Kaivan, anak konglomerat, pria dingin yang tak pernah mengenal cinta, mengalami kecelakaan yang membuatnya hanyut ke sungai dan kehilangan penglihatannya. Ia diselamatkan oleh Airin, bunga desa yang mandiri dan pemberani. Namun, kehidupan Airin tak lepas dari ancaman Wongso, juragan kaya yang terobsesi pada kecantikannya meski telah memiliki tiga istri. Demi melindungi dirinya dari kejaran Wongso, Airin nekat menikahi Kaivan tanpa tahu identitas aslinya.
Kehidupan pasangan itu tak berjalan mulus. Wongso, yang tak terima, berusaha mencelakai Kaivan dan membuangnya ke sungai, memisahkan mereka.
Waktu berlalu, Airin dan Kaivan bertemu kembali. Namun, penampilan Kaivan telah berubah drastis, hingga Airin tak yakin bahwa pria di hadapannya adalah suaminya. Kaivan ingin tahu kesetiaan Airin, memutuskan mengujinya berpura-pura belum mengenal Airin.
Akankah Airin tetap setia pada Kaivan meski banyak pria mendekatinya? Apakah Kaivan akan mengakui Airin sebagai istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Penantian Wongso
Ketika sebuah bus akhirnya berhenti, Wongso memberi isyarat pada anak buahnya untuk bersiap. Pintu bus terbuka, dan beberapa warga desa turun membawa tas belanjaan.
"Airin ada di dalam?" Wongso langsung bertanya pada seorang ibu yang baru turun.
Ibu itu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Tidak, Juragan. Saya hanya pergi ke pasar, tidak melihat Airin di kota."
Wongso mendengus kesal. Ia berpindah ke seorang pria muda yang turun berikutnya. "Kamu lihat Airin?" tanyanya tajam.
Pria itu menggeleng cepat, terlihat gugup. "Tidak, Juragan. Saya nggak lihat dia."
Wongso mengepalkan tangannya, ekspresi geram tak bisa disembunyikan. "Ke mana mereka? Harusnya sudah balik sekarang!" serunya, lebih kepada dirinya sendiri. Anak buahnya saling pandang, tapi tidak ada yang berani menjawab.
Satu per satu, bus berikutnya lewat, namun hasilnya sama saja. Wongso semakin tak sabar, kakinya menghentak tanah. "Kalau mereka nggak pulang juga, kita cari langsung ke kota! Jangan sampai mereka lolos!" ucapnya dengan nada ancaman, membuat anak buahnya segera mengangguk patuh.
Sedangkan Supar tetap diam, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya di balik ekspresi tenangnya. Dalam hati, ia bergumam, "Airin, aku sudah mencoba menolongmu sebisaku. Sungguh, aku telah berusaha sebaik mungkin. Semoga kau bisa melewati semua ini dengan selamat."
Di dalam bus, Airin tertidur. Wajahnya terlihat lelah, dan tanpa sadar kepalanya terantuk ke lengan Kaivan.
Kaivan, yang duduk diam dengan ekspresi datar, merasakan sentuhan itu. Ia menoleh perlahan, matanya yang masih buram mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya redup dalam bus. Dari pandangan samar, ia bisa melihat siluet wajah Airin yang tenang saat tertidur.
"Apa dia tertidur?" gumamnya dalam hati. Ia sempat ragu, tetapi suara napas Airin yang lembut mengonfirmasi dugaannya.
Kaivan menghela napas panjang. Dengan gerakan hati-hati, ia menyesuaikan posisi kepala Airin, menyandarkannya ke dadanya agar tidak terus terantuk. Samar-samar, ia menangkap bayangan rambut Airin yang berantakan, tetapi tak ada reaksi dari wajahnya.
Kaivan menatap lurus ke depan, pandangannya tetap buram, tetapi ia mulai terbiasa dengan warna dan bentuk yang mulai terlihat samar. Sebuah senyum tipis yang hampir tak kentara muncul di bibirnya, lebih sebagai refleks daripada ekspresi yang disengaja. "Setidaknya dia bisa tidur nyenyak," pikirnya.
Beberapa menit berlalu, bus terus melaju dengan suara deru mesin dan obrolan penumpang sebagai latar belakang.
Tiba-tiba, kenek bus berdiri di depan dan berteriak lantang, “Pemberhentian berikutnya: Gerbang Desa Cikal!”
Airin menggeliat pelan, matanya mulai terbuka. Ia terlihat bingung sesaat, lalu tersentak sadar ketika menyadari kepalanya bersandar di dada Kaivan. Wajahnya memerah, dan ia buru-buru duduk tegak.
“Maaf… aku tertidur,” gumamnya dengan suara pelan, menundukkan kepala karena malu.
Kaivan menoleh samar ke arahnya, meskipun pandangannya belum sepenuhnya jelas. “Tidak apa-apa,” jawabnya singkat, nadanya tetap dingin, namun ada sedikit kelembutan di balik ucapannya.
Airin mengangguk kecil, merasa kikuk tetapi tak berani berkata lebih. Sementara itu, Kaivan memalingkan pandangan ke arah jendela, memastikan mereka hampir tiba meskipun yang dilihatnya hanyalah siluet gelap dan cahaya yang buram.
Suasana di antara mereka kembali sunyi, hanya diiringi suara deru bus yang semakin dekat menuju tujuan mereka.
Saat bus mulai mendekati gerbang desa, kenek berdiri di lorong sempit bus, mengingatkan penumpang. "Ayo, periksa barang bawaannya dulu sebelum turun!" serunya dengan suara lantang.
Airin, yang duduk di dekat jendela bersama Kaivan, segera memeriksa barang-barangnya. Ia memastikan tas belanjaan dan tas kecilnya masih aman. "Kak, kita hampir sampai. Bersiap, ya," ucapnya lembut kepada Kaivan.
Kaivan menoleh sedikit ke arah Airin. "Berikan barang belanjaannya padaku. Kau akan kesulitan turun sambil membimbingku."
Airin menggeleng cepat. "Tidak usah, Kak. Aku bisa mengatur semuanya. Tak perlu merepotkanmu."
Kaivan mendesah pelan, suaranya tetap tenang namun tegas. "Airin, aku buta, bukan tidak berguna. Kau akan kesulitan jika harus mengurus semuanya sekaligus. Biar aku yang membawa."
Airin ragu sejenak, menatap Kaivan yang terlihat serius meskipun pandangannya kosong. Setelah berpikir, akhirnya ia mengalah. "Baiklah, tapi hati-hati, ya," katanya sambil menyerahkan semua kantong belanjaan kepada Kaivan.
Kaivan menggenggam barang-barang itu dengan hati-hati, menyesuaikan pegangan tangannya agar stabil. Sementara itu, Airin berdiri terlebih dahulu, lalu membantu Kaivan berdiri.
Saat bus berhenti di depan gerbang desa, Airin mulai membimbing Kaivan turun. Dengan satu tangan ia memegang erat lengan Kaivan, sementara tangan lainnya memegang kursi penumpang yang dilewatinya untuk menjaga keseimbangan di lorong sempit.
Kaivan berjalan perlahan di belakang Airin, mengikuti langkah-langkah kecil yang dipandu olehnya. Meski terlihat sedikit canggung, ia tetap teguh membawa barang-barang belanjaan itu tanpa keluhan.
Setibanya di pintu keluar bus, Airin membantu Kaivan menuruni anak tangga satu per satu. "Pelan-pelan, Kak. Kita hampir sampai," bisiknya lembut.
Di gerbang desa, Juragan Wongso berdiri dengan tatapan tajam, memperhatikan bus yang berhenti. Wajahnya penuh harap, mencari sosok Airin yang ia tunggu.
Senyuman yang lebih mirip seringai terukir di wajah Juragan Wongso saat matanya menangkap Airin turun dari bus bersama Kaivan. Wajahnya penuh kepuasan sekaligus amarah yang terpendam. Ia menyipitkan mata, menilai pasangan itu dari kejauhan, lalu memberi isyarat halus kepada anak buahnya untuk bersiap.
Sesaat kemudian senyuman pria itu memudar. "Jadi dia benar-benar pergi ke kota bersama pria itu," gumam Wongso dengan nada penuh amarah yang ditekan. Tangannya mengepal di samping tubuhnya, sementara tatapannya tak lepas dari pasangan itu yang perlahan berjalan menjauh dari bus menuju gerbang desa.
Setelah memasuki gerbang desa, Airin mendadak terdiam. Langkahnya melambat, dan firasat buruk tiba-tiba menyeruak dalam dadanya. Matanya menangkap Wongso berdiri bersama beberapa anak buahnya, wajah mereka terlihat tidak bersahabat. Tanpa sadar, Airin memeluk erat lengan Kaivan, mencari rasa aman dari kehadiran pria itu.
Kaivan yang merasakan lengannya dipeluk lebih erat menaikkan alisnya. Meski penglihatannya samar, ia bisa merasakan perubahan suasana. Dengan nada rendah tapi tegas, ia bertanya, "Ada apa, Airin?"
Airin menoleh sedikit, suaranya pelan, hampir seperti bisikan, tapi jelas menyiratkan kecemasan. "Juragan Wongso... dia ada di gerbang desa."
Kaivan menoleh samar ke depan, mencoba melihat melalui pandangannya yang buram. Ia menyipitkan mata, berusaha menangkap bayangan di sekelilingnya. Ia bisa merasakan ada beberapa orang mendekat. Langkah kaki mereka terdengar mantap dan terencana, seperti serigala yang mengintai mangsanya.
Airin menunduk sedikit, menekan rasa takut yang mulai menguasainya. "Ayo kita cari ojek," katanya, mencoba terdengar tenang meskipun suara gemetar tak bisa ia sembunyikan. Ia menarik lembut lengan Kaivan, berharap bisa segera menjauh dari pandangan Wongso dan anak buahnya.
Kaivan mengangguk pelan, meskipun wajahnya tetap tenang, ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Dengan langkah hati-hati, mereka berjalan lebih cepat, mencoba mengabaikan tatapan tajam yang mengawasi mereka dari gerbang desa. Wongso hanya berdiri di tempat, senyumnya semakin lebar, seakan menikmati ketegangan yang dirasakan oleh Airin dan Kaivan.
Airin dengan langkah tergesa menghampiri tukang ojek yang sedang duduk di pangkalan ojek. Ia meminta dua tukang ojek untuk mengantar dirinya dan Kaivan pulang ke rumah. Tanpa banyak bertanya, mereka mengiyakan dan mulai bersiap-siap.
Namun, saat Airin hendak membantu Kaivan naik ke salah satu motor ojek, suara berat dan dingin Juragan Wongso menggema, membuat semua orang yang mendengarnya tertegun.
"Siapapun yang berani menaikkan pria buta itu, aku jamin kakinya akan patah."
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Semangat Thour.
awas lho Airin.... diam-diam tingkahmu bikin Ivan lama-lama tegang berdiri loh . Kaivan tentu laki-laki normal lama-lama pasti akan merasakan yang anu-anu 🤭🤭😂😂😂
mungkinkah Ivan akan segera mengungkapkan perasaannya , dan mungkinkah Airin akan segera di unboxing oleh Ivan .
ditunggu selalu up selanjutnya kak Nana ...
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
aduuh sakit perut ku ngebayangin harus tetap tenang disaat hati sedang kacau balau 😆😆😆
pagi pagi di suguhkan pemandangan yang indah ya Kaivan...
hati hati ada yang bangun 😆😆😆😆
maaf ya Airin.... Ivan masih ingin di manja kamu makanya dia masih berpura-pura buta .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Sebaiknya kaivan lg lama2 memberitahukan kabar baik istrimu dan nenekmu krn airin dan nenek asih sangat tulus dan ikhlas jgn ragukan lg mereka...
Kaivan sangat terpesona kecantikan airin yg alami,,,baik hati sangat tulus dan ikhlas dan dgn telaten merawat kaivan...
Bagus airin minta pendapat suamimu dulu pasti suami akan memberikan solusinya dan keluarnya dan kaivan merasa dihargai sm istrinya....
Lanjut thor........
jgn lm lm..ksh kjutannya .takutny airin jd slh phm pas tau yg sbnrny.
semoga kejutan nya gak keduluan juragan Wongso