Cerita ini mengisahkan tentang perjuangan pemuda berusia 15 tahun yang mempunyai bakat bermain pedang dan ilmu bela diri yang cukup tinggi dalam menyelamatkan desanya dari penindasan oknum tak bertanggung jawab. Setelah berhasil mendapatkan kebebasan untuk desanya, satu persatu fakta keluarganya terkuak. Dia juga menyadari bahwa Alavarez yang merupakan kepala keluarganya telah di sekap oleh oknum bernama Fikron untuk di jadikan tahanannya. Tidak ada yang tau dimana Fikron mengurung Alarez, bahkan Mijay dan Altan yang menyamar sebagai anak buah Fikron saja masih belum bisa menemukan keberadaan Alvarez. Zafer pemuda 15 tahun itu memutuskan untuk memulai misi penyelamatan Alvarez, dan bersiasat menghabisi rekan-rekan Fikron yang berada di Abu Dhabi dan Oman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Tiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
C34 : ZYAN & DICTO
...𖣁 ࣪࣪ἨΛⱣⱣὙ ᖇ𝚬Λ𝐃𝐥ṆԌ 𖣁...
Siang itu Zehra baru saja selesai mandi. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah pesan singkat dan sebuah video pendek berdurasi 5 detik. Pesan itu ia dapatkan dari nomor Evan. Zehra awalnya tidak mau membacanya, namun karena rasa penasarannya dia terpaksa membukanya. Betapa terkejut Zehra setelah melihat video singkat tersebut itu adalah video dia saat di lecehkan oleh Evan. Banyak bagian yang di potong hingga terlihat seperti Zehra melakukannya karena mau bukan terpaksa.
"Jika kau berani menyebut nama ku. Aku akan menyebarkan video ini, "
Zehra membanting ponselnya dan mulai menangis kencang. Dia semakin tertekan dengan Evan yang mulai memberinya ancaman. Issam dan istrinya yang mendengar kegaduhan dari kamar Zehra langsung berlari ke kamar Zehra.
"ZEHRA BUKA PINTUNYA, " teriak Issam sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Zehra.
"AGHHHHH, " teriak Zehra sambil melempari semua barang-barang yang ada di kamarnya. Issam terpaksa mendobrak kamar Zehra. Pada saat terbuka, hampir saja vas bunga melayang di kepala Issam namun dia bisa menghindar. Zehra terkejut hampir saja lemparannya melukai kakak iparnya. Dia terduduk lemas dan menangis kuat. Kakak perempuannya mendekati Zehra dan memeluknya.
"Kamu jangan seperti ini Zehra. Tidak ada gunanya kamu berdiam diri menangis di kamar seperti ini. Katakan pada kakak siapa yang sudah melecehkan mu? " ucap Issam. Namun lagi dan lagi Zehra teringat ancaman dari Evan yang akan menyebarkan videonya.
"Issam. Sebaiknya kita tunggu sampai Zehra benar-benar membaik, " ucap kakak Zehra.
"Baiklah, " Issam mengangguk lalu pergi keluar dari kamar. Kakak perempuannya lalu membantu Zehra untuk berdiri, dan membaringkannya di ranjang untuk beristirahat.
"Beristirahatlah. Nanti kakak ambilkan makanan untuk kamu makan siang, " setelah kakak nya itu pergi. Zehra menarik selimut menutupi semua tubuhnya. Dan perlahan memejamkan matanya. Sementara itu Issam di ruang tamu melamun memikirkan kasus adik iparnya tersebut. Selain itu dia juga memikirkan Jay. Kenapa Jay tidak melindungi Zehra.
...· . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . ·...
Sementara itu di rumah sakit Jay sudah sadar. Kondisi juga sudah mulai membaik. Altan, Zafer, dan rekannya bersama dengan Eshma juga datang ke rumah sakit untuk menjenguk kondisi Jay.
"Kak Jay. Kau sudah mendingan?"
"Lumayan, "
"Kak sekarang bagaimana? Polisi sedang mencari kita, "
"Naashir. Kak Jay baru aja sembuh. Jangan di ajak berpikir dulu, " tegur Altan.
"Kalian gak perlu khawatir, " sahut Veyna yang tiba-tiba muncul. "Kakak sudah dapat solusinya, "
"Gimana caranya kak?" Veyna tersenyum dan sedikit berjalan mundur seperti memberi ruang seseorang untuk masuk. Mereka semua merasa kebingungan ketika melihat dua pria tua dengan pakaian serba hitam menggunakan masker dan juga kacamata. Dicto dan Zyan sengaja memakai penyamaran seperti itu agar tidak ada yang melihat mereka datang. Dicto membuka jacket nya, lalu masker dan juga kaca mata.
"DAD?" Tegur Altan kebingungan melihat ayahnya. Dicto tersenyum lalu mengangkat kedua alisnya bersamaan.
"Jadi kau punya ayah?" Tanya Umar.
"Jadi selama ini kau mengira aku yatim begitu?"
"Tidak. Aku pikir kau yatim piatu, "
"Kau-"
"Jangan marah dulu. Aku tidak pernah melihat kedua orang tua mu di sini. Kau selalu mengekor pada kak Jay, " sambung kembali Umar. Mendengar itu Dicto tertawa begitu juga dengan yang lainnya. Di saat semua sedang tertawa, Altan diam-diam sedikit mendekati Jay dan mulai berbisik padanya.
"Kak Jay, " bisik Altan.
"Hum?"
"Tolong bantu aku menjaga image ku depan daddy ku ya. Terutama depan anak-anak ini. Ku mohon, " pinta Altan pada Jay.
"Iya. Iya, " sahut Jay.
Selain Dicto, Zyan juga membuka jacket, masker, lalu kacamatanya. Zafer tertegun melihat Zyan berada tepat di depan matanya.
"Paman Zyan, " Altan langsung menghampiri Zyan dan memeluknya.
"Hei. Ayah mu ada di sini tapi kau malah memeluk orang lain?" Tegur Dicto.
"Dad. Aku sudah bosan memelukmu. Sekarang gantian aku memeluk paman Zyan. Paman Zyan kan juga sudah seperti ayah bagiku, " Dicto gemas dengan putranya dan menariknya ke pelukan. "Shh aw, " jerit Altan saat Dicto memegang tangannya.
"Kenapa tangan mu?"
"Tidak ada dad. Ini hanya luka kecil, " Dicto tentu tidak percaya dan langsung membuka lengan baju Altan. Rupanya luka itu adalah luka sayatan yang cukup panjang.
"Luka sepanjang ini kau bilang luka kecil? Ayo ikut ayah. Kita akan meminta perawat untuk mengobati luka mu, "
"Daddy. Ini hanya luka biasa untuk pria jantan sepertiku, " ucap Altan. Dicto tersenyum keheranan mendengar perkataan itu dari putranya.
"Pria jantan? Coba sini, " Dicto mengambil tangan Altan yang tadi terluka dan sedikit menekannya.
"A-a-aww. Dad, "
"Altan untuk menjadi pria jantan kau harus bisa menahan rasa sakit apapun itu, " sahut Zyan.
"Dengar kata paman mu?"
"Iya, iya, " Altan berbalik menatap teman-temanya yang saat ini sedang menertawakan dirinya.
"Kenapa tertawa?"
"Ah ti-tidak. Kami hanya melatih tawa di saat terluka. Kan kakek Zyan sendiri yang mengatakan nya kalau ingin menjadi pria jantan kita harus siap menahan rasa sakit apapun itu. Benar begitu kakek?" Ucap Zafer yang seketika membuat semuanya diam kebingungan. Zafer tersadar bahwa dia sudah menyebut Zyan dengan sebutan kakek di depan semua orang.
"Ah maaf. Aku-"
"Berapa usia mu nak?"
"15, "
"Tidak usah minta maaf. Usia mu sama seperti cucu ku Esmes. Panggil saja aku kakek. Dan yang lain juga boleh memanggilku kakek. Kalian mengerti?"
"Mengerti kakek, " sahut rekan Zafer bersamaan. Zafer tersenyum tipis kepada Zyan.
...· . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . ·...
Singkat cerita. Veyna di bantu Dicto pergi mengurus administrasi Jay. Setelah memeriksa kondisi Jay, dokter mengatakan bahwa dia sudah boleh di bawa pulang. Mereka pun bersama kembali ke markas. Veyna telah menyiapkan banyak makanan untuk mereka semua siang itu. Di tengah makan siang, mereka juga membahas situasi di kota tersebut. Jay juga memberitahu apa yang Issam minta padanya. Zyan lalu memberikan arahan untuk mereka semua pada misi selanjutnya.
"Zafer, " panggil Zyan.
"Iya kakek?"
"Malam ini kau ikut dengan ku dan juga Dicto ke kantor polisi. Naashir, Athaar, dan Umar juga ikut, "
"Baik kakek, " jawab mereka bersama.
...· . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . · 𐙚· . . ·𐙚 · . . ·...
Malam harinya. Mereka berangkat ke kantor polisi menggunakan 2 mobil. Kebetulan seluruh polisi sedang berkumpul di kantor polisi pusat kota untuk kasus kematian Carlos.
"Kakek. Kau yakin tidak ada anak buah Ghani di sini?" Tanya Zafer.
"Entah. Walaupun ada pun mereka bisa apa?"
Kedatangan mereka tentu membuat seluruh polisi kebingungan. Mereka sudah mengumumkan tidak akan menerima laporan kasus apapun itu sebelum kasus kematian Carlos terpecahkan. "Zafer kau ingat tugas mu?" Zafer mengangguk dan langsung turun dari mobil. Begitu juga dengan ketiga temannya yang ikut turun.
"Hei nak. Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Aku ke sini ingin mengambil bajuku, " mendengar ucapan Zafer, seluruh anggota kepolisian tertawa.
"Nak. Apa kau tidak bisa membaca? Di sini kantor polisi bukan laundry, "
"Heh pak. Bapak pikir saya ke sini mau mengambil baju laundry. Saya ke sini mau mengambil baju yang kalian temukan di hutan malam kejadian Carlos terbunuh, " tawa yang tadi menggema berubah menjadi menegangkan saat Zafer menyebut baju itu adalah bajunya. Salah satu polisi mengambil sebuah kantong yang berisikan baju.
"Apakah ini baju mu?"
"Ya. Kenapa? Apa kalian ingin mencucikan nya?" Para polisi itu kesal dan langsung memerintahkan semua anak buahnya untuk menangkap Zafer.