Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Rama dan Syarin merasa cemas saat melihat ekspresi syok Ayahnya, takut kalau penyakit jantung yang diderita Ayahnya akan kambuh kembali.
Tapi kecemasan itu seketika berubah menjadi rasa heran saat terlihat senyum mengembang dibibir Pak Burhan.
"Syukurlah kalau Nak Rama berniat menikahi Syarin, jujur Bapak sempat cemas kalau sampai gak ada pria yang mau menikahi Syarin karena tingkahnya yang urakan."
Rama tertawa kecil saat mendengar ucapan Pak Burhan yang mengkhawatirkan anaknya.
"Saya juga merasa heran Pak, kenapa saya mau menikahi Syarin yang galaknya minta ampun ini, tapi jujur saja, dimata saya Syarin kelihatan manis saat sedang marah-marah." Rama mengulas senyum menatap Syarin.
Pak Burhan bernafas lega saat melihat Rama yang nampaknya benar-benar mencintai Syarin.
Sementara Syarin hanya bisa tersipu malu mendengar percakapan dua pria dihadapannya.
*****
Kondisi Pak Burhan semakin membaik karena mendapat perawatan ekstra, kini giliran Syarin yang bertemu keluarga Rama.
Syarin meremas jari jemarinya, tampak gugup didepan sepasang suami istri yang menatapnya tajam.
"Kamu serius mau menikahi wanita kampungan seperti ini?" Bu Windy menatap Syarin dari atas sampai bawah.
"Aku lebih baik menikahi wanita kampungan dari pada harus menikahi wanita murahan Mam." Rama kini menggenggam tangan Syarin.
"Ya sudah kalau kamu mau menikahi dia, padahal Mami lebih suka kamu menikah sama Vika." Bu Windy mendelikan matanya.
"Mami kan tau sendiri kelakuan Vika dibelakangku seperti apa, dia tega selingkuh sama sekertaris aku sendiri padahal aku udah jaga dia baik-baik selama ini, emang Mami mau punya menantu bekas orang lain?" Jawab Rama tak mau kalah.
"Sudah.. sudah mau kamu menikah dengan siapa pun Papi gak peduli, yang penting kamu bisa punya keturunan buat nerusin perusahan nanti." kali ini Pak Bram angkat bicara.
"Ya udah kalau Papi udah setuju. Mami masih ada acara arisan yang harus Mami hadiri, kamu urus aja pesta pernikahan kalian. Mami terima duduk aja dipelaminan nanti, Mami pergi dulu." Bu Windy berlalu begitu saja meninggalkan mereka.
"Papi juga masih ada meeting, ini kartu Papi, pakai buat semua keperluan pernikahan kalian." Pak Bram menyodorkan sebuah kartu black card dan ikut berlalu meninggalkan mereka berdua.
Syarin diam seribu bahasa melihat tingkah kedua orang tua Rama, dia bahkan belum mengucapkan satu patah katapun tapi mereka sudah berlalu begitu saja.
"Kamu hidup dengan kedua orang tua yang seperti itu?" Syarin berkata sambil menatap kepergian kedua orang tua Rama.
"Yah mau gimana lagi, kita gak bisa minta mau dilahirkan dari orang tua yang seperti apa, kita manfaatin saja yang ada." Rama kini berdiri lalu mengambil black card milik Papinya dan mengajak Syarin juga pergi dari tempat itu.
Syarin merasa kasihan pada Rama, membayangkan betapa kesepiannya Rama hidup dalam keluarga yang seperti itu.
"Udah gak usah melow gitu, aku udah biasa kok hidup kaya gini, Tuhan itu selalu adil terhadap semua umatnya, kamu terlahir dari keluarga yang hangat tapi serba kekurangan, sedangkan aku yang hidup serba ada tapi dengan keluarga yang begitu dingin." Rama berkata seolah tau apa yang kini dipikirkan Syarin saat melihat kedua orang tuanya.
"Bisa bijak juga ternyata kamu." Syarin tersenyum kecil.
"Terus kita mau kemana sekarang?" Sambungnya lagi.
"Kemana lagi kalau bukan mempersiapkan pernikahan kita." Rama berkata sambil melajukan mobilnya.
"Secepat ini?" Syarin membelalak seolah tak percaya.
"Kita udah dapet restu dan orang yang mendanai kita, mau nunggu apalagi." Rama mengangkat kedua bahunya.
"Ciihh bilang aja kamu pengen cepet-cepet balas dendam sama si Vika itu." Syarin memalingkan wajahnya kearah jendela.
"Ternyata kamu cepat tanggap juga." Rama menarik sudut bibirnya.
Mobil yang mereka tumpangi kini berhenti didepan sebuah gedung wedding organizer.
Saat mereka masuk mereka disambut ramah oleh beberapa pelayan.
Gedung itu sengaja dikosongkan hanya untuk mereka berdua, itulah salah satu keunggulan kartu black card yang diberikan Papinya Rama.
Rama sedikit terpesona saat melihat Syarin mencoba beberapa gaun, begitu juga Syarin saat melihat Rama mencoba beberapa jas.
Selesai fitting baju, mereka memilih dekorasi dan make up artis yang masih disediakan ditempat itu.
Hanya tinggal booking tempat untuk acaranya nanti, untuk seserahan Rama punya seorang kenalan yang bisa mengurusnya.
Sekarang mereka menuju kesebuah toko perhiasan, disana juga nampak sama hanya mereka berdua pelanggan saat itu.
Rama membeli sebuah cincin dan kalung berlian sebagai mas kawin, tak lupa sepasang cincin nikah.
Mobil mereka kembali melaju menuju kesebuah pusat perbelanjaan yang kini nampak kosong melompong.
Hanya mereka berdua yang berjalan menyusuri toko demi toko untuk membeli keperluan pernikahan. Yap.. Sultan mah memang bebas.
"Gila ya, ternyata secape ini nyiapin pernikahan, pantesan aja Mami kamu mau terima duduk aja." Syarin menghela napas panjang saat kembali duduk dijok mobil.
"Kita masih belum selesai, kita masih belum pesan undangan." Rama tersenyum merasa puas bisa mengerjai Syarin seharian ini.
Padahal dia bisa saja menyuruh seseorang untuk mempersiapkan semuanya.
"Lagi?" Tanya Syarin yang kini kembali membulatkan matanya.
"Udah anggap saja ini demi kebahagian Ayah kamu." Rama tersenyum menatap Syarin yang hanya dibalas dengan senyuman getir.
Mobil kembali melaju kesebuah toko percetakan.
Mereka memilih desain undangan yang mereka suka dan menentukan berapa jumlah yang akan dicetak berikut dengan daftar nama tamu yang diundang.
"Sekarang udah bereskan?" Syarin kembali menyandarkan dirinya dijok mobil.
"Iya, sekarang kita cari makan, kamu pasti lapar."
"Ya iyalah aku lapar, dari tadi kamu ajak aku kesana kemari tanpa berhenti." Syarin melipat kedua tangannya didada.
"Kenapa gak bilang dari tadi kalau kamu lapar." Rama menyatukan kedua alisnya.
"Ya gak berani lah, aku gak berani minta kalau gak ditawarin." Syarin mengerucutkan bibirnya.
"Ternyata kamu tau sopan santun juga, kirain taunya cuma marah-marah." Rama tertawa kecil.
"Ya taulah, aku kan dididik kedua orang tuaku gak kaya kamu." Syarin kini memalingkan wajah kearah jendela.
Rama tertegun mendengar perkataan Syarin yang memang ada benarnya.
Rama memang sudah diajari tata krama sejak dini, bahkan Rama dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya.
Tapi bukan kedua orang tuanya yang mengajarinya, melainkan oleh seseorang yang ahli dalam bidangnya.
Mereka akhirnya tiba disebuah restoran, Rama memesan beberapa menu makanan yang sekiranya cocok dengan lidah Syarin.
Syarin akhirnya bisa makan dengan lahapnya.
Banyak para pengunjung yang menatap cara Syarin makan, dia menggangkat sebelah kakinya dan makan menggunakan tangan.
Rama hanya bisa mengelengkan kepala melihat Syarin makan dengan lahapnya tanpa memperdulikan orang-orang yang menatapnya.
"Nih cewek kayanya harus aku masukin ke sekolah kepribadian deh, bisa gawat kalau dia makannya kaya gini pas diacara-acara penting." Rama berkata dalam hati.
Selesai makan Rama mengantar Syarin pulang, kini mobil yang mereka tumpangi berhenti didepan sebuah gang sempit.
"Aku turun disini aja, mobilnya gak bisa masuk ke dalam." Syarin membuka pintu mobil.
"Oke, besok aku jemput lagi buat cek persiapan di gedung." Rama membuka kaca jendela.
"Jangan terlalu pagi jemputnya, aku mau bangun siang. Gila!! Rasanya badanku remuk semua." Syarin menggeliatkan badannya.
"Tingkahnya bar-bar tapi kok fisiknya lemah sih." Rama tertawa kecil.
"Enak aja bilang aku lemah, gini-gini juga dulu mantan kuli panggul tau." Syarin memperlihatkan otot lengannya.
"Ya udah sana istirahat, siapin fisik dan mental kamu buat pernikahan kita." Rama tersenyum manis.
"Okey Tuan Rama Abimana." Syarin berkata lalu melengos pergi dari hadapan Rama.
Syarin melangkah memasuki gang menuju kontrakannya namun saat dia berjalan dia mendengar bisik-bisik tetangga yang julid terhadapnya.
"Ehh Bu, liat tuh Si Syarin anaknya Pak Burhan diantar cowok pake mobil." Ibu itu berkata sambil melambai kearah teman-temannya.
"Wah masa sih Bu, emang ada cowok yang mau sama dia? Atau jangan-jangan sekarang dia Open BO buat bayar biaya rumah sakit Ayahnya." sahut Ibu yang satunya.
"Iya kayanya dia sekarang Open BO deh, habis dari mana dia punya uang banyak kalau bukan hasil dari jual diri, biaya operasi kan gak murah Bu."
Mendengar obrolan julid Ibu-ibu itu tentu saja membuat emosi Syarin seketika memuncak.
Dia melirik ada seember air yang biasa dipakai untuk menadah air hujan dan seketika itu juga.....
************
************