Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan darah dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pembalasan dan Akhir dari Pertempuran
Bulan ke 1, Tahun 1248
Saat ini, di kedua mata Jenderal Harse Greg terpampang Sang Raja dari Kerajaan Kokki’al yang sekaligus seorang jenderal perang di pertempuran itu, Raja Lorrias Eleor, telah jatuh tersungkur tak berdaya di bawah kakinya. Yang berarti sebentar lagi kemenangan atas pertempuran ini akan berada di genggamannya, Untuk The Tiger Kingdom. Akhirnya tangan kanannya pun mengangkat tombak kamayari kebanggaannya, untuk menancapkan ujung tombaknya tepat di jantung Sang Raja dan mengakhiri pertempuran ini.
Tapi bersamaan dengan tangannya yang telah terangkat, terlihat olehnya sekilas oleh kedua matanya sebuah pedang berwarna putih mengayun dari arah samping sebelah kirinya. Dengan cepat ia menurunkan tombaknya yang telah terangkat tinggi itu untuk menghadang serta menepis tebasan pedang itu. Dan suara benturan hebat antara tombaknya yang beradu dengan pedang putih itu terdengar di seluruh medan pertempuran. Telinganya berdengung hebat akibat benturan itu, begitu juga dengan tangannya yang saat ini masih bergetar akibat menerima serangan itu. Tombaknya bergetar hebat oleh tekanan pedang itu, yang berasal dari kecepatan pedang itu sendiri saat menebas. Seumur hidupnya baru kali ini dia melihat pedang yang mengayun dengan begitu cepatnya. Jika saja dirinya tadi terlambat menyadari serangan itu, mungkin tubuhnya akan terbelah menjadi dua.
Kemudian ia menatap dengan cermat pedang itu dan menyadari bahwa pedang putih itu adalah pedang tachi Anemo. Serta sosok yang menyerangnya tadi adalah seorang pemuda, yang dari warna mata dan rambutnya, tidak salah lagi, pemuda ini adalah sosok yang selama ini dijuluki sebagai Sang Iblis WIND. Seorang WIND yang begitu kejam dan tanpa ampun.
“Akhirnya aku menemukanmu!” kata pemuda itu.
Ia pun terkejut bahwa Sang Iblis WIND selama ini telah mencarinya.
“Apa kau ingin membalas dendam atas kehancurnya Kuil Anemos?” tanyanya.
Dan iapun melanjutkan, “Dari yang kulihat seharusnya dirimu terlalu muda untuk mengetahui bahkan mengalami perkara ini. Hai anak muda, darimanakah engkau mengetahui tentang diriku? Dan siapakah yang telah menceritakan hal itu kepadamu?”
“Kau tidak perlu tahu itu,” jawab pemuda itu. Pemuda itu pun melanjutkan, “Yang perlu kau tahu adalah sekarang… saat ini adalah saat dimana ajal akan menjemputmu.”
“Sombong sekali engkau wahai anak muda,” balas Jenderal Harse.
“Kemarilah tunjukkan padaku kebenaran dari segala perkataan yang keluar dari mulutmu.”
Akhirnya pertarungan sengit antara Jenderal Harse melawan Sang Iblis WIND itupun dimulai. Permainan pedang itu, kecepatan itu, dan gerakan-gerakan tubuh itu yang seolah-olah menari-nari dengan lembutnya bersama dengan pedang mengingatkannya kepada sepasang pendekar pedang yang melawannya dengan sengit saat dirinya menyerang Kuil Anemos.
Bukan hanya itu saja, pemuda ini adalah WIND, Sang Pengendali Angin. Harse sadar betul bahwa ia sedang bertarung dengan seluruh angin yang mengitari di sekeliling pemuda itu, di sekelilingnya, bahkan mungkin di seluruh medan pertempuran ini. Hembusan angin membantu tubuh pemuda itu untuk bergerak kesana kemari, menghindari ayunan tombaknya, melompat dan menerjangnya. Bahkan membantu tubuh pemuda ini agar tetap seimbang bagaimanapun bentuk dan posisi dari pemuda ini. Dirinya seperti melawan delapan orang kesatria tingkat tinggi Kuil Anemos.
Ayunan dan tebasan itu perlahan-lahan mulai menyayat dan merobek tubuhnya sedikit demi sedikit. Menyudutkan dirinya, dirinya yang telah dalam wujud manusia harimau, yang selama ini hanya Lord Lott Greg lah yang dapat mendesaknya dalam wujud ini. Pemuda ini, Sang Iblis WIND yang mungkin akan mengakhiri hidupnya. Sekilas terlihat olehnya saat mengawasi pemuda ini sorot mata yang mengingatkannya akan seorang ksatria wanita, ksatria wanita yang pernah menyudutkannya.
Sekalipun wanita itu hanyalah seorang manusia, tanpa Kristal Enichtis. wanita yang bernama Ann Greeya. Akhirnya dirinya menyadari bahwa pemuda di hadapannya ini putra dari Ann Greeya dan Sebastian Greeya, dua ksatria dari Kuil Anemos yang berhasil menyudutkannya.
Pemuda ini adalah kutuk dan karma yang harus ia terima. Dan ayunan serta tebasan-tebasan pedang tachi nan cantik berwarna putih itu semakin dalam mendesaknya, menyayat, serta merobek tubuhnya.
***
Freis nampak begitu gencar menyerang pria yang selama ini ia cari, Jenderal Harse Greg. Gerakan dan permainan pedang miliknya semakin mendesak sang jenderal terkutuk dari The Tiger Kingdom itu. Membuat jenderal itu mulai kehilangan keseimbangan. Akibatnya tebasan pedang miliknya berhasil memberikan sayatan yang cukup besar di bagian dada milik Harse, yang membuat tubuh jenderal itu terhuyung ke belakang. Kemudian pria itu berlutut di tanah sembari tangan kirinya menyentuh dan menggenggam erat dadanya seperti berusaha menahan perih akibat luka itu.
Tapi hal itu tak menghentikan Freis untuk menyerang sang jenderal. Baginya sekarang ini, hanya ada pembalasan dendam atas kedua orang tuanya, kakeknya, dan pembalasan atas segala keputus-asaan yang selama ini ia alami. Kepalanya saat ini telah dipenuhi oleh hasrat membunuh yang mendidihkan seluruh jiwanya serta membutakan hatinya. Baginya seorang pria yang sedang letih dan lemah di hadapannya ini tidak lebih dari sosok manusia bengis dan kotor yang harus ia musnahkan. Hati begitu pula dengan jiwanya telah mati dan terbakar oleh kebencian serta dendam.
Saat ini dirinya tidak ubahnya seperti seekor binatang buas yang sedang kelaparan, yang telah kehilangan nalarnya. Dirinya terus menerjang sang jenderal dari The Tiger Kingdom itu tanpa rasa iba. Pedangnya terus mendesak masuk semakin dalam dan akhirnya merobek tangan kiri, leher bagian kanan, melubangi dan merobek paha kanan milik Harse. Dan akhirnya pedangnya berhasil menembus jantung dari sang jenderal. Terlihat sepasang mata yang memandang dengan pilu ke arahnya.
“Maaf…” tiba-tiba suara itu keluar perlahan dari mulut tubuh yang telah terkulai lemas itu. Dan tubuh sang jenderal itupun jatuh tersungkur di bawah kakinya.
“Kenapa…?” ucapnya perlahan terkejut.
Dan hatinya mulai dirudung pertanyaan-pertanyaan yang menyesakkannya, “Kenapa Kau mengucapkan kata maaf? Apa yang membuatmu berkata seperti itu? Apa alasanmu berkata seperti itu? Bukankah Kau hanya seorang iblis kejam yang tamak akan kekuasaan? Bukan hanya dirimu tapi ras milikmu adalah Ras Harimau yang tamak dan haus kekuasaan. Ras yang bengis dan kejam. Tapi kenapa Kau, seorang Jenderal Besar dari ras sesat itu mengucapkan kata maaf? Kenapa?”
Dirinya terhimpit ke dalam kebimbangan akibat ucapan terakhir yang keluar dari mulut sang jenderal. Entah mengapa pemandangan di kedua matanya kala itu, tubuh yang telah tersungkur di bawah kakinya itu, tak dapat memberikan kelegaan ataupun kepuasan apapun dalam dirinya. Seolah tubuh dan suara terakhir itu membuat hati dan jiwanya semakin terjatuh ke dalam ruang yang begitu gelap dan sesak.
Kemudian ia menatap tubuh yang tak bernyawa itu sejenak dan berjalan pergi menjauh meninggalkan keramaian itu, kebisingan itu. Berjalan menjauh tanpa arah dan tujuan, dengan jiwa dan hati yang tersesat dalam kegelapan dan terhimpit ke dalam kesesakan. Pembalasan dendamnya berakhir dengan kesia-siaan.
***
Para prajurit dari Kerajaan Kokki’al yang melihat kejadian itu, tewasnya Jenderal Harse Greg, secara serentak bersorak dan berteriak dengan lantang.
“Jenderal Harse telah mati! Sang Jenderal Harimau Tewas!”
Mereka semua berteriak saling susul-menyusul seolah ingin menyebarkan kabar kemenangan ini ke seluruh prajurit Kerajaan Kokki’al lain yang ada di medan perang. Dan kabar itu membakar dan membangkitkan semangat para prajurit dari Kerajaan Kokki’al.
Begitu juga sebaliknya, kabar tewasnya Sang Jenderal membuat para prajurit Ras Harimau seketika itu juga jatuh dan putus asa. Tubuh mereka terkulai lemas mendengar dan bahkan beberapa dari mereka melihat sendiri tewasnya Sang Jenderal. Kemudian satu persatu dari mereka pun mulai gugur dan tumbang oleh para prajurit dari Kerajaan Kokki’al.
Saat kabar itu mulai terdengar di tempat pertempuran Frank, para prajurit dari Ras Harimau yang saat itu mengepungnya secara bersamaan mulai terkulai-lemas tak bedaya. Terlihat olehnya keputus-asaan terpancar dari wajah dan mata mereka semua. Melihat hal itu Frank kemudian menyarungkan pisau kerambitnya, dan kemudian berkata,
“Pergilah, menjauhlah dari sini sebelum para prajurit Kerajaan Kokki’al datang kemari dan membunuh kalian semua.”
Para prajurit Ras Harimau yang mendengar perkataan Frank pun terkejut dan berusaha tak mempercayai apa yang ia dengar.
“Pergilah!” seru Frank kembali.
Seolah telah yakin dengan apa yang mereka dengar, mereka berjalan mundur perlahan sambil mengawasi Frank. Dan akhirnya mereka semua pun berlari pergi meninggalkan Frank. Dan perlahan-lahan sosok mereka mulai menghilang dari pandangan Frank.
“Akhirnya selesai sudah,” gerutu Frank pada dirinya sendiri sambil menatap langit dan menghembuskan nafas panjang.
****
“Dan daging dan anggur itu telah kulahap serta kuteguk tak bersisa,
Tapi kenapa diri ini tetap lapar dan haus?
Kenapa dada ini tetap terasa begitu sesak?
Kenapa hati ini tetap dirundung kegelisah?
Kenapa segalanya tetap terlihat gelap?
Dan kenapa jiwa ini terasa semakin tersesat?”
😂
😂