Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sajian Untuk Sang Tuan
Seiring detak jantung yang bertalu tak menentu, Ruby lekas menundukan wajah. Menyembunyikan wajah terlebih saat sosok pria yang merupakan pemilik resto, sedang menatap ke arahnya.
Ruby memejamkan mata. Ia tak mengira jika bos besar di tempat kerjanya adalah mantan suaminya. Di balik masker, gadis berparas ayu itu menggigit bibir bawah, menahan rasa pedih yang tanpa diduga mulai merambat disekujur tubuh.
Mas Sean, rupanya ditempat usahamulah selama ini aku mengadu nasib.
Tubuh sean bergerak, meninggalkan para pekerja yang memberi sambutan untuk masuk ke dalam resto. Tubuh tinggi sempurna itu menjauh, bahkan sudah menghilang dari pandangan Ruby.
Satu titik bulir bening, gugur. Tubuh perempuan dengan perut membuncit itu terpaku. Terdiam, bahkan saat karyawan lain sibuk membubarkan diri. Ruby tetap tak bergerak. Menatap ke arah pintu masuk yang sempat dilalui sang mantan suami beberapa saat lalu.
"Kak." Lembut Kiran memanggil Ruby, kemudian menepuk bahunya.
Ruby terperanjat. Ia lekas mengusap sisa bulir bening yang sesuka hati muncul tanpa mampu dicegah.
"Kakak kenapa, Sakit? Atau lelah?." Kiran menempelkan telapak tangannya di kening Ruby, mengecek suhu tubuh namun Ruby buru-buru menangkisnya.
"Kiran, Tidak. Kakak tidak apa-apa."
Kiran kembali menelik penampilan dan paras Ruby. Tak ada yang aneh, hanya saja..
"Kakak menangis?."
Ruby terkejut, bagaimana Kiran bisa tau jika dirinya menangis.
"Hei, kau tanya kakak menangis? Menangis dari mananya. Aku tidak menangis, justru senang setelah bertemu dengan pemilik resto yang kau bilang tampan itu." Ruby tergelak, menutupi kesedihan dengan berpur-pura bahagia.
"Mata Kakak merah, apa Kakak yakin baik-baik saja?." Kiran setengah curiga menemukan sepatang mata Ruby yang memerah dan berkaca-kaca seperti habis menangis.
"Menangis apanya, Kakak hanya kelilipan. Sudahlah, ayo masuk. Sebelum Tuan Wira memergoki kita dan marah-marah." Ruby lekas menarik tangan Kiran untuk masuk kembali ke dalam resto mengikuti langkah pekerja lain. Meski sejatinya tenaga Ruby seperti tersedot habis selepas melihat seseorang yang ia rindukan namun tak ingin ia temui.
💗💗💗💗💗
Seluruh karyawan kembali beraktifitas setelah penyambutan sang bos besar resto. Disepanjang itu pulalah perasaan Ruby dibuat tak tenang. Berkali-kali ia memasuki toilet. Menangis dan meredam rasa kram dibagian perut yang datang secara tiba-tiba. Gadis yang masih tak melepaskan masker yang menutupi sebagian wajah itu mengusap lembut perut buncitnya. Mengirim rasa nyaman dan melindungi bagi calon sang buah hati.
Ada yang teriris perih saat Ruby menyadari jika sang janin kini berada dijarak cukup dengan sang Ayah, namun tak dapat pria itu sadari. Dua tahun hidup bersama, Ruby memang tak terlalu banyak mengetahui bisnis yang dijalani suaminya. Gadis itu hanya tau jika Sean memang memiliki sebuah kafe namun berada di kota yang sama dengan tempat tinggalnya dulu. Sean tergolong pria yang tertutup jika membahas perihal pekerjaan kepada Ruby. Saat sudah memasuki rumah, fikiran dan tenaga Sean hanya untuk Ruby. Bermanja dan berbagi cerita bersama hingga terlelap di pembaringan.
Dan kini, kenapa harus ada kejadian seperti ini?. Buru-buru Ruby menghapus lelehan bulir bening yang membasahi kedua pipi. Sadar jika sudah cukup lama ia mengurung diri di tempat ini, ia pun lekas keluar dari toilet untuk kembali berkutat dengan pekerjaan.
Ruby terkesiap saat mendapati Wira berdiri tepat di samping Mario dengan kedua tangan terlipat di dada. Pria datar itu tengah menatapnya.
"Tetaplah berada di dapur, kondisimu sedang hamil besar sekarang. Akan menjadi perkara besar jika sampai Tuan Sean mendapati pekerjannya telah berbadan dua. Aku hanya melindungimu agar kau bisa tetap bekerja di tempat ini, maka dari itu jangan sekali-kali kau menampakkan diri di hadapan Tuan Sean."
Ruby tercekat. Ia melan salivanya berat lantas menganggukan kepala.
"Baik, Tuan. Saya janji akan tetap berada di tempat ini."
"Bagus." Selepas berucap Wira berbalik badan, meninggalkan dapur dengan langkah lebar. Sementara Mario menatap Iba pada Ruby yang kini tertunduk dalam. Memang seperti itulah prosedur perusahaan. Tak mengizinkan wanita hamil untuk bekerja dan itu pun sudah tertera dalam lembaran kontrak kerja yang disepakati oleh ke dua belah pihak.
"Ruby, sudahlah. Jangan terlalu ditanggapi ucapannya. Fokuslah pada tujuan utamu. Mencari uang dan uang, untuk masa depan juga bayi dalam kandunganmu." Mario menyemangati.
Benar. Ruby tersenyum haru. Setidaknya, selain Kiran masih ada satu rekan yang perduli akan nasibnya.
"Ayo, bantu aku. Tuan Wira memerintahkan para koki untuk mempersiapkan jamuan makan untuk bos besar. Kita harus bekerja keras, setidaknya cita rasa masakan yang kita hidangkan tidak akan mengecewakan penikmatnya."
Ruby menganguk. Ia lekas kembali memasang apron, berdiri di samping Mario dan mengerjakan setiap perintah yang pria itu ucapkan.
Ada beberapa menu yang dibagi untuk beberapa koki. Mario dan Ruby mendapat bagian untuk menyajikan hidangan penutup.
Mario berfikir sejenak. Wira sendiri tak mengucapkan secara detail menu yang diinginkan oleh Sean. Wira hanya mengucap jika harus mempersiapkan jamuan untuk sang bos besar dari makan pembuka, makanan utama dan juga penutup. Mario menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Kepalanya mendadak pening. Dibuat pusing tujuh keliling saat dibenaknya tak terbesit sedikit pun ingatan tentang menu penutup penggugah selera yang mungkin saja disukai oleh Sean. Konsentrasinya buyar. Semua menu makanan yang ia kuasai seolah terhapus dari memori, saat sang bos besar datang secara mendadak.
"Kak, kenapa?." Ruby menautkan alis, bingung menatap Mario justru tak melakukan apa pun saat koki lain mulai ribut menyajikan makan terbaik untuk sang atasan.
"Aku bingung, aku seperti amnesia mendadak. Semua menu makanan penutup yang aku kuasai, mendadak hilang dimemori otakku."
Ruby meringis. Cemas sekaligus terkikik geli. Bagaimana bisa Mario mengalami kejadian seperti ini. Apa tadi dia bilang? Mendadak amnesia.
"Ruby, ayo carilah ide atau setidaknya buka mbah gogle untuk mencari referensi sajian penutup yang mengugah selera." Mario mulai panik. Panik dan semakin panik. Tak tau hendak mengerjakan apa lebih dulu.
"Kakak kan bisa membuat apa saja, ya seperto yanh kerap kakak buat untuk pelanggan Vip."
"Iya, kau benar, tapi apa? Andai Tuan Wira menjelaskan makanan-makanan apa saja yang disukai oleh Tuan Sean, pasti aku tak kebingungan seperti ini."
Iya, benar juga.
"Ayo Ruby, kau juga harus ikut berfikir."
"Bagaimana jika kita buat desert dengan bahan utama mangga. Selain segar, warna dari buah mangga juga cantik dan bisa menggugah selera. Bagaimana?."
Mario sejenak berfikir. Membayangkan tentang mangga. Buah ranum dengan warna kuning segar serta memiliki aroma yang khas.
"Baiklah, ayo kita coba. Kau tau kan bagaimana proses pembuatannya?."
"Tentu."
"Siip." Mario mengacungkan jari jempol. Mengiring Ruby untuk mempersiapkan seluruh bahan yang dibutuhkan dalam lemari pendingi untuk membuat desert yang sudah ditentukan.
Sesungguhnya bukan tanpa alasan Ruby menggunakan buah mangga segar sebagai menu utama desert. Selain rasa yang enak, Manggo regal dessert juga merupakan hidangan penutup yang paling disukai Sean, dan tentunya Ruby yang paling tau akan hal itu.
Tbc.
ama rio dan selena
lha kalau kayak emak seperti diriku iki dengan body yg lebih berisi dak semok yoo harus di permak bb nya juga😁😁😛😛
perlu rasa percaya kepada pasangan sean