Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28- Membujuk Gadis
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Yusuf dan ibunya mempersilahkan Najwa dan Vanno masuk kedalam dan menghidangkan minuman untuk kedua tamunya itu. Diruang tamu, mereka berbincang-bincang.
"Jadi, kalian berdua ini orang tuanya Gadis?" tanya bu Santi memastikan.
Najwa dan Vanno mengangguk serempak.
"Iya, Bu, benar. Perkenalkan, saya Vanno Sanjaya. Dan ini istri saya, Najwa." Vanno memperkenalkan diri serta istrinya yang duduk disebelahnya. Najwa tampak sedih karena sikap Gadis tadi.
"Perkenalkan, saya Yusuf, dan ini ibu saya." Yusuf memperkenalkan diri dan menunjuk ibunya yang duduk disampingnya.
"Nama saya Susanti, panggil saja Santi."
"Jadi, Gadis itu masih punya keluarga? Berarti, selama ini dia sudah bohong," desis Yusuf mencoba menelaah keadaan.
"Iya, dia bilang sudah tidak punya siapa-siapa lagi," timpal bu Santi yang membuat Vanno dan Najwa semakin merasa sedih, terutama Vanno yang semakin merasa bersalah karena semua ini terjadi gara-gara dirinya.
"Ini semua memang kesalahan kami yang terlalu mengekangnya. Makanya, dia jadi sakit hati dan memilih untuk tidak pulang," lirih Najwa dengan wajah menunduk sedih.
"Ini semua memang kesalahan saya. Dan saya sangat berterima kasih pada kalian, karena sudah menampung dan menjaga putri kami selama ini," timpal Vanno yang lebih merasa bersalah dari istrinya. Dan dia sangat berterima kasih pada Yusuf dan ibunya.
"Sepertinya, untuk saat ini Gadis masih marah. Kalau bisa, beri saya waktu untuk bicara dengannya sebentar," pinta Yusuf.
Najwa dan Vanno saling beradu pandang.
"Iya, tentu saja. Justru saya sangat berterima kasih karena kamu bersedia membantu kami untuk bicara dengannya," jawab Vanno dengan wajah berbinar-binar.
🌻🌻🌻🌻🌻
Yusuf masuk kedalam kamar ibunya. Dia berjalan mendekati ranjang dimana Gadis sedang duduk bersandar pada kepala ranjang. Dia duduk di permukaan pinggir ranjang didepan Gadis.
"Mereka sudah pulang?" tanya Gadis cemberut.
"Mereka siapa? Orang tua kamu?"
Gadis memalingkan wajahnya tanpa menjawab pertanyaan Yusuf.
"Mana bisa mereka pulang, kalau kamu masih disini? Sedangkan, tujuan mereka datang kemari hanya untuk menjemputmu."
"Kalau begitu bilang saja, aku tidak mau ikut pulang bersama mereka. Aku masih mau tinggal disini."
"Dis, kamu nggak boleh begitu Mereka itu orang tuamu. Dan mereka sangat menyayangimu. Jadi, tidak sepantasnya kamu bersikap dingin dan ketus. Karena itu akan menyakiti perasaan mereka." Yusuf menasehati dengan suara lembut.
"Kata siapa mereka sayang sama aku? Buktinya, mereka membuang aku sama tante cerewet itu. Untung itu tante-tante udah aku kasih pelajaran," tukas Gadis mengutas senyum miring mengingat bagaimana dia memberi pelajaran pada Marina karena telah membohongi dan mengajaknya ribut.
"Pelajaran? Maksudnya?" tanya Yusuf bingung.
"Udah, Mas Yusuf nggak perlu tau. Yang jelas aku masih mau disini, daripada harus ikut mereka," ucap Gadis bersikeras.
"Dis, tapi kamu itu masih punya rumah. Kamu masih punya orang tua. Dan, kamu masih jadi tanggung jawab mereka. Setiap orang tua itu menyayangi anaknya. Dan apapun yang mereka lakukan, itu adalah bentuk dari kasih sayang mereka. Cara mereka untuk mendidikmu karena mereka hanya ingin yang terbaik buat kamu."
"Emangnya, Mas Yusuf udah nggak suka ya, aku tinggal disini? Takut, Rebecca-Rebecca itu makin salah paham kalau aku disini?" tanya Gadis cemburu saat kembali mengingat sosok Rebecca. Apalagi sikap Yusuf yang menginginkannya pergi dari sana, membuatnya berpikir penyebabnya pasti perempuan itu.
"Dis, ini tidak ada hubungannya dengan siapapun, termasuk Rebecca. Demi Allah, saya dan ibu sama sekali tidak keberatan dengan keberadaanmu disini. Tapi, kamu tidak bisa selamanya tinggal bersama kami. Apa kata tetangga, kalau kamu lama-lama disini?"
"Memangnya, apa kata mereka?"
"Bisa-bisa, nanti kita terkena fitnah."
"Fitnah apaan sih, Mas? Kan kita nggak ngapa-ngapain."
Yusuf mengangguk.
"Iya, memang kita bisa saja bilang seperti itu. Tapi, belum tentu mereka akan percaya kan? Memang tidak baik, bagi seorang gadis tinggal satu atap dengan pria yang bukan muhrimnya."
🌻🌻🌻🌻🌻
Setelah pembicaraannya dengan Yusuf, akhirnya Gadis setuju untuk pulang bersama orang tuanya.
"Cucu Oma." Bianca yang sangat bahagia karena cucunya pulang, menyambutnya dengan pelukan hangat dan penuh sayang.
Gadis membalas pelukan omanya ala kadarnya. Walau dia juga merindukan keluarganya, namun dia tidak mau terlalu menunjukkannya. Apalagi, dia juga masih kecewa pada mereka semua yang sudah kong kalikong membohonginya.
"Akhirnya kamu pulang juga, sayang. Kamu kemana saja? Oma sangat cemas memikirkanmu."
"Nggak kemana-mana, Oma. Cuma malas aja pulang kesini, soalnya aku pikir semua orang dirumah ini nggak ada yang mau aku disini," jawab Gadis acuh.
"Sayang, kok kamu bicaranya begitu? Oma, orang tua dan juga adikmu, sangat menyayangimu. Bahkan kami sangat panik saat tau kamu menghilang. Dan, sekarang kami sangat senang karena kamu sudah kembali lagi kesini. Kamu jangan pernah berpikir kalau kami tidak menyayangimu ya. Dan kamu juga harus berjanji, jangan pernah pergi lagi," pinta Bianca tegas.
"Ya... Tergantung sih, Oma."
"Maksudnya?" Bianca mengernyit bingung.
Najwa dan Vanno saling beradu pandang dengan bingung mendengar ucapan sang putri.
"Kalau kalian masih suka ngatur-ngatur dan mengekang aku, aku nggak bisa janji nggak akan pergi lagi."
"Iya, sayang, Oma janji, tidak akan pernah mengatur atau mengekangmu," jawab Bianca mengalah.
"Sebenarnya sih, aku percaya sama Oma soalnya kan Oma itu baik, lembut, penyayang, pengertian. Tapi nggak tau deh kalau papa. Bisa seperti Oma juga nggak ya?" Gadis menyindir Vanno.
Najwa mengapit lengan suaminya dan menariknya agar sedikit menjauh dari sana.
"Bie, kamu kan sudah janji, kalau Gadis ketemu, kamu akan membebaskan dia untuk melakukan apapun yang dia inginkan. Kamu tidak akan mengingkarinya kan? Kamu tidak mau kan kita sampai kehilangan Gadis lagi?" desis Najwa menatap suaminya penuh harap.
Gadis yang dapat mendengar ucapan mamanya merasa puas dan menang. Ternyata ada untungnya juga dia kabur. Orang tuanya jadi tidak bisa berkutik lagi. Gadis berusaha menyembunyikan perasaan senangnya. Dia masih memasang sikap cuek dan datar.
Vanno menarik nafas dalam-dalam, lalu kembali mendekati putri dan ibunya.
"Iya, sayang, papa janji, mulai sekarang kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau. Tapi kamu harus janji, jangan pernah kabur lagi," ucap Vanno yang terpaksa mengalah.
Walau dia kecewa karena tidak akan memiliki peluang lagi untuk mengubah putrinya, namun itu jauh lebih baik daripada dia harus kehilangan putri kesayangannya. Setidaknya, Gadis tetap bersama mereka walau bagaimanapun keadaannya.
Keputusan Vanno membuat semua orang tersenyum lega, terutama Gadis yang tidak bisa lagi menahan senyum saking puasnya.
"Oke. Kalau soal itu, Papa tenang saja. Gadis janji, nggak akan pergi lagi," seru Gadis dengan gembiranya.
"Yeaaayy! Sekarang latihan bola, lanjut tinju!!" Gadis bersorak dan melompat kegirangan sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sebelum berlari menuju kamarnya.
Najwa dan Bianca hanya bisa menatap kepergiannya sambil tersenyum dan geleng-geleng kepala. Mereka senang karena kini permasalahan Gadis dengan Vanno telah selesai.
Sedangkan Vanno, hanya bisa merutuki kebodohannya yang terlalu lemah menghadapi istri dan putrinya.
BERSAMBUNG