***^^ Cerita ini adalah kisah nyata.
Nama tempat dan tokoh dalam cerita hanya samaran semata, serta ada tambahan-tambahan bumbu di dalamnya. Selamat membaca 🤗🤗 ***^^
Yulia Kinanti, wanita cantik asal desa yang menikah dengan seorang laki-laki dewasa asal kota yang bernama Rama Bagaskara 45 tahun. setelah mereka menikah, Yulia di boyong ke rumah suaminya yang ada di kota.
Namun siapa sangka, sang suami ternyata mempunyai anak laki-laki yang sudah dewasa, dia bernama Dewangga Arya Bagaskara 23 tahun yang seorang mahasiswa.
Dewangga Jatuh hati terhadap ibu tirinya sejak pertama kali melihatnya. namun, Angga berusaha untuk menahannya dan melupakannya, akan tetapi rasa itu tidak bisa di hilangkankan dan justru semakin besar. membuat Angga gila dan melakukan banyak cara untuk mendapatkan hati ibu tirinya. bagaimana kah kisah mereka selanjutnya. ? yuk terus ikuti ceritanya ya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ~ Dewi KEGELAPAN ~, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28.
Hampir petang Yulia baru pulang kerumah, tentu saja bersama Angga. Tapi dia sengaja untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Begitu langkah kakinya masuk ke dalam rumah, Rama langsung saja memeluk dirinya.
" Sayang, akhirnya kamu pulang juga, syukurlah. " Ucap Rama sambil memeluk tubuh sang istri dengan erat.
laki-laki itu bahkan hampir menangis, setelah hampir satu hari memikirkan keberadaan istrinya, yang tak mau mengangkat telepon atau pun membalas pesan darinya.
" Iya sayang, maaf " Lirih Yulia tanpa semangat.
Tak lama kemudian Angga pun masuk ke dalam rumah, seraya menatap cemburu pada pasangan yang saling memeluk itu. Jika saja Rama bukan Ayahnya, sudah dia hajar habis-habisan sejak tadi.
" Lho, Angga. Kok kalian bisa barengan gini pulangnya.? " Tanya Rama, setelah itu dia pun melepaskan pelukannya dan menatap sang anak dengan heran.
" Hm, Tak sengaja ketemu di jalan tadi, istri Papah macam orang Frustasi di pinggir jalan. " Sahut Angga asal.
" Rama sontak menatap sang istri, penuh rasa bersalah. dia menangkup kedua sisi wajah cantik istrinya, lalu mengecup bibir pucat sang istri dengan lembut tepat di depan Angga tanpa rasa malu sama sekali.
" Sayang, maafkan aku. Tolong percaya padaku ya, Aku dan Sivia tidak ada hubungan apa-apa. " Ujar Rama.
" Silvia..?, " Batin Angga, Seketika otaknya menyusun rencana licik.
Bagaiman jika wanita yang bernama Silvia itu, dia ajak kerja sama untuk memisahkan sang ayah dari wanita pujaannya. Pasti Silvia akan bersedia.
Angga bergegas pergi dari sana begitu saja. laki-laki itu segera masuk kedalam kamarnya, dia tidak mau terus menerus menjadi obat nyamuk di antara Ayah dan Ibu tirinya.
" Aku capek banget mas, aku naik ke atas duluan ya." Pamit Yulia, namun tanpa aba-aba Rama mengangkat tubuhnya begitu saja.
" Ah, sayang. Kamu apa-apa'an sih, kenapa aku di gendong segala ?, " Protes Yulia, dia melingkarkan kedua tangannya pada leher suaminya.
Rama tersenyum manis, dia menaiki anak tangga dengan langkah yang hati-hati, tak ingin membuat wanita kesayangannya celaka, jika dia ceroboh.
" Memang nggak boleh, seorang suami ingin memanjakan istrinya ?."
" Malu ada Bik Ijah. " Ucap Yulia. Dia sebenarnya kaget melihat sosok Bik Ijah yang tadi ada di dapur , kapan wanita paruh baya itu datang ? Oh. Mungkin saja tadi siang, ketika dia tidak ada di rumah.
" Biar saja, Bik Ijah juga pernah Muda, bukan ? " Rama Cuek. Mereka sudah sampai di lantai atas, dan segera masuk ke dalam kamar mereka.
" Sudah turunkan Aku, " Pinta Yulia. Rama pun menurunkan tubuh istrinya dengan hati-hati di atas meja rias, dia berdiri di depan istrinya dengan sedikit membungkuk, agar sejajar dengan wajah cantik sang istri yang terlihat sedikit pucat.
" Maafkan aku sayang. lain kali jangan membuat aku cemas seperti ini, aku bisa gila kalau kamu abaikan." Lirih Angga, Yang membuat Yulia semakin merasa bersalah. Dia yang sudah berkhianat, dia yang sudah jatuh dalam jeratan anak tirinya, dia juga yang malah mencurigai suaminya.
Tak terasa air mata Yulia jatuh membasahi pipi, membuat Rama semakin merasa bersalah.
" Hei..kenapa malah menangis ? Aku yang salah. " Ujar Rama, dia mengangkat lebut dagu istrinya.
" Tidak sayang, maafkan aku. Aku bukan istri yang baik." Yulia terus saja terisak, air mata tak henti mengalir dari pelupuk matanya.
Rama sontak memeluk tubuh sang istri, dia mengecup lembut pucuk kepala Yulia dengan mesra.
" Maafkan aku sayang, aku nggak bisa jadi istri yang baik. " Yulia terus mengulang kata-katanya dengan sesenggukan, dia juga membalas pelukan sang suami dengan erat, rasa bersalah begitu menghantam dadanya. Terasa sesak, dan nyaris tak bisa bernafas.
" Jangan menangis lagi, ya sudah.. intinya kita saling memaafkan saja ya sayang." Rama mengurai pelukannya, kemudian menghapus air mata yang masih mengalir di pipi sang istri.
" Maafkan aku sayang, ." Yulia terus saja meminta maaf, andai saja laki-laki itu tau, jika dirinya sudah sangat kotor, entah masih bisa memaafkan dirinya atau justru membencinya.
" Kamu sudah mandi ?" tanya Rama.
" Sudah."
" Ya sudah, aku mandi dulu ya, setelah itu kita sholat magrib bersama, baru turun makan."
Yulia mengganggukkan kepalanya, dia berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian ganti. Tubuhnya terasa gerah, jika harus memakai baju yang sudah melekat di tubuhnya sejak pagi.
Raka tadi sebenarnya sudah membeli gaun untuk kirana, tapi wanita itu tidak mau memakainya. Dia tidak mau membuat Suaminya curiga hanya karena baju yang ia pakai tidak sama seperti yang tadi pagi.
Yulia mengambil gaun yang sederhana, gaun tanpa lengan dengan panjang sebatas lutut. Ia juga membersihkan wajahnya dari debu-debu yang menempel. Yulia menghela nafas dengan kasar, saat teringat kembali dengan dosa-dosa yang dia perbuat beberapa jam yang lalu.
Semoga saja Angga tidak kembali merayu atau mendekati dirinya. Pesona pemuda itu sangat kuat, bahkan Yulia tak bisa menolak sentuhan yang di berikan oleh anak tirinya itu.
******
Suara dentingan sendok garpu yanga beradu dengan piring, mendominasi suasana makan malam saat ini. Tak ada yang berusaha untuk menjalin komunikasi antara satu sama lain. Semua larut dalam pikiran masing-masing.
Angga yang duduk berhadapan dengan pasangan Ayah dan Ibu tirinya, sesekali mencuri pandang pada Yulia. wanita itu tampak sangat kacau, begitu murung dan tak bersemangat.
Makanan yang berada di dalam piring tak kunjung di makan juga, hanya di aduk-aduk saja dan itu membuat Angga gemas ingin menerkamnya kembali.
" Pah, apa mamah sakit.?" Tanya Angga, sambil terus makan seperti biasa, agar tak menimbulkan kecurigaan terhadap dirinya.
" Tidak Angga, Mamahmu hanya sedikit capek saja. " Ucap Rama sembari menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga sang istri, dan itu membuat Angga cemburu hingga meremas sendok yang di pegangnya.
" Bagaimana dengan kuliahmu Angga. ? " Tanya Rama tanpa menoleh dari makanannya.
" Lancar Pah. "
" Syukurlah kalau begitu "
" Sayang..apa kamu kurang enak badan.? Rama berhenti sejenak dari makannya, dan menoleh ke sang istri yang terlihat tidak berselera makan sama sekali.
" Hah, apa sayang ,?" Yulia tergagap dan menoleh ke arah suaminya, yang tampak mencemaskannya.
" Apa kamu merasa tidak enak badan ? " Tanya Rama kembali, seraya menyentuh kening istrinya.
Yulia menoleh ke arah Angga, yang ternyata juga tengah menatap tajam ke arahnya.
" Tidak, hanya sedikit capek saja, nanti juga baikan kalau sudah istirahat. " Yulia mengulas senyum, untuk menghapus kekhawatiran sang suami.
" Serius. ? " tanya Rama.
" Aku boleh naik duluan. ? " Yulia meletakkan sendok dan garpunya di atas piring, bahkan isi di dalamnya belum tersentuh sama sekali, hanya di aduk-aduk saja sejak tadi.
" Tapi, kamu belum makan sayang. "
" Aku belum lapar, nanti malam kalau lapar aku akan membangunkanmu. " Jawab Yulia seraya bangkit dari duduknya.
" Baiklah, apa kamu mau aku antar. ? "
" Ck, tidak usah lebay. Aku tidak akan salah jalan sayang, kamu lanjutkan saja makannya." Jawab Yulia yang hanya di jawab Anggukan dan senyuman dari suaminya.
" Angga, mamah naik dulu ke atas ya. " Ucap Yulia, dia berusaha untuk menunjukkan sikap yang wajar, agar tidak di curigai suaminya.
" Hem." Jawab Angga, dia terus saja memandangi wanita yang sudah mulai menaiki anak tangga itu. Ada rasa bersalah yang mendera, melihat sikap aneh dari Yulia tadi. Memang semua karena ulahnya.