Novel ini mengisahkan seorang pemuda lugu yang kekuatannya tertutup racun sejak kecil, dia bertemu dengan seorang kakek yang menolongnya dan memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan para dewa.
Dia punya tubuh antik yang jarang dimiliki oleh banyak orang, tapi titik kekuatan yang dia punya hanya terbuka satu saja, padahal ada tiga titik kekuatan yang harus dibuka untuk setiap orang yang belajar beladiri.
Pemuda ini tidak tahu siapa kedua orang tuanya, dia berpetualang mengelilingi kerajaan-kerajaan hingga akhirnya dapat menemukan orang tuanya yang saat ini kekuatannya sudah hilang sama sekali karena titik kekuatannya sudah dihancurkan semua oleh seorang yang mempunyai kekuatan super power juga.
Orang yang mempunyai kekuatan super power itu ternyata adalah saudaranya sendiri yang menapaki jalan hitam dalam kehidupannya.
Dengan segenap keinginan dan semangat yang membara, tokoh utama dari novel ini mempelajari ilmu spiritual dan berusaha untuk membuka semua titik kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Purwati mulai berlatih ilmu pedang
Didalam pagoda, Rama yang masih tidak tahu arah kemana dia harus melangkah, dia memejamkan matanya dan mulai membuka langkah ketiga dari titik kekuatan pertamanya dan berhasil, hal ini membuat penglihatan rama menjadi semakin tajam, bahkan bisa menembus tembok, dan kepekaan terhadap suara semakin meningkat.
Terlihatlah anak tangga yang menuju pintu ke empat, setelah hampir sampai ke pintu keemat tiba-tiba keluar ular raksasa yang sangat beracun yang pernah meracuni raja itu.
“Oooh, jadi kamu yang meracuni sang raja?”. Tanya Rama
“Baiklah, kalau kau tidak memberi jalan kepadaku, jangan salahkan aku menghisap seluruh kekuatanmu itu, dan racunmu tak akan berguna lagi”. Kata Rama
Ular itu melingkar dengan kepala diatas dan mulut yang terbuka, mengeluarkan asap ungu dan hitam pekat yang dipenuhi racun dan langsung menyemburkannya kepada Rama.
Rama langsung menghisap semua racun yang disemburkan kepadanya itu, tapi mendadak tubuh Rama menjadi terasa kesakitan hingga Rama hampir tidak kuat lagi menahannya, Rama langsung duduk bersila dan bermeditasi memfokuskan dirinya untuk melihat semua nadi didalam tubuhnya, terlihat jika sudah banyak nadi yang warnanya berubah menjadi ungu kehitam-hitaman, Rama langsung menyalurkan energy spiritual dari pil yang masuk ketubuhnya sebelumnya untuk menetralisir racun yang sudah mulai menjalar kenadi-nadinya.
“Jangan sampai racun ini menguasai tubuhku, untngnya belum sampai ke titik kekuatanku yang pertama”. Kata Rama.
Beberapa lama kemudian, Rama kembali berdiri dan langsung saja mengeluarkan keris kayu yang berada dipinggangnya dan memusatkan sebuah kekuatan sehingga keluar cahaya keemasan yang sangat mendominasi disekeliling ruangan itu yang membuat Ular raksasa itu tergeletak lemas dan mengeluarkan sebuah permata berwarna ungu kehitam-hitaman.
“Apa ini?”. Tanya Rama didalam hatinya.
Di arena latihan Raja.
“Pak tua, Kak Rama apakah baik-baik saja disana ya?”. Tanya Purwati
“Tak usah khawatir, tuan muda mempunyai kekuatan yang melebihi kekuatan dewa, dia akan baik-baik saja disana”. Jawab Ki Bauan Abadi
“Adik Kecil, kekuatan apa yang tadi kamu keluarkan?”. Tanya Wicaksana yang sudah turun menghampiri mereka
“A, aku tadi hanya memfokuskan sebuah kekuatan pedang yang aku buat dari daun-daun yang jatuh dari pohon ini kakak”. Jawab Purwati.
“Luar biasa, darimana kamu mempelajari ilmu yang seperti itu?”. Tanya Wicaksana kembali
“Aku diajarkan oleh pak tua ini kak”. Jawab Purwati kembali.
“Pak tua, bolehkah saya menjadi muridmu?”. Tanya Wicaksana dengan mengepalkan kedua tangannya sambil membungkuk
“A, a, anu tuan muda, saya tidak bisa menerimamu menjadi murid saya kalau tuan muda Rama tidak mengizinkannya, nanti saya minta izin dulu, yah”. Kata Ki Buana Abadi.
“Baiklah, bocah itu sudah menghadapi apa saja sebenarnya, sampai mempunyai kekuatan yang begitu luar biasanya”. Gumam Wicaksana didalam hatinya.
Tiba-tiba Rama menghampiri mereka yang sedang berkumpul di arena pelatihan kerajaan.
“Kenapa kalian kumpul disini?”. Tanya Rama
“Hoy bocah, sampai lantai berapa kamu di pagoda itu?”. Tanya Wicaksana
“Aku baru sampai kedepan pintu keempat, tapi rasanya ingin kusudahi dulu, karena aku lapar”. Jawab Rama.
“Walaaaaa, dasar bocah ini, dari dulu sampai sekarang kalau urusan perutnya memang tidak bisa diganggu gugat lagi”. Kata Wicaksana.
“Yuk makan dulu, isi perut sampai kenyaaang, setelah itu kita bercerita lebih banyak lagi sambil menghabiskan malam ini”. Kata Rama sambil mengajak rekan-rekannya makan
“Apa yang kamu temui dipagoda itu?”. Tanya wicaksana sambil melahap daging bebek bakar
“Di lantai pertama aku ketemu bulatan kecil berwarna kuning yang tiba-tiba masuk ketubuhku, dan tidak tahu kenapa, tubuhku terasa lebih kuat dari sebelumnya dan titik kekuatan pertamaku sekarang sudah ditahap akhir, mungkin besok aku sudah bisa memulai untuk membuka titik kekuatan keduaku”. Jawab Rama
“Lalu?”. Tanya Wicaksana yang makin penasaran
“Di Pintu kedua, aku menemukan ini”. Jawab Rama sambil menunjukkan keris kayu yang sudah usang kepa Wicaksana.
“Tuan muda, apakah itu keris Naga Dewantara yang telah lama menghilang?”. Tanya Ki Buana Abadi
“Aku tidak tahu, keris ini awalnya menolak untuk aku pegang, mau tidak mau akhirnya aku serap dulu semua kekuatan yang ada dikeris ini, setelah itu baru mau dia aku pegang”. Jawab Rama.
“Hah? Kau serap semua kekuatan dikeris ini?, jadi keris ini sekarang sudah tidak mempunyai kekuatan lagi?”. Kata Wicaksana dengan kaget dan sedikit marah.
“Santai berooo, Aku hanya menyerap kekuatan yang menolakku saja, keris ini masih kuat seperti sedia kala”. Jawab Rama sambil garuk-garuk kepala.
“Oooh, aku kira kamu benar-benar menyerap semua kekuatan yang ada di keris ini”. Kata Rama.
“Kamu mau?, ambil saja keris itu untukmua”. Kata Rama sambil menawarkan kepada Wicaksana.
“Hah, beneran?, realy? Are you not kidding me?”. Tanya Wicaksana kebingungan dan tidak percaya.
“Ya itu kalau kamu mau, kalau tidak, akan aku kasihkan ke Ki Buana Abadi saja”. Jawab Rama.
“Dasar bocah!, siapa yang tidak mau dikasih keris legendaris yang telah lama menghilang ini!”. Kata Wicak sana sambil menjitak kepala Rama.
“Aduh, sakit”.
“Kak Rama, Purwati tadi habis berlatih ilmu pedang sama ki Buana Abadi dan Purwati sudah bisa mengubah daun yang jatuh dari pohon menjadi pedang yang sangat kuat kak”. Kata Purwati curhat.
“Begitukah?, coba kak Rama ingin lihat seberapa hebat pedang yang kamu keluarkan itu?”. Tanya Rama kepada Purwati.
Purwati berjalan menuju halaman ruang mereka berbincang dan duduk bersila sambil memejamkan matanya, dan keluarlah 6 pedang dari daun yang jatuh terkena angin dari sebuah pohon yang berada dibelangknya, dengan cahaya hijau yang berkilau, lalau naiklah pedang-pedang itu keatas dan menyatu menjadi sebuah pedang besar yang cahayanya benar-benar menyilaukan mata.
“Sudah-sudah, cukup purwati, kalau pedang itu sampai jatuh, hancurlah istana kerajaan ini”. Kata Rama dengan wajah yang lumayan sedikit heran dengan kekuatan Purwati itu.
“Padahal buah yang dikasih oleh mbah Ananta belum aku kasihkan ke Purwati, kekuatannya sudah sebegitu hebatnya? Apakah ini gara-gara mbah Ananta yang memberikan sedikit pengetahuan beladirinya saat digunung itu?”. Hati rama bertanya-tanya.
“Hebat tidak kak?”. Tanya Purwati manja.
“Hebat bwanget adikku yang imoooood”. Jawab Rama sambil mencubit kedua pipinya yang gemoy.
Saat ini Rama sudah berada dikamarnya dan duduk bersila sambil memfokuskan dirinya kedalam kesadarannya, dia sedang mengobati racun-racun yang masuk kedalam tubuhnya, tak lama kemudian
“Aaah, akhirnya racun ini sudah bisa ku netralisir, dan badanku harusnya sudah bisa menahan racun yang lebih ringan dari racun ini nantinya”. Gumam Rama sambil meregangkan badannya.
Keesokan harinya, terlihat sebuah padepokan yang sedang diserang oleh satu orang yang membawa tongkat ular, padepokan itu terlihat porak poranda.
“Rama, kamu dimana?, padepokan ini sedang mengalami serangan yang sangat kuat dari orang yang tidak aku kenali ini”. Gumam Ki Ageng Aksatriya yang sedang terluka parah sambil memegang dadanya dan tergeletak ditanah.
“Padepokan murahan seperti ini, kalian semua!, baik asli murid padepokan ini, atau anggota dari kelompok Geni Pelangi, katakana!, dimana Buana Abadi sekarang!?”. Tanya orang yang memegang tongkat itu.
“Kami tidak tahu kemana perginya mereka, mereka hanya berpamitan ingin mengelilingi seluruh kerajaan yang ada dibenua ini”. Jawab salah satu murid
atas bawah... yg baca jdi rada bingung.