Aku Hanya Lelah

Motor besar itu memasuki halaman kost yang berjejer rapi dari ujung ke ujung. Meski kost itu bebas, kenyataannya kebanyakan mereka bersikap acuh alias individual. Mungkin karena faktor sibuk yang tak memungkinkan mereka untuk saling bertegur sapa pada umumnya tetangga.

Akan tetapi, berbeda dengan Ganin dan Hima. Mungkin kalau mereka tak berkenalan dan kerja di tempat yang sama, belum tentu mereka akan kenal dekat seperti saat ini.

Hima turun dari motor Ganin. Setelah itu ia melepaskan helm nya dan memberikan pada Ganin.

"Hima!", panggil Ganin setelah ia mereka sama-sama berjalan menuju ke kamar kost.

"Heum?", gumam Hima. Gadis itu menenteng kantong kresek berisi sate milik Ganindra dan Hima.

"Lo ngga nganggap hubungan kita ini ada ya?", tanya Ganin. Hima menoleh dengan sedikit mendongakkan kepalanya ke samping.

"Hubungan?", tanya Hima.

"Lo tadi udah nyetujuin kan kalo kita punya hubungan di depan anak lori?", tanya Ganin.

Hima terlihat menghela nafas panjang.

"Iya, kita punya hubungan. Anggap saja begitu!", jawab Hima.

"Kenapa?", Ganin menahan lengan Hima hingga gadis itu pun berhenti melangkah.

"Jangan berekspektasi terlalu tinggi sama gue. Gue banyak kekurangan bahkan sangat jauh dari sempurna."

Ganin tersenyum.

"Drama banget, terlalu klise omongan Lo,Ma!", kata Ganin.

Hima berbalik dan menghadap laki-laki bertubuh tegap itu. Gadis cantik yang tingginya tak seberapa itu mendongak menatap Ganin.

Hima menepuk dada Ganin yang ternyata begitu keras saat di tepuk telapak tangan Hima.

"Lo masih muda, punya banyak kesempatan untuk mencari tambatan hati. Gue bukan ngga menghargai Lo. Tapi...gue ngga mau Lo terlalu kecewa andaikan gue ngga bisa seperti yang Lo mau!"

"Emang Lo tahu, apa yang gue mau?", tantang Ganin. Hima mendesah pelan.

"Kalo bukan untuk sama-sama saling mengisi hati, terus tujuan utama Lo apa heum?"

Ganin tak menjawabnya. Hima benar, bukankah ia berharap jika Hima akan merasakan seperti yang ia rasakan padanya, jatuh cinta bahkan sejak di awal pertemuan???

"Gue yakin , lama-kelamaan Lo juga bakal cinta sana gue!", jawab Ganin optimis. Hima tersenyum.

"Udah ya, makan duluan gue! Laper!", kata Hima akan membuka pintu. Tapi lagi-lagi Ganin menahannya.

"Apalagi Ganindra?", tanya Hima.

"Lo ngga punya cowok kan?", tanya Ganin. Hima memutar bola matanya malas.

"Harusnya Lo tanyain itu sebelum Lo lemes di depan anak-anak tadi!", sahut Hima geregetan. Tapi Ganin menatap Hima dengan pandangan berbeda.

"Lo... pernah di sakiti seseorang sampai trauma untuk menjalani hubungan baru ?", tebak Ganin. Hima yang tadi memasang wajah geregetan pun mengubah ekspresinya menjadi dingin.

"Gue laper, duluan!", kata Hima dengan gesit memasuki kamarnya. Ia tak mau Ganin kembali mencegahnya masuk ke kamar kostnya.

Ganin hanya menatap pintu Hima yang sudah tertutup rapat dengan lampu yang sudah menyala. Lelaki itu pun mengikuti jejak Hima masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Niat hati ingin makan bersama, tapi ternyata pembicaraan tadi membuat sikap keduanya mendadak kaku.

Selesai makan, Ganin cepat-cepat mandi dan bersiap ke kantor kesatuannya. Ada urusan yang harus ia selesaikan secepatnya.

Ganindra sudah lengkap dengan pakaian non formalnya. Tak lupa ia mengenakan jaket hitamnya. Dan lelaki itu menenteng helm full face nya ke arah motor besarnya.

Saat motor Ganin akan keluar gerbang, di saat yang sama Hima keluar dari kamarnya. Gadis itu menatap motor lelaki tampan yang mengaku sebagai kekasihnya itu berjalan menjauh.

Malam begini tuh bocah mau ke mana? Jangan-jangan mau balap liar lagi!? Duh, tuh anak!!! Batin Hima.

Tapi Hima tetap melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi, tapi sebelumnya ia mengunci kamarnya lebih dulu. Mau seaman apa pun, bukankah mencegah kejahatan atau keisengan jauh lebih baik. Ya kan?

Hima sudah menuntaskan hajatnya di kamar mandi. Sesampainya di kamar, gadis itu melihat chat di ponselnya.

Jika biasanya kakaknya yang selalu minta di transfer, kali ini sang adik laki-laki yang masih menjadi siswa SMK minta di belikan pulsa atau kuota. Tak banyak menang, hanya sekitar seratus ribuan. Itu pun di pakai selama satu bulan.

Meski masih sekolah, Andra tidak manja seperti kakak sulung mereka. Remaja itu sudah terbiasa melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang. Andra sering membantu tetangga mereka yang memiliki bengkel mobil.

Padahal kakak ipar mereka, alias suami Alin juga buka bengkel sepeda motor hanya saja tak terlalu besar. Tapi namanya anak-anak, mereka lebih memilih kebebasan dibandingkan di kekang oleh keluarganya sendiri.

Hima me membalas chat dari Andra yang di kirim sejak satu jam lalu. Hima merasa sangat lelah jadi usai mandi dan makan, gadis itu langsung tidur. Sayangku harus terbangun gara-gara kebelet pipis padahal belum ada setengah jam ia tidur.

[Sudah mba kirim ya Ndra, via NADA]

Tak lama kemudian ada notifikasi balasan dari Andra yang ternyata masih belum tidur.

Hima memang memiliki aplikasi sesuatu di ponselnya. Untuk membeli pulsa contohnya seperti sekarang.

[Makasih mba Hima]

[Sama-sama]

Hima jadi teringat tentang Ganindra yang keluar hampir tengah malam begini. Ada perasaan yang Hima sendiri tak tahu itu apa. Yang jelas, mendadak ia khawatir pada Ganin.

Terlepas Ganin mengaku pacar secara sepihak, tapi tetap saja Hima merasa cemas.

Yang ada di pikiran Hima adalah Ganin ikut balap liar. Dan yang ia takutkan adalah Ganin mengalami hal buruk. Contohnya kecelakaan!

Sungguh, masih ada trauma yang Hima rasakan jika melihat atau mendengar tentang kecelakaan kendaraan.

Ya Allah, entah apa pun yang sedang Ganin lakukan...tolong lindungi dia. Doa Hima....

🍃🍃🍃🍃🍃

"Bapak ngga keberatan kan kalo ibu jodohin Hima sama anaknya Henny? Dia kerja di Korea, sebentar lagi mau pindah ke Jakarta."

Harun menoleh ke Murtini yang tampak semangat menceritakan tentang perjodohan antara anaknya Henny dan Hima.

Harun tahu, maksud istrinya baik. Bahkan sangat baik karena ia ingin Hima segera mendapatkan pendamping hidupnya.

Tapi, entah kenapa sebagai seorang ayah dia tak bisa memaksa kehendaknya pada Hima. Ini adalah pernikahan masalah yang sangat penting dan harus di jalani seumur hidup.

Bukankah seumur hidup terlalu lama jika harus di habiskan dengan seseorang yang tak pernah saling mencintai?

"Bu, bapak tahu maksud ibu baik. Tapi ... ini tentang masa depan lho, jangan terlalu memaksa kehendak kita. Sepertinya sudah cukup selama ini kita membebani Hima dengan kebutuhan keluarga kita..."

"Pak, ibu cuma mau kalau Hima bisa melupakan almarhum Nanda. Mau sampai kapan coba Hima sendiri terus?"

"Insyaallah nanti juga jodoh Hima datang di waktu yang tepat."

"Terserah bapak, pokonya ibu mau jodohin Hima sama anaknya Henny!", kata Murtini kekeh.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Terimakasih 🙏🙏✌️✌️