Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Bima bangun dari tidurnya, dia mengucek matanya dan melihat sekeliling kamarnya. Biasanya saat dia bangun, pasti ada Cahaya yang tengah berdiri di samping kasurnya sambil tersenyum. Bima turun dari kasurnya dan keluar dari dalam kamarnya, dia memanggil-manggil nama Cahaya, namun malah Bi Nur yang datang.
"Loh, malah Bi Nur yang dateng? Mbak Yaya kemana? Kok dari tadi di panggil gak ada?" Tanya Bima.
"Neng Yaya teh lagi belanja dulu, Den Bima mau apa? Biar Bi Nur siapin." Jawab Bi Nur seraya menawarkan dirinya untuk menyiapkan apa yang di butuhkan Bima.
"Ih, kenapa mbak Yaya gak ngajak aku sih?!" Tiba-tiba Bima langsung kesal, dia menghentakkan kakinya saat tahu Cahaya keluar tanpa dirinya.
"Ya kan, Den Bima masih tidur." Ucap Bi Nur.
"Ya kan bisa di bangunin, gimana sih ahhh...!" Kesal Bima.
Nyawanya saja belum sepenuhnya terkumpul, Bi Nur hanya diam saja tanpa mengucapkan apapun lagi karena takut Bima semakin mengamuk.
Tin... Tin...
Suara deru mobil dan klakson masuk ke telinga Bima, dia berlari kearah luar untuk melihat siapa yang datang, dia berharap Cahaya yang datang karena dia ingin mengomelinya. Tetapi tubuhnya langsung melemas saat melihat yang datang ternyata ayahnya, dengan lesu ia meraih tangan Sagara dan menc*umnya.
"Loh, kok anak Papa lemes banget gitu? Baru bangun ya?" Tanya Sagara.
"Iya, aku baru bangun. Kirain Mbak Yaya yang dateng, taunya Papa." Jawab Bima cuek.
"Loh, emangnya mbak Yaya belum pulang?" Heran Sagara.
Sagara tahu dari Pak Maryono kalau Cahaya sedang pergi belanja kebutuhan rumah, ia pikir Cahaya sudah pulang ke rumah.
"Belum lah, Pa. Buat apa Bima nyariin kalo orangnya ada, sebel deh..!" Kesal Bima.
"Yaudah, kita tunggu mbak Yayanya di rumah aja ya." Sagara mengaja Bima masuk ke dalam rumah, akan tetapi langkah mereka terhenti saat ada mobil masuk ke dalam rumah.
Sagara dan Bima membalikkan tubuhnya, mereka menatap sebuah mobil berwarna hitam terparkir di belakang mobil Sagara. Alangkah terkejutnya Sagara melihat Angkasa keluar dari mobil dengan buru-buru, dia juga menyaksikan bagaimana Angkasa menuntun Cahaya yang terlihat kotor dan ada beberapa perban yang menempel di lengannya.
"Pa, itu mbak Yaya..!" Pekik Bima menunjuk Cahaya.
Sagara segera menghampiri Cahaya, dia mengambil alih tubuh Cahaya dari Angkasa.
"Mbak Yaya kenapa? Kok ada banyak perban? Mbak Yaya jatuh?" Cecar Bima khawatir melihat sosok orang tersayangnya terluka.
"Nanti aja nanyanya, kita bawa mbak Yaya masuk dulu." Ucap Sagara.
Bima pun patuh dengan ucapan ayahnya, ia mengekor di belakang tubuh Sagara yang langsung menggendong tubuh Cahaya. Angkasa terdiam sejenak, dia cemburu melihat bagaimana Sagara memperlakukan Cahaya yang notabenenya hanya pengasuh sekaligus pembantu di rumahnya. Tetapi Angkasa tetap ikut masuk ke dalam rumah, dia menenteng plastik yang berisikan obat yang di berikan oleh Dokter.
"Aaaaaa...! Neng Yaya, Neng Yaya teh kenapa? Aduh, kok sikutnya kok di perban kayak gini?" Bi Nur melihat kedatangan Sagara yang tengah menggendong tubuh Cahaya, lebih kaget lagi saat melihat perban dan juga luka lecet di tangannya.
Cahaya meringis begitu Sagara menurunkan tubuhnya di sofa, rasanya sikutnya kaku tak bisa di luruskan karena lukanya masih terasa perih.
"Tuan Angkasa, kenapa kalian bisa datang bareng? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Sagara pada Angkasa.
"Panggil saja aku Kasa, jangan terlalu formal. Tadi kami gak sengaja ketemu di supermarket, pas pulang Cahaya katanya mau cari taxi dan akhirnya saya ajak pulang bareng, tapi pas mau pulang Cahaya katanya mau beli makanan dulu di sebrang jalan dan saya juga ngambil mobil dulu sekalian masukin barang belanjaan, pas mau nyusul Cahaya kasih isyarat nyuruh tungguin aja soalnya dia juga udah beres beli makanannya. Tapi tiba-tiba aja ada mobil yang nyerempet Cahaya, mobilnya langsung kabur begitu aja." Jelas Angkasa.
"Lain kali, kalau mau belanja biar saya aja yang temenin atau Pak Maryono. Jangan keluar tanpa ada orang dampingi kamu, biar kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Ucap Sagara dengan tegas.
"Baik, Tuan." Jawab Cahaya.
Bima meniup-niup luka yang masih basah, dia tidak tega melihat Cahaya kesakitan menahan perih di lengannya.
"Terimakasih sudah mengantarkan Cahaya pulang." Ucap Sagara.
"Sama-sama, kalau begitu saya pamit pulang dulu ya. Ada pekerjaan juga yang belum saya selesaikan." Pamit Angkasa.
Sagara mempersilahkan Angkasa pulang, Cahaya juga mengucapkan terimakasih atas pertolongan Angkasa, dia juga berniat mengganti uang berobat, tetapi Angkasa menolaknya.
"Lekas sembuh Cahaya, kalau tidak sibuk aku akan menjengukmu kembali." Ucap Angkasa lengkap dengan senyum khasnya.
Sagara berdehem, dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dadanya terasa panas akibat terbakar api cemburu, sebisa mungkin ia tak memperlihatkan hal itu untuk menjaga imagenya.
Sagara mengantarkan Angkasa ke pintu depan, walau bagaimana pun ia tetap harus menjaga sikap karena Angkasa merupakan adik dari Langit yang nantinya juga akan ikut meneruskan perusahaan orangtuanya. Galaxy selaku kembaran Angkasa betah di luar kota mengelola beberapa cabang restoran milik ibunya, dia tidak tertarik terjun ke lapangan bisnis yang pasti menyita banyak waktunya.
aq kok ikut Melu y bacanya 😭😭😭