Sekuel(Emily:Ketika cinta harus memilih)
Maxime Alexander Lemos pria berusia 37 yang merupakan orang kepercayaan pimpinan mafia paling kejam di Jerman jatuh cinta pada seorang gadis namun cintanya harus kandas terhalang restu dari orangtua gadis yang ia cintai dan meninggalkan luka yang begitu mendalam hingga cinta itu berubah menjadi dendam. Ia pergi meninggalkan semuanya merelakan orang yang ia cintai menikah dengan pria pilihan orangtua.
Hingga berbulan lamanya dan keduanya kembali dipertemukan dengan keadaan yang berbeda.
Bagaimana kisah mereka, yuk simak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Tekad Maxime
"Kenapa menghindariku, hum?," tanya Maxime menautkan jari tangannya dengan jari tangan Amelia dengan lembut meski Amelia tidak merespon tautan tangan mereka tapi melihat Amelia tidak menepisnya membuatnya cukup senang karena gadis itu mulai melunak.
"Amel...kamu tahu jika aku tidak pernah berhasil melupakanmu. Ternyata Tuhan memang mentakdirkan kita bersama. Buktinya pernikahanmu gagal bukan?," ujar Maxime menarik tangan Amelia hingga gadis itu menabrak dada bidang.
"Dan aku tidak lagi berharap kita bersama," jawab Amelia dengan tegas.
Maxime memeluk pinggang Amelia dengan posesif, ia sama sekali tidak mempercayai apa yang dikatakan Amelia. Karena ia masih melihat kilatan cinta dimata gadis itu. Ditambah lagi Amelia tidak menolak sentuhannya saat ini.
"Dan kamu pikir aku percaya dengan apa yang kamu katakan ini, hum?," ujar Maxime makin mempererat pelukannya dipinggang Amelia hingga saat ini tidak ada jarak diantara mereka.
Amelia menelan salivanya dengan pelan, ia bisa merasakan hembusan nafas Maxime yang menyapu wajahnya saat ini. Posisi mereka benar-benar begitu dekat."Lepas Max!," ujar Amelia dengan tegas dan penuh penekanan.
"Coba saja kalau kau bisa," jawab Maxime tersenyum smirk.
Amelia berusaha melepas pelukan Maxime dipinggangnya. Ia benar-benar menyesal berada disini sekarang. Ia pikir ucapan Lulu benar jika Maxime akan bangun siang tapi apa ini pria itu bahkan seperti sudah selesai mandi. Jika tahu begini lebih baik tadi ia kembali ke kamarnya.
"Bagaimana?," ujar Maxime tersenyum puas karena Amelia tidak berhasil melepaskan pelukannya dipinggangnya.
"Max...aku tidak bercanda, ayolah lepaskan!," ujar Amelia mulai merengek.
Namun rengekan Amelianya itu terdengar menggemaskan ditelinga Maxime. Ia tidak akan melepaskan Amelia lagi setelah ini apalagi batu penghalang untuk hubungannya dengan Amelia sudah tidak ada lagi. Keluarganya menerima Amelia dengan tangan terbuka apalagi Adik dan Grandmanya.
"Siapa yang bercanda Amel, aku justru serius denganmu Amel," ucap Maxime berbisik tepat ditelinga Amelia kemudian pria itu melepaskan pelukannya dipinggang Amelia saat melihat Lulu sudah berdiri tidak jauh darinya membawa nampan berisi air minum serta obat untuk Amelia. Maxime menganggukkan kepalanya pada Lulu agar gadis itu segera mendekat.
"Nona, ini obat yang harus anda minum!," ujar Lulu dengan kepala sedikit menunduk karena Maxime masih berada disana duduk di bangku yang tadinya di duduki Amelia sembari melipat kedua tangannya dengan tatapannya tertuju pada Amelia.
"Obat?, obat apa Lulu?," tanya Amelia dengan raut wajah yang tampak bingung.
"Ini obat yang diberikan Dokter Alfa untuk anda minum Nona," jawab Lulu menjelaskan pada Amelia.
Amelia mengangguk pelan dan baru ingat jika kemarin terjatuh dikamar mandi dikarenakan lantai kamar mandi yang licin sehingga kepalanya mengalami cedera.
Amelia mengambil tiga butir obat yang sudah di siapkan Lulu lalu meminumnya dengan cepat."Terimakasih Lulu," ujar Amelia setelah selesai meminum obatnya dan meletakkan gelas kosong kembali ke atas nampan yang dipegangi Lulu.
"Iya Nona, kalau begitu saya permisi dulu," ujar Lulu mundur beberapa langkah ke belakang lalu segara meninggalkan Amelia dan Maxime di taman belakang itu.
"Ehem..."
Amelia tersentak kaget karena deheman Maxime, ia kira pria itu sudah pergi ternyata masih berada disini dan malah duduk di kursi yang tadi ia duduki.
"Aku mengejutkanmu?," tanya Maxime menaikan sebelah alisnya keatas seraya tersenyum tipis.
"Aku pikir kau sudah pergi," jawab Amelia dengan ketus.
"Ini Mansionku Amel, apakah kau lupa. Kenapa aku yang harus pergi," jawab Maxime dengan santainya.
"Ya baiklah, aku akan pergi dari sini," ucap Amelia lalu segara pergi namun tiba-tiba saja ucapan Maxime membuatnya menghentikan langkahnya.
"Tidak akan ada orang yang bisa membawamu pergi dari sini kecuali aku, Amel," jawab Maxime. Pria itu tersenyum miring melihat Amelia menghentikan langkahnya.
"Dan asalkan kau tahu, Kakek Armand masih mencari keberadaanmu," sambung Maxime.
Amelia tidak menjawab ucapan Maxime, gadis itu malah kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Maxime di taman belakang itu sendiri. Ia benar-benar kesal karena Maxime memanfaatkan ketidakberdayaannya saat berdekatan dengan pria itu. Akal dan tubuhnya benar-benar tidak sejalan. Meski akalnya menolak Maxime tapi tubuhnya berkata lain. Tubuhnya begitu nyaman dalam dekapan pria itu.
Sepanjang perjalanan menuju lantai dua kamarnya Amelia terus menggerutu. Bahkan maid yang baru berpapasan dengan gadis itu keheranan melihat tingkah gadis itu.
***
Maxime menyulut rokoknya menatap Lautan lepas dari balkon kamarnya. Ia tengah berpikir bagaimana caranya membawa Amelia pergi dari negara ini. Ia tahu saat ini anak buah Kakek Armand pasti kembali mencari keberadaan Amelia karena tujuan pria tau itu belum tercapai. Lucas berhasil melarikan diri karena kelengahannya. Entah kenapa saat ini ia terdiam begitu saja saat melihat Lucas pergi. Apakah karena wajah Lucas yang memiliki sedikit kemiripan dengan Amelia.
Maxime menghembuskan asap rokoknya ke udara. Pria itu entah kenapa sekarang menjadi pecandu rokok. Padahal sebelumnya ia merokok jika seragam kalut atau banyak masalah saja.
Maxime merogoh ponselnya dari saku celananya, tampak panggilan masuk dari Damian. Pria itu semalam memang tidak ikut dalam penyerangan karena harus menemani Kakeknya yang masuk rumah sakit karena sakit gagal ginjal yang di deritanya.
"Apa ada?," tanya Maxime saat panggilan masuk dari Damian terhubung.
"Kau dimana Max?. Kakek Armand mengamuk karena dia tidak menemukanmu dimana-mana," Damian kembali bertanya.
"Biarkan saja pria tua itu. Aku sudah memutuskan untuk keluar dari keanggotaannya. Jadi aku turun memiliki urusan lagi dengannya," jawab Maxime menghembuskan kembali asap rokoknya ke udara.
"Kau yakin akan keluar Max? bukankah kelompok itu adalah bentukan dari Kakekmu?," tanya Damian.
"Biarkan saja dia yang memimpin, aku ingin hidup dengan normal," jawab Maxime.
"Lalu dimana kau sekarang Max?," tanya Damian.
"Aku sedang menenangkan diri," jawab Maxime yang enggan memberitahu keberadaannya pada Damian. Apalagi tempat ini adalah tempat rahasia tiada satu orang pun yang tahu tentang Mansion ini kecuali Dokter Alfa kemarin yang merupakan satu-satunya orang yang ia percaya.
"Baiklah jika kau tidak mau memberitahu dimana keberadaanmu. Oh ya aku sudah mengirimkan hasil pendapatan kita bulan ini ke rekeningmu. Silahkan di cek," ujar Damian.
"Aku percaya padamu, Dam," jawab Maxime.
"Aku tutup dulu Max, bersenang-senanglah," ujar Damian mengakhiri percakapan mereka.
"Hm.."
Maxime membuang puntung rokoknya dan menoleh pada balkon kamar Amelia. Entahlah kenapa ia merasa gadis itu berusaha menghindarinya. Entah apa yang membuat gadis itu berusaha menjauhinya.
Maxime menghubungi Daddy-nya dan meminta Daddy-nya menggantikannya beberapa hari kedepan di perusahaan. Ia ingin menenangkan diri disini bersama Amelia. Ia bertekad akan meluluhkan kembali hati Amelia. Ia tidak akan melepaskan gadis itu lagi setelah ini. Hanya Amelia yang berhasil mencairkan dinding beku hatinya.
"Tunggu saja sampai akhirnya kau kembali luluh padaku Amel. Dan saat itu tiba aku tidak akan pernah melepaskanku walau sedetik pun," batin Maxime menatap pintu balkon kamar Amelia yang. tertutup rapat.
...****************...
Max jangan bertele tele lagi seharusnya berbincang dengan lemos dan Lukas mengenai Laura sebelum melangkah jauh ,..
aku janji ga akan ganggu kamu🤣🤣🤣