Sebuah pengkhianatan seorang suami, dan balas dendam seorang istri tersakiti. Perselingkuhan sang suami serta cinta yang belum selesai di masa lalu datang bersamaan dalam hidup Gladis.
Balas dendam adalah jalan Gladis ambil di bandingkan perceraian. Lantas, balas dendam seperti apa yang akan di lakukan oleh Gladis? Yuk di baca langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berubah dingin
Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Seperti biasa, Gladis sudah berada di dalam dapur, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga suami brengseknya itu.
Di dalam kamar, Evan terlihat sedang sibuk mencari dasinya. Biasanya setiap hari sang istri selalu menyiapkan pakaian kerja lengkap dengan dasi dan juga sepatunya. Namun, pagi ini sang istri sama sekali tidak menyiapkan pakaian kerjanya, begitupun juga dengan dasi dan sepatu.
Evan sibuk sendiri, ia bolak balik kesana kemari mencari dasi panjang yang di letakan di dalam laci oleh istrinya. Sedangkan dirinya, sama sekali tidak mengetahui dimana sang istri meletakkan dasi itu.
Evan kesal, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit, sedangkan dirinya masih sibuk mencari dasi. Sadari tadi ia memanggil istrinya, namun sama sekali tidak ada sahutan dari sang istri. Padahal, rumah mereka tidak terlalu besar, jadi meskipun istrinya berada di luar, dia pasti akan mendengar teriakan suami yang memanggilnya bukan?
"Astaga... Dimana Gladis menyimpan dasi ku? Kenapa aku cari-cari tidak ada?" Dengan kesal, ia terus berjalan kesana kemari, mencari keberadaan dasinya. Dia sudah seperti mencari keberadaan jarum di atas tumpukkan jerami. Sangat susah di temukan.
"Gladis... Dasiku di simpan dimana? Aku sudah lelah mencarinya tapi tidak aku temukan," teriak Evan sambil terus membongkar setiap laci yang ia lihat.
"Astaga... Kemana perginya istriku ini. Kenapa dia sama sekali tidak menyahut. Bikin aku kesal saja." Evan kembali menggerutu kesal. Sudah di pastikan hari ini ia pasti akan terlambat bekerja.
"Papa beyum beyangkat keyja? Apa papa cudah yibuy? Hoyeeee kita akan peygi jayan-jayan." Ucap Sera yang baru saja terbangun karena berisik. Mendengar teriakan sang papa sedari tadi.
Evan yang sedang kesal pun tidak menanggapi putri kecilnya itu. Ia masih sibuk mencari keberadaan dasinya yang ntah nyelip dimana dasi sialan itu.
"Papa jayan-jayan. Hoyeeee... Kita jayan-jayan. Yeee... "
"Diamlah, Sera. Papa sedang pusing!" seru Evan dengan lantang membuat Sera langsung terdiam dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca.
Gladis langsung masuk ke dalam kamar, ketika ia mendengar suaminya membentak putrinya yang masih kecil itu.
"Kenapa kamu membentak Sera, Mas. Apa kamu tidak bisa berbicara yang lembut sekalipun kamu sedang kesal!" seru Gladis sambil menatap tajam ke arah suaminya. Kemudian ia berjalan menghampiri Sera, lalu memangku gadis kecil itu.
Evan sangat kesal sekali. Di saat dirinya memanggil Gladis tadi, istrinya itu sama sekali tidak menyahut. Tetapi di saat dirinya membentak Sera, sang istri langsung muncul seperti jelangkung.
"Dasiku di mana? Kenapa kamu tidak menyiapkannya? Biasanya kamu selalu menyiapkan pakaian kerjaku setiap hari. Tetapi, kenapa sekarang kamu tidak menyiapkannya. Lihatlah jam itu, gara-gara kamu aku harus terlambat masuk kerja." Ketus Evan tidak mengindahkan ucapan istrinya tadi.
"Dalam laci sana. Kamu bisakan mencari pakai mata, bukan pakai dengkul!" ucap Gladis dengan dingin sambil menunjuk laci yang berada di dalam lemari terbuka. Setelah mengatakan itu, Gladis pun berjalan keuar, tidak memperdulikan suaminya yang menggerutu kesal juga merasa sangat aneh dengan nada bicara Gladis yang begitu dingin.
Evan langsung berjalan menuju lemari terbuka, lalu menarik laci dan mengambil dasinya. Memasang pada lehernya, lalu setelah itu ia pun berjalan keluar dari dalam kamar menghampiri Gladis yang saat ini sedang duduk mengusap puncak kepala putrinya yang tidak sengaja ia bentak tadi.
"Jangan menangis ya, sayang. Papa sedang buru-buru tadi. Jadi, papa tidak sengaja membentakmu." Gladis berkata dengan lembut. Mencoba untuk memberikan pengertian pada putrinya yang kecil itu. Ia tidak ingin putrinya trauma gara-gara mendapat bentakan dari suaminya yang brengsek.
"Mama benar, sayang. Papa tidak sengaja membentakmu tadi. Jadi, papa minta maaf, ya." Evan menimpali ucapan sang istri. Ia segera berjongkok, menatap putrinya dengan perasaan bersalah. "Sini papa peluk dulu, sayang." Evan merentangkan tangan, lalu di sambut oleh putrinya.
Memeluk papanya dengan hangat, membenamkan wajahnya pada ceruk leher sang papa. "Papa jangan mayah-mayah yagi, ya. Ceya takut," ucap gadis itu di sertai isak tangisnya. Baru kali ini ia di bentak oleh papanya. Jadi, wajar saja jika dia sangat takut, dan menangis seperti itu.
"Iya, sayang. Papa janji, papa tidak akan marah-marah lagi sama Sera. Papa minta maaf, ya." Evan melepaskan pelukan putrinya, lalu menghapus air mata yang mengalir dari sudut mata putrinya itu.
Mencium pipi putrinya lembut, lalu membelai wajahnya yang comel itu. "Papa berangkat kerja dulu, ya. Kamu baik-baik di rumah sama mama. Jangan nakal, ok." Kata Evan yang mendapat anggukkan kepala dari Sera.
Evan beralih menatap istrinya. Gladis sedari tadi hanya diam seribu bahasa, ntah apa yang ada di dalam benak wanita cantik itu, Evan sendiri tidak tahu. Yang jelas, sikap Gladis telah membuat Evan merasa aneh sekaligus tidak tenang.
"Sa... "
"Mas, pergilah. Kamu sarapan di tempat kerja kamu saja. Ini sudah siang, kamu pasti akan terlambat," ucap Gladis sengaja memotong ucapan suaminya. Ia sudah muak melihat kemunafikan suaminya. Rasanya Gladis ingin melampiaskan kemarahannya saat ini juga pada sang pengkhianat itu. Namun, ia tidak bisa melakukannya, karena di sana ada Sera yang tidak seharusnya melihat ia bertengkar dengan suaminya yang brengsek itu. Terlebih lagi, Gladis sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan mengikuti permainan suaminya. Maka mau tidak mau ia pun harus berpura-pura bodoh, meskipun hatinya terus memberontak, menyuruh dirinya untuk memukul pria brengsek itu.
"Baiklah, aku berangkat dulu. Kalian baik-baik di rumah. Kalau ada apa-apa langsung hubungin aku." Kata Evan sembari menatap lekat wajah sang istri yang sedari tadi hanya menampilkan raut wajahnya yang datar. Tidak ada senyuman sama sekali, tidak seperti biasanya. Sungguh ini sangat mengganggu pikiran Evan saat ini.
"Ya, aku tahu." Gladis hanya menjawab singkat, tanpa menatap ke arah sang suami. Hatinya terlalu sakit untuk sekedar melihat wajah pria yang telah mengkhianatinya itu. Di tambah lagi dengan kejadian semalan, ketika ia menghubungi suaminya dan dia tidak sengaja mendengar desahan suaminya di seberang telpon, menambah kesakitan yang tengah ia rasakan saat itu. Meksipun Evan berkata bahwa tangannya tidak sengaja terjepit, namun Gladis sama sekali tidak mempercayainya. Gladis sangat yakin jika saat itu, Evan sedang melakukan hal tak senonoh dengan selingkuhannya.
Setelah berpamitan, Evan pun bergegas pergi membawa kakinya meninggalkan berbagai pertanyaan tentang perubahan sang istri yang mendadak itu.
"Ada apa dengan istriku? Kenapa rasanya dia sangat dingin sekali? Apakah ini hanya perasaanku saja? Ah ntahlah, nanti saja aku akan menanyakan langsung kepadanya." Batin Evan seraya mempercepat langkah kakinya menuju mobil berwarna hitam miliknya.
Membuka pintu mobil itu, kemudian ia pun segera masuk. Tak lupa ia juga menutup kembali pintu mobil tersebut, lalu memasang seatbeltnya. Setelah itu, ia pun mulai melajukan kendaraan roda empatnya pergi meninggalkan kediamannya.
Gladis menghembuskan nafasnya, menahan rasa sakit sendirian, rasanya sangat menyiksa. Di tambah lagi, dia tidak bisa melampiaskannya pada siapa pun. Benar-benar sangat menyiksa batin.
Menatap Sera yang sudah tenang, Gladis pun tersenyum. "Mau sarapan, sayang? Mama akan buatkan susu sama nasi goreng udang, kesukaanmu. Bagaimana? Kamu mau?" tanya Gladis yang di anggukki kepala oleh Sera dengan antusias.
"Sebentar ya, sayang. Mama masakin dulu nasi gorengnya. Kamu tunggu dulu di sini, ya." Gladis mencium kening putrinya yang imut dan lucu itu. Lalu setelah itu, ia pun berjalan menuju dapur setelah ia menyalakan televisi mencari tontonan untuk anak kecil, seperti upin dan ipin.
"Kalau aku ingin membalaskan sakti hatiku kepada Evan, maka aku harus mencari seseorang." Batin Gladis sejenak menghentikan langkah kakinya saat ia mengingat mantan kekasih nya yang terus-terusan mengganggu dirinya.
"Darren! Apakah aku harus menggunakan dia untuk membalaskan rasa sakit hatiku ini?" batinnya lagi dengan pikiran yang mulai melayang ntah kemana. Yang jelas, ia sedang memikirkan cara untuk membalaskan rasa sakit hatinya kepada sang suami.
makasih Thor🙏💪