian khas kota Huisan yang menghadirkan suasana yang berbeda dibandingkan dengan kota Linghua.
Bangunan-bangunan megah berderet di sepanjang jalan utama, dengan para pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangan mereka.
"Liang Fei, kamu harus mencoba masakan laut khas kota Huisan nanti. Kamu pasti belum pernah mencobanya ketika tinggal di pegunungan Tianlong."
Liang Fei mengangguk mendengar ucapan Ibu Yao Yao, "Aku akan mencobanya lain kali."
Kota Huisan dekat dengan lautan, jadi aroma amis dari ikan air asin memenuhi kota yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
Karena transportasi yang kurang memadai, ikan yang diperoleh dari penduduk kota Huisan tidak bisa di distribusikan ke kota-kota yang jauh. Ikan tersebut akan membusuk dengan cepat karena kurangnya alat pengawet di dunia itu.
"Nak Liang, datanglah ke tokoku kalau kau punya waktu. Aku akan menyambutmu dengan baik di sana."
"Datang ke tempatku juga, istriku akan memasakkan cumi goreng untukmu. Kau pasti menyukainya."
Bibi Luan, beserta yang lainnya menawarkan keramahan mereka kepada Liang Fei ketika mereka hendak berpisah.
Liang Fei tersenyum ramah, senang akan perlakuan mereka yang hangat.
"Kakak Liang, sampai jumpa lagi!" ucap Yao Yao sambil melambaikan tangannya dengan senyum ceria, tidak sabar untuk bertemu lagi jika takdir mengizinkan.
Setelah berpisah dengan Paman Guan dan penumpang lainnya di pasar pusat, Liang Fei membulatkan tekad untuk menemukan tempat yang tenang agar bisa menganalisis isi buku itu lebih lanjut.
Liang Fei menyusuri jalanan kota sebelum akhirnya menemukan sebuah penginapan kecil yang tampak nyaman dan tenang.
Ia memutuskan untuk menyewa sebuah kamar di sana. Di dalam kamar sederhana namun bersih itu, Liang Fei duduk bersila di atas kasur, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
Dengan tangan yang mantap, ia kembali memanggil energi Qi emas dari tubuhnya, dan buku Warisan Dewa Naga muncul di hadapannya, berpendar dengan cahaya lembut yang menenangkan.
Liang Fei membuka halaman buku itu, melihat tulisan-tulisan emas dengan seksama.
Dengan bersatunya kertas yang dia temukan di markas bandit, kini lembaran-lembaran tersebut menampakkan bagian yang sebelumnya tersembunyi, menawarkan wawasan dan teknik baru yang sangat berharga.
“Teknik Napas Naga,” gumamnya saat membaca baris demi baris petunjuk di buku tersebut.
Teknik itu terdengar seperti sesuatu yang dapat meningkatkan kekuatannya berkali lipat.
Dalam buku Warisan Dewa Naga, dikatakan bahwa teknik Napas Naga adalah sebuah teknik pernapasan Qi yang mampu meningkatkan konsentrasinya hingga ke titik tertinggi. Pengguna kemampuan itu juga dapat menyerap energi Qi lebih cepat dari biasanya.
Teknik Napas Naga, juga membuat Liang Fei bisa bernapas dengan menghirup energi Qi yang ada di alam semesta. Artinya, Liang Fei masih bisa bernapas meski tanpa udara sekalipun, seperti di bawah laut ataupun di angkasa lepas.
"Sekarang aku lebih mirip seperti seorang Immortal," gumam Liang Fei sembari tertawa kecil.
Liang Fei masih terpesona dengan teknik hebat yang baru saja ia temukan dalam buku tersebut.
Ia merasakan lonjakan energi yang mengalir dalam dirinya, memberikan sensasi kekuatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Buku Warisan Dewa Naga benar-benar adalah sebuah reruntuhan pusaka yang tak ternilai harganya.
Meski senang dengan penemuannya, Liang Fei sadar bahwa memiliki kekuatan ini datang dengan tanggung jawab yang besar.
Dia harus lebih berhati-hati dalam menggunakan kemampuan barunya untuk menghindari perhatian dari pihak-pihak yang mungkin ingin merebutnya dengan cara apa pun.
Menghabiskan beberapa waktu lagi mempelajari teknik baru yang ditemukan, Liang Fei merasa tubuhnya lebih ringan dan pikirannya lebih jernih.
Liang Fei mengalihkan perhatiannya pada sebuah relik tingkat ilahi yang dia dapatkan bersamaan dengan harta lainnya.
Relik itu bernama Soul Dragon Summoning Ring, berbentuk sebuah cincin yang terbuat dari bahan seperti perak murni yang berkilauan dengan cahaya biru lembut.
Permata di tengahnya adalah Jiwa Naga, berwarna biru kehijauan, dengan ukiran rune naga kuno di sekeliling lingkaran cincin.
Konon katanya, relik itu dibuat oleh Raja Naga Pertama dari sisik Naga Langit Purba, cincin itu memungkinkan penggunanya untuk memanggil seekor Naga yang kuat untuk bertarung di sisinya.
Naga itu memiliki ukuran raksasa, cakar yang mampu merobek logam terkuat, dan napas yang dapat membekukan area seluas kota.
Relik itu memiliki kesadarannya sendiri, ia dapat menerima orang yang memanggilnya atau menolaknya.
"Mungkin para bandit itu tidak bisa memanggil Naga dalam relik ini," gumam Liang Fei merasa sedikit senang dengan item yang ia dapatkan.
Selain kedua item luar biasa itu, Liang Fei juga mendapatkan puluhan ribu koin emas dan silver yang kini menjadi miliknya.
...
Liang mulai melatih Teknik Napas Naga secara perlahan, mengikuti instruksi dengan cermat. Merasa sudah cukup, Liang Fei menutup kembali buku Warisan Dewa Naga dan menyimpannya kembali dengan aman dalam tubuhnya.
"Tunggu, aku merasakan perasaan yang familiar setelah membunuh Dong Guan dan para bandit sebelumnya," gumam Liang Fei.
Ia tiba-tiba tersadar ada perasaan hangat yang memasuki tubuhnya ketika ia membunuh para bandit, rasanya sama seperti ketika ia membunuh para beast.
Tadinya, dia tidak terlalu memikirkannya karena terlalu fokus untuk memberikan tekanan kepada musuh-musuhnya, tetapi sekarang ia yakin itu adalah perasaan yang sama.
Liang Fei kemudian menutup matanya, merasakan energi hangat yang berkumpul di dalam tubuhnya.
Perlahan tapi pasti, Liang Fei mulai mengolah energi itu dan memasukannya ke dalam dantiannya dengan lebih efisien.
Tubuhnya bersinar terang, pertanda jika dirinya telah menerobos ke tahap Penyempurnaan Roh tingkat 2. Tapi belum berhenti sampai di sana, Liang Fei tetap melanjutkan kultivasinya hingga beberapa kali menerobos.
Ia baru berhenti ketika energi hangat yang juga berfungsi sebagai energi cadangan untuk kultivasinya itu habis ketika dirinya mencapai Penyempurnaan Roh tingkat 8.
Meskipun begitu, Liang Fei mungkin bisa setara melawan kultivator Prajurit Alam tingkat 8.
"Sepertinya aku tidak jauh berbeda dengan Long Yuan yang bisa meningkatkan kekuatan dengan cara membunuh seseorang."
Liang Fei tersenyum pahit; awalnya, dia merasa sedikit senang mengingat bisa bertambah kuat hanya dengan membunuh beast, tetapi ternyata itu berlaku juga untuk manusia.
"Setidaknya aku masih punya kesadaran untuk tidak membunuh orang yang tidak bersalah," gumam Liang Fei.
Meskipun bisa bertambah kuat dengan membunuh seseorang, ia meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak menggila dan membantai orang yang tidak bersalah seperti Long Yuan.
Ia hanya akan membunuh beast dan orang-orang yang dianggapnya jahat.