Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Keluarga yang Utuh
****
Malam itu, di dalam ruangan rawat Hanin, kehangatan keluarga mengisi setiap sudut. Meski hanya berada di rumah sakit, suasana seperti ini sudah lama tidak dirasakan oleh Manaf. Keluarga Omar, yang biasanya terpisah oleh waktu dan jarak, kini berkumpul bersama. Rasya dan Chana, dua anak yang selalu membawa keceriaan, terus menghidupkan suasana, sementara Manna dan Malika tampak menikmati kehadiran cucu-cucu baru mereka.
“Malam ini istimewa sekali. Sudah lama kita tidak merasakan kebersamaan seperti ini, Manaf.” ucap Manna tersenyum
“Benar. Rasanya sudah puluhan tahun tak melihat kalian berkumpul seperti ini.” ucap Malika mengangguk.
“Kebersamaan ini… sesuatu yang aku impikan sejak lama.” ucap Manaf tersenyum hangat.
Di sisi lain, Mahreeen duduk di sebelah Manaf. Wajahnya tersipu setiap kali tatapan mata Manaf tertuju padanya, seolah ada sesuatu yang selalu ingin diungkapkan Manaf. Dia merasa gugup, namun juga nyaman, terutama ketika tangan Manaf menggenggam tangannya erat-erat di bawah meja.
“Sayang, aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Aku tak tahu bagaimana menggambarkannya. Semua terasa begitu sempurna malam ini, terutama karena kamu ada di sisiku.” Manaf berbisik ke Mahreeen.
Mahreeen menunduk malu. Suara lembut Manaf begitu menyentuh hatinya, membuatnya tak kuasa menahan senyum yang muncul di bibirnya.
“Aku juga tidak menyangka akan ada momen seperti ini, Manaf. Setelah semua yang kita lalui… rasanya seperti mimpi.” ucap Mahreeen terisak kecil.
“Bukan mimpi, Sayang. Ini nyata. Dan aku ingin setiap momen seperti ini bersamamu.” lirih Manaf dengan tertawa kecil.
Suasana semakin romantis ketika Manaf mendekatkan wajahnya ke telinga Mahreeen, berbisik lembut.
“Kamu tahu? Saat pertama kali melihatmu, aku tidak pernah berpikir bahwa kamu akan mengubah hidupku sepenuhnya. Tapi sekarang, aku tidak bisa membayangkan hari-hariku tanpamu.” ucap Manaf berbisik lebih dalam.
“Manaf… kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku terharu. Tapi… aku juga merasakan hal yang sama. Kamu adalah kekuatanku.” ucap Mahreeen tersipu, menatap Manaf dalam-dalam.
Manaf tersenyum penuh cinta dan menggenggam tangan Mahreeen semakin erat. Mereka duduk berdekatan, seolah dunia di sekitar mereka tak lagi penting. Chana yang melihat kedua orang dewasa itu dalam keintiman pun langsung berseru riang.
“Ibu malu-malu sama Om Manaf!” ucap Chana tertawa kecil.
Hanin yang mendengar gurauan Chana ikut tertawa kecil, meskipun tubuhnya masih lemah. Suasana seketika dipenuhi tawa dan canda, membuat segalanya terasa lebih hidup. Malika pun tak kuasa menahan senyum, melihat kebahagiaan yang menyelimuti anak sulungnya dan Mahreeen.
“Kalian berdua terlihat sangat serasi. Aku berharap kalian bisa terus seperti ini, ya.” ucap Malika tersenyum hangat.
“Itu yang aku inginkan, Mama. Aku ingin membangun hidup yang baru dengan Mahreeen dan anak-anak.” ucap Manaf mengangguk.
Mahreeen, yang mendengar kata-kata itu, merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Keberanian Manaf untuk berbicara tentang masa depan di depan keluarganya membuatnya tersentuh, namun juga gugup.
“Manaf, kamu benar-benar yakin dengan ini semua?” tanya Mahreeen berbisik pelan.
“Aku lebih dari yakin, Mahreeen. Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Aku tidak ingin membuang waktu lagi. Aku ingin kita bahagia.” ucap Manaf tersenyum yakin.
Mahreeen terdiam, matanya tak lepas dari wajah Manaf yang penuh dengan ketulusan. Dalam hatinya, dia tahu bahwa pria di depannya ini adalah seseorang yang selalu ada untuknya, yang selalu siap memberinya cinta dan perlindungan.
“Manaf… aku juga ingin kita bahagia. Tapi… aku hanya khawatir. Apakah semua ini akan baik-baik saja?” tanya Mahreeen setelah menghela napas lembut.
Manaf mengangguk, matanya menatap Mahreeen dengan penuh keyakinan.
“Aku tidak akan membiarkan ada yang menghalangi kebahagiaan kita, Mahreeen. Kita sudah terlalu lama hidup dalam bayang-bayang. Sekarang, saatnya kita menjalani hidup ini dengan jujur dan terbuka.” ucap Manaf menenangkan.
Perkataan Manaf membuat Mahreeen merasa lebih tenang. Dia mengangguk pelan, seolah memberikan restu pada dirinya sendiri untuk melanjutkan perjalanan ini bersama Manaf. Di tengah percakapan mereka yang semakin dalam, Chana tiba-tiba melompat ke arah Mahreeen.
“Ibu, Om Manaf sayang banget sama ibu!” cletuk Chana tertawa riang.
Mahreeen hanya bisa tertawa kecil, merasa malu dengan tingkah laku Chana yang selalu ceria. Namun di saat yang sama, hatinya merasa begitu penuh dengan cinta dan harapan baru.
Waktu berlalu, dan malam semakin larut. Namun, suasana kehangatan di ruangan itu masih terasa kental. Manaf tak henti-hentinya menggenggam tangan Mahreeen, seolah takut jika dia melepaskannya, semua ini hanya akan menjadi mimpi yang hilang.
“Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Mahreeen. Kamu adalah segalanya bagiku.” ucap Manaf berbisik lembut.
“Aku juga, Manaf… aku juga merasa begitu.” ucap Mahreeen tersenyum lembut.
Keheningan yang romantis di antara mereka dipecahkan oleh tawa ringan dari Manna yang selama ini lebih banyak diam. Dia akhirnya berani bercanda dengan Hanin dan Chana, membuat suasana semakin ceria.
“Hanin, Chana, kalian benar-benar anak-anak yang menyenangkan. Opa sangat senang bisa bertemu kalian.” ucap Manna tertawa kecil.
“Terima kasih, Opa. Aku senang bisa bersama di sini.” ucap Hanin tersenyum lemah.
Malika yang melihat kebahagiaan ini juga tak bisa menahan senyum bahagia. Dia melirik ke arah Mahreeen dan Manaf, merasa bahwa malam ini adalah awal dari sebuah kebersamaan yang tak akan pernah mereka lupakan.
Saat suasana semakin larut, Manaf tak ingin melewatkan momen ini tanpa memberi pesan terakhir kepada Mahreeen. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Mahreeen lagi dan berbisik lembut.
“Ingat, Mahreeen, aku akan selalu ada di sisimu. Tak peduli apa pun yang terjadi, aku akan melindungimu dan anak-anak kita.” bisik Manaf.
“Aku tahu, Manaf. Aku percaya padamu.” ucap Mahreeen menatap penuh cinta.
Malam itu berakhir dengan perasaan damai di hati setiap orang di ruangan tersebut. Manaf dan Mahreeen duduk berdampingan, dengan tangan yang tak pernah terlepas. Momen keintiman dan kebersamaan ini menjadi kenangan manis yang akan selalu mereka ingat.
Manaf mengantar kedua orang tuanya menuju hotel tempatnya untuk menginap, sama dengannya juga karena memang belim halal Mahreeen baginya.
Setelah sampai di hotel kamar orang tuanya.
"Duduklah, Manaf," pinta Malika yang tampak ramah.
Deg!
Sepertinya aku akan di interogasi lagi, Mama dan Papa langkahnya lebih cepat dariku. Apakah ada hal yang membuatnya terganggu? Apakah mantan suaminya Mahreeen, Peros? Atau Farisa? Atau Jasmin?
Huf, lelah rasanya menduga duga terus, biarkan dulu mereka bicara. Aku ingin tahu apa saja yang akan mereka ungkapkan. Tapi jika jujur, ingin rasanya menghilang dan hanya memeluk Mahreeen saja.. Batin Manaf.
...****************...
Hi semuanya, like dan komentarnya di tunggu ya.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.