Felicia, seorang mahasiswi yang terjebak dalam hutang keluarganya, dipaksa bekerja untuk Pak Rangga, seorang pengusaha kaya dan kejam, sebagai jaminan pembayaran utang. Seiring waktu, Felicia mulai melihat sisi manusiawi Pak Rangga, dan perasaan antara kebencian dan kasih sayang mulai tumbuh di dalam dirinya.
Terjebak dalam dilema moral, Felicia akhirnya memilih untuk menikah dengan Pak Rangga demi melindungi keluarganya. Pernikahan ini bukan hanya tentang menyelesaikan masalah utang, tetapi juga pengorbanan besar untuk kebebasan. Meskipun kehidupannya berubah, Felicia bertekad untuk mengungkapkan kejahatan Pak Rangga dan mencari kebebasan sejati, sambil membangun hubungan yang lebih baik dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi'rhmta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Hati yang Terbuka
Malam itu, hujan badai menerjang kota. Angin bertiup kencang, menghantam rumah besar Rangga dengan ganas. Tiba-tiba, mati lampu. Kegelapan menyelimuti seluruh rumah, hanya suara gemuruh hujan dan angin yang terdengar.
Lusi, yang sedang berada di ruang kerja Rangga, merasakan getaran kuat. Ia melihat Rangga sedang memeriksa jendela-jendela yang bergetar hebat. Tiba-tiba, sebuah pohon besar tumbang dan menghantam salah satu jendela ruang kerja, menimbulkan suara pecahan kaca yang nyaring.
"Pak Rangga!" seru Lusi, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Rangga, yang terluka ringan di lengannya, mencoba untuk tetap tenang. "Tenang, Lusi. Kita harus keluar dari sini."
Mereka berdua berusaha untuk keluar dari ruang kerja, namun jalan keluar utama terhalang oleh reruntuhan pohon. Lusi melihat sebuah jendela kecil di sisi lain ruangan.
"Pak Rangga, kita bisa keluar melalui jendela ini!" seru Lusi, menunjuk ke jendela kecil tersebut.
Rangga mengangguk, meski lengannya terasa sakit. Mereka berdua dengan susah payah membuka jendela kecil tersebut dan berhasil keluar dari ruang kerja. Mereka berlari menuju ruang aman yang telah disiapkan Rangga sebelumnya.
Di dalam ruang aman, Lusi membersihkan luka Rangga dengan kain bersih. Rangga menatap Lusi dengan penuh kekaguman.
"Kau sangat berani, Lusi," kata Rangga, suaranya terdengar lembut. "Aku tidak tahu harus berbuat apa tanpa bantuanmu."
Lusi tersenyum tipis. "Sama-sama, Pak Rangga. Kita harus saling melindungi."
Mereka berdua duduk berdampingan, suasana tegang kini telah berganti menjadi hangat. Di luar, hujan badai masih mengamuk, tetapi di dalam ruang aman, terasa ketenangan dan rasa aman.
Momen tersebut telah mempererat hubungan mereka, menunjukkan betapa mereka saling peduli dan saling melindungi. Di tengah badai kehidupan, mereka menemukan kekuatan dalam kebersamaan. Mereka saling menguatkan, saling melindungi, dan saling mencintai.
Senja menyelimuti kota. Di balkon rumah besar Rangga, Lusi dan Rangga duduk berdampingan, menikmati secangkir teh hangat. Suasana terasa tenang dan nyaman. Setelah kejadian badai beberapa hari lalu, hubungan mereka terasa lebih dekat dari sebelumnya.
"Pak Rangga," Lusi memulai, suaranya sedikit ragu-ragu. "Saya ingin bercerita sesuatu."
Rangga meletakkan cangkirnya, menatap Lusi dengan penuh perhatian. "Tentu, Lusi. Ceritakan saja."
Lusi menarik napas dalam-dalam, kemudian menceritakan tentang masa kecilnya yang sulit, tentang perjuangannya untuk meraih pendidikan, dan tentang mimpinya di masa depan. Ia berbicara dengan jujur dan terbuka, tanpa ragu-ragu.
Rangga mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk atau memberikan komentar singkat. Ia terkesan dengan kekuatan dan ketabahan Lusi. Setelah Lusi selesai bercerita, Rangga terdiam sejenak.
"Lusi," kata Rangga, suaranya terdengar lembut. "Ceritamu sangat menginspirasi. Kau wanita yang luar biasa kuat dan tegar."
Lusi tersenyum, merasa lega telah berbagi rahasia tersebut. Kemudian, Rangga mulai menceritakan tentang masa kecilnya, tentang kehidupannya yang selalu terkekang oleh tuntutan keluarga, dan tentang keraguannya dalam mengambil keputusan. Ia juga berbicara tentang ketakutannya akan kegagalan.
Lusi mendengarkan dengan penuh empati, memberikan dukungan dan semangat kepada Rangga. Ia menyadari bahwa di balik sosok Rangga yang dingin dan tegas, tersimpan hati yang lembut dan rapuh.
Setelah mereka saling berbagi rahasia, suasana terasa lebih hangat dan intim. Terdapat keheningan yang nyaman di antara mereka, hanya diiringi suara jangkrik yang bercicitan. Pandangan mereka bertemu, dan di antara tatapan tersebut, terasa getaran yang berbeda.
Sebuah ketertarikan yang tak terbantahkan mulai muncul di antara mereka, menambah dimensi baru dalam hubungan yang semakin dekat. Di bawah langit senja yang indah, mereka menyadari bahwa ikatan yang terjalin di antara mereka telah melampaui batasan profesional, berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berarti.