Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Ibu dengar, ayah kamu datang ke sekolah kemarin. Kenapa ibu tidak tahu tentang hal itu?"Tanya Kanna pada putrinya.
Saat ini mereka sedang berada di ruang tamu, Kanna sudah lebih baik dari pada kemarin. Dia tidak mengkonsumsi alkohol saat ini jadi mereka bisa berbicara dengan tenang.
"Alice masuk BK. Di suruh panggil orang tua, ayah yang datang"Jawab Alice singkat.
Dia tidak mau melihat ibu nya bukannya apa, dia akan menangis nanti, tubuh ini terlalu emosional. Alice tidak menyukai nya.
Kanna menatap lekat anak nya, "Lalu, tentang kamu yang berpura-pura bisu selama ini, untuk apa?"Tanya wanita itu lagi. Dia ingin marah namun Kanna berusaha tetap bersikap rasional.
"Alice lelah. Selalu berusaha menjadi orang lain itu tidak enak, bermain Selo? Itu bukan bakat ku hanya demi ibu aku melakukan nya. Demi menghilangkan depresi ibu, aku harus menjadi orang lain"Jelas gadis itu pelan.
Mengingat Alice di masa lalu, perjuangan gadis itu untuk ibunya. Hah, sungguh perempuan yang malang.
Kanna terdiam. Jadi, selama ini Alice bermain Selo karena dirinya? Hanya untuk nya? Dia pikir, gadis itu melakukannya karena memang suka, itu sebabnya Kanna sangat mendukung keputusan Alice kecil saat itu.
Namun dia salah depresi nya membuat gadis itu sampai harus mengambil keputusan yang mengubah hidup nya. Dan juga membuat
suami nya pergi.
Dia yang salah disini. Kepala Kanna berdenyut sakit, memikirkan semua tentang hidup nya yang hancur dan membuat orang-orang yang ia sayangi terkena imbas nya.
Kanna sungguh menyesal.
"Kenapa kamu bisa masuk BK? Ibu yakin kamu bukan tipe orang yang suka buat masalah untuk diri nya sendiri, kan?"Lanjut Kanna lagi, dia bersandar di sofa untuk menenangkan diri sambil menunggu jawaban Alice.
Alice tersenyum kaku, "Yah... hanya masalah kecil. Ibu tahukan remaja labil... ahaha... ha"Jawab gadis itu ragu.
Sejujurnya, dia tidak ingin ibunya tahu kalau dia sering di bully. Alice tahu apa yang akan ibu nya lakukan pada orang-orang yang membully nya itu nanti, wanita itu cukup mengerikan jika marah. Dia sudah melihat langsung dan korbannya adalah ayah nya sendiri.
Dia bahkan merinding memikirkan nya. Di lempar dengan botol-botol alkohol, ayahnya cukup tahan banting juga ternyata, haha.
"Yakin, tidak ada yang lain?"
Kanna menatap anak nya sambil menaikkan alis nya. Bukannya tidak percaya hanya saja dia tidak mau Alice terkena masalah, sudah cukup gadis itu menderita di bawah mata nya.
Setidaknya, dia harus melakukan hal yang pantas sebagai seorang ibu.
Alice mengangguk mantap. "Iya. Nggak ada yang lain, ayah juga sudah menyelesaikan nya dengan baik"Jawabnya asal.
Kanna sedikit menyipitkan matanya ketika Alice menyebutkan ayahnya. Namun dia tidak mempermasalahkan itu.
"Oh iya, ibu tahu dari tentang semua ini?"Tanya alis basa-basi.
Meski dia sudah tahu jawaban nya, dia hanya ingin memastikan sekali lagi.
Kanna terdiam sebentar, "Em... ada seorang gadis yang mendatangi ibu kemarin di butik. Dia memberikan sebuah rekaman kalau kamu bisa berbicara dan katanya kamu membuat masalah si sekolah. Tidak ada penjelasan lain nya, dia langsung pergi begitu saja. Anak yang tidak sopan"Jelas Kanna tidak senang.
"Ahaha... ha. Orang iseng yang suka ikut campur urusan orang lain, memang begitu"Ucap Alice sambil tertawa garing.
Setidaknya dia sedikit lega karena sudah
membalaskan rasa kesal nya pada Mora sialan. Tapi Ruby pasti tidak akan tinggal diam.
"Sudahlah, sebaiknya kamu tidur. Besok sekolah lagi kan."
Kanna menjeda ucapan nya, wanita itu berdiri dan melihat Alice.
"Alice kalau kamu tidak ingin bermain Selo lagi. Ibu tidak masalah jangan membuat diri mu susah"Lanjut nya menyesal.
Alice menatap ibu nya terharu, "Iya Bu, terimakasih dan maaf sudah membuat mu kecewa"Kata Alice merasa tidak enak.
Kanna menggeleng, "Ibu lah yang mengecewakan mu. Ibu yang seharusnya meminta maaf karena keegoisan ibu kamu harus merasakan semua ini"Ucap wanita itu sedih.
Alice hanya tersenyum tipis sebagai jawaban, Kanna pun pergi meninggalkan Alice dan menuju kamar nya di atas.
Gadis itu menghela nafas lega, syukurlah permasalahan antara ibu dan anak ini telah selesai dengan baik. Tidak sia-sia dia memasang wajah sedih tadi.
Rencana apapun yang ingin Mora lakukan pada nya melalui ibunya, itu jelas tidak berhasil.
Gadis itu salah langkah. Meski wanita itu pecinta alkohol bukan berarti itu bisa membeli temperamen nya.
Kanna bukan sembarang wanita, dia tidak
bodoh meski sempat depresi. Keluarga Alice ini sedikit unik.
Dia perlu menggali lebih dalam lagi seperti nya. Gadis itu pergi meninggalkan ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya, dia sudah mengantuk. Jika di ingat-ingat untuk apa ibunya menyeret nya ke bawah semalam
ya?
Toh juga, percakapan mereka tidak banyak. Hm, ibunya cukup dramatis juga seperti adegan dalam film, haha.
***
Di dalam kamar Kanna, wanita itu sedang menangis sambil menatap layar kaca, alias tv.
Tanpa di sangka ternyata Kanna seorang penggemar drama. Dari Drakor, Dracin bahkan sinetron Indonesia bertema pelakor, dia juga suka menonton nya.
Sungguh hal yang di luar nalar.
***
Ruby dan Darrel sedang melakukan kencan. Sebenarnya, Ruby yang meminta dan pemuda itu hanya mengiyakan nya saja.
Jadi disinilah mereka, di pasar malam dekat tengah kota. Sudah beberapa wahana yang mereka naiki tapi Ruby masih belum puas.
Darrel hanya bisa pasrah mengikuti kemauan gadis itu sampai dimana mereka tidak sengaja bertemu dengan Karla.
Gadis itu menatap dingin pada Ruby yang memegang tangan Darrel dengan erat. Pemuda itu menghela nafas lelah jangan
sampai kedua orang ini membuat keributan lagi, bisa malu dia.
"Lo disini juga, Karla. Sama siapa? Sendirian ya?"Ucap Ruby pura-pura polos meski dia sedikit tersenyum mengejek pada Karla.
Darrel menyenggol Ruby agar gadis itu tidak mencari masalah dengan Karla.
Ruby menatap Darrel, "Kenapa? Kan aku cuman bertanya doang"Ucap gadis itu pada Darrel.
Karla menaikkan alisnya menatap tingkah Ruby yang seperti nya sudah mulai keluar.
Dia ingin sekali menarik rambut gadis itu dan menghajar nya habis-habisan namun entah kenapa memikirkan perkataan Alice kemarin. Dia jadi berusaha mengendalikan emosi nya.
"Gue sendirian juga, itu bukan urusan Lo kan? Setidaknya gue nggak jalan sama cowok yang nggak bisa ngasih kepastian buat hubungan lebih jelas. Malu!"Balas Karla mengejek Ruby.
Dia terkekeh kecil sambil menatap tangan Ruby yang masih bertengger di lengan Darrel. Ruby terdiam begitu juga dengan Darrel yang bingung harus mengatakan apa.
Suasana seketika jadi canggung, Ruby merasa kesal dengan ucapan Karla. Di tambah Darrel tidak bisa menanggapi perkataan Karla yang semakin membuatnya kesal dan malu.
"Hei, di cariin dari tadi kok malah disini"Ucap sebuah suara dari belakang Karla, gadis itu segera berbalik dan melihat Cakra yang datang sambil membawa es krim di kedua tangannya.
Ruby membulatkan matanya ketika melihat sang kembaran, begitu juga dengan Darrel yang merasa heran.
Karla menyengir polos, dia dengan sigap mengambil salah satu es krim yang ada di tangan Cakra.
"Makasih..."Katanya dengan senang. Cakra
mengangguk, "Iya, sama-sama."
Dia memakan es krim nya tanpa sengaja dia melihat kedua orang di seberang.
"Loh, kalian disini juga?" Tanya pemuda itu terkejut. Dia melirik Karla sesaat sebelum kembali melihat Ruby dan Darrel dengan
pandangan bertanya.
"Kenapa? Emang kami nggak bisa kesini, harus kalian aja?"Jawab Ruby dengan sinis bahkan Darrel merasa bingung kenapa dengan Ruby. Dari tadi dia bersikap aneh.
Karla mendengus, "Gila nih orang"Ujarnya acuh sambil sibuk memakan es krim nya.
Ruby menatap Karla tajam karena di bilang gila. Cakra memutar mata malas, "Gue nanya baik-baik, susah banget ngejawab nya baik-baik, ya? Nggak di ajarin Mama, Papa Lo?"Ucap Cakra tidak senang.
Semakin hari Ruby semakin menjadi, dia sudah bilang pada orang tuanya untuk tidak terlalu memanjakan gadis ini tapi mereka tidak mau mendengarkan ucapan nya.
Sekarang lihat lah, tidak ada sopan santun sedikit pun dari gadis itu. Meski mereka kembar tetap saja dia seorang kakak disini.
Ruby cemberut karena perkataan dari Cakra. Dia menjadi tambah malu di depan Karla, apa harus Cakra menegurnya di hadapan musuh nya? Mau di taruh dimana harga diri nya yang begitu tinggi selama ini.
"Udah jangan berantem. Ini tempat umum, malu kalau di lihatin. By ayo, tadi kata nya mau masuk rumah hantu, nggak jadi?"
Kali ini Darrel membuka suara untuk mengalihkan perhatian mereka. Bisa-bisa
kedua kakak beradik ini malah beradu argument di publik.
Gadis itu menatap Darrel, dia pun mengangguk setuju. "Iya deh, jadi"Jawab nya pelan.
Pemuda itu pun mengangguk, "Kami pergi dulu ya, bro"Ucap Darrel permisi pada Cakra.
"Yoi"Jawab pemuda itu singkat.
Setelah mendengar jawaban Cakra, Darrel pun menarik tangan Ruby pergi dari sana, Karla masih sempat-sempatnya memberikan jari tengahnya pada Ruby.
Tentu saja dia belajar dari Alice akan hal itu ternyata cukup menyenangkan haha, bisa membuat orang kesal.
"Kita juga pergi?"Tanya Cakra pada Karla, gadis itu mengangguk setuju. Mereka pun mencari hal yang ingin di mereka mainkan.
Di sisi lain,
"Itu cewek yang pernah lo bicarain kan, Gam?"Tanya seorang pemuda pada teman nya yang berdiri di samping.
Orang yang di panggil Gam hanya mengangguk acuh. Dia sibuk dengan urusan nya, yaitu melihat-lihat pernak-pernik yang di jual di pasar malam ini.
"Udah punya pacar toh"Lanjut pemuda itu lagi.
"Cinta lo bertepuk sebelah tangan dong,
Gam."
Pemuda itu menatap teman nya yang sedang memegang gantungan kunci berbentuk kucing imut.
"Nggak juga"Jawab nya acuh.
"Kenapa lo berpikir begitu?"
Pemuda yang di panggil Gam tadi melirik temannya, "Gue udah nggak ada perasaan lagi sama dia. Jadi, diam saja"Balasnya malas.
Dia mulai kesal karena kesibukan nya sedang di ganggu. Pemuda itu menyerahkan gantungan kunci itu pada penjual agar di bungkus.
"Ini pak"Ucapnya.
Pemuda yang satu lagi menatap teman nya aneh.
"Lain kali ku tengok kau ah"Ucapnya
berlogat daerah.
"Sejak kapan Lo suka hal-hal beginian?"Tanyanya heran melihat gantungan kunci imut itu yang sudah berada di tangan teman nya.
"Bukan buat gue."
"Terus, buat siapa dong? Nggak mungkin untuk gadis tadi kan?"Ucap pemuda itu lagi penasaran.
Temannya ini suka sekali berbicara separuh-separuh, dia jadi bingung menterjemahkan nya seperti apa.
Pemuda bernama Gam tadi menghela nafas lelah. "Yang penting nggak buat lo atau gadis tadi. Diam aja sih, berisik"Ucapnya kesal. Sudah muak mendengar ocehan teman nya dari tadi.
"Sialan."
***
Keesokan harinya
Ruby datang bersama Darrel seperti biasa nya. Mereka turun dari atas motor dan berjalan menuju anak-anak OSIS yang harus memeriksa pakaiannya mereka.
Alice juga baru saja tiba tentu dia di antar dengan mobil oleh supirnya. Ternyata ada enaknya juga menjadi seorang putri orang
kaya, haha. Alice berjalan santai masuk dengan dagu yang di angkat tinggi.
Dia melihat Ruby dan Darrel sedang di periksa oleh Gama. Gadis itu segera berlari dan berdiri di belakang Darrel, Gama melirik nya datar.
"Antri jangan memotong barisan"Ucap pemuda itu dingin. Alice mengangkat bahu acuh, "Siapa yang memotong? Aku tidak punya pisau"Balas gadis itu polos.
Darrel melihat ke belakang, dia cukup terkejut ada Alice. Tapi segera sadar dan kembali seperti biasanya.
Hanya Ruby yang seperti ayam yang ingin
mengamuk, dia melirik-lirik Alice waspada seakan-akan gadis itu akan terbang dan menerkam nya detik itu juga.
Dia cukup trauma dengan keadaan Mora yang masuk rumah sakit karena perbuatan Alice kemarin. Mereka harus mencari berbagai alasan untuk di katakan kepada orang tua Mora, agar tidak ketahuan.
"Lihat belakang lo, seharusnya dia yang duluan di periksa. Setelah itu, Lo"Kata Gama.
Dia menyuruh Ruby maju agar dia memeriksa Darrel. Alice menatap orang di belakang nya ganas yang mana membuat murid itu ketakutan dan mundur jauh dari Alice.
"Dia nggak mau di periksa jadi aku duluan saja"Ucap Alice polos.
Gama melihat murid yang sudah berada jauh dari barisan. Murid laki-laki itu membuang muka dan melihat sekitar sambil bersiul.
Gama menghela nafas pasrah, "Terserah"Balasnya malas berdebat.
Alice tersenyum penuh kemenangan. Dia melihat ke arah Ruby dengan licik, dia memegang pundak Darrel. Yang mana membuat pemuda itu menatap nya, "Ada apa?"Tanya Darrel bingung. Sedangkan Ruby sudah terlihat kesal pada Alice.
"Tidak ada. Aku hampir mau jatuh tadi jadi memegang mu, keberatan?"Ucap Alice berasalan dengan santai.
Darrel menggeleng, "Nggak masalah"Jawab pemuda itu.
Alice tersenyum senang, dia kembali menatap Ruby dengan alisnya yang naik sebelah.
Ngomong-ngomong tangan Alice masih berada di pundak Darrel dan pemuda itu tidak keberatan sama sekali.
Ruby ingin mendatangi mereka dan melepaskan tangan Alice namun aksinya lebih dulu di lakukan oleh Gama.
Pemuda itu melepaskankan tangan Alice dari pundak Darrel. "Apa sih?"Tanya Alice kesal.
Dia sedang enak mengejek Ruby tapi pemuda ini malah mengganggu aksi nya. Gama menatapnya tajam dengan kening yang berkerut.
"Jangan bertingkah. Sini, sekarang giliran mu."
Dia menyuruh Darrel untuk minggir dari hadapan nya agar Alice yang ia periksa.
Gadis itu pun hanya menuruti perkataan Gama. Pemuda itu memeriksa kelengkapan pakaian Alice, "Udah lah. Seragam ku lengkap, nggak ada yang kurang"Ucap Alice malas.
"Diam"Kata pemuda itu, Alice mendengus dia mengalihkan pandangannya ke arah Ruby.
Perempuan itu sedang membersihkan pundak Darrel dengan menepuk-nepuknya pelan hal itu membuat Darrel menjadi bingung dengan kelakuan Ruby. "Kenapa sih?"Tanya pemuda itu heran.
"Gapapa, cuman bersihkan kuman dari baju kamu aja"Jawab nya dengan suara yang sengaja di besar-besarkan agar Alice mendengarkan nya.
Alice memutar mata nya malas, "Dasar bucin"Gumam nya sinis.
Dia menatap Gama, "Udah belum? Lama banget sih"Katanya kesal. Gama memukul gadis itu dengan buku nya pelan tepat di kening Alice.
"Aduh"Ucap Alice terkejut.
Tidak sakit hanya kaget saja dia tiba-tiba di pukul pakai buku kecil yang selalu di bawa-bawa Gama.
"Berisik"Ucap pemuda itu, dia mendorong Alice menjauh dari nya dan menyuruh murid lain mendekat agar segera di periksa.
"Nggak jelas"Ujar Alice julid. Dia segera pergi dari sana, toh Ruby dan Darrel juga sudah tidak terlihat lagi. Kedua orang itu pasti sedang menuju ke kelas sekarang.
Gama menatap gadis itu dari jauh. Dia tersenyum tipis sangat tipis. Tidak ada yang dapat menyadarinya.
Karla tersenyum miring ketika berhasil menyiram Ruby dengan air bekas pel lantai di kamar mandi.
Dia muak melihat kelakuan gadis ini di kelas tadi sengaja menempelkan dirinya pada Darrel secara berlebihan dan selalu menghina nya dengan kata-kata halus.
Jangan kira dia tidak sadar akan hal itu dari malam lalu, saat bertemu di pasar malam dan sekarang di kelas. Siapa yang tidak akan tersinggung jika di ganggu padahal dia sudah sengaja diam dan tidak mau mengejar Darrel untuk sementara.
Tapi gadis ini suka sekali membuatnya kehilangan kendali. Jadi ketika dia melihat
Ruby sedang menuju toilet dengan segera ia mengikuti gadis itu dan yah dia menyiram nya dengan air tanpa basa basi lagi.
Ruby terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Karla. Dia menatap gadis itu dengan tajam, "Lo udah mulai berani sekarang ya? Nggak takut kalau gue laporin sama orang tua Lo?"Kata Ruby dingin.
Dia mengelap wajahnya, sungguh bau nya sangat tidak enak. Dia ingin sekali memukul Karla sekarang.
Karla hanya mengangkat bahu acuh, "Terserah lo, gue udah nggak perduli lagi"Balas nya dengan santai.
Apapun yang ia lakukan tetap salah di mata keluarganya jadi buat apa dia menahan diri sekarang?
Ruby menggeram marah. Namun, dia kembali tenang dia tersenyum mengejek pada Karla.
"Lo nggak akan bisa ngalahin gue"Ucap nya dengan santai yang mana membuat Karla mengerutkan kening nya heran.
Kenapa Ruby tidak marah seperti biasanya tapi sebelum dia bisa berpikir, tiba-tiba Ruby mengacak-acak rambut nya dan menampar wajah nya dengan keras hingga berbekas.
Karla terkejut dan membulatkan mata nya, "Apa yang Lo lakuin, sialan?!"Teriak nya marah.
Ruby hanya terkekeh, dia menarik kerah bajunya hingga kancing-kancing baju nya terlepas.
Karla ingin menghentikan Ruby, "Lo gila!"
Jika di lihat, Karla seperti sedang menarik baju Ruby padahal dia sedang mencoba menghentikan gadis itu.
Suara pintu terbuka terdengar, tidak lama beberapa murid perempuan masuk ke dalam toilet dan mereka terkejut melihat Karla mengganggu Ruby.
Sebelum Karla berbicara, Ruby sengaja melepaskan tarikan nya dan membuat dia jatuh ke lantai hingga kepala nya terbentur
dinding.
Murid perempuan yang masuk tadi berteriak ketakutan terutama saat darah merembes keluar dari kepala Ruby.
"Tolong! Ada pembunuhan!"
Mereka berlari keluar dan memanggil bantuan. Sedangkan Karla panik, dia mendekati Ruby dan berusaha membangunkan nya.
"Ruby! Bangun nggak Lo jangan pura-pura sialan!"Teriak nya panik sambil menggoyangkan tubuh Ruby.
Terdengar kegaduhan dari luar dan tidak
lama muncul Darrel yang berlari dengan panik.
"Ruby! Karla lo apain Ruby?!"Bentak pemuda itu tanpa menunda lebih lama lagi dia mengangkat tubuh Ruby dari lantai dan membawa nya keluar.
Banyak murid yang melihat Darrel menggendong Ruby semua menatap Karla dengan pandangan terkejut dan menuduh. Sedangkan gadis itu, dia ketakutan setengah mati sekarang.
Dia tidak menyangka Ruby akan nekat melakukan hal seperti tadi demi menjebak nya. Karla di bawa ke ruang BK karena mendapatkan laporan dari murid yang melihat kejadian di toilet tadi.
Semua murid ingin mengikuti dari belakang namun guru-guru membubarkan mereka dan menyuruh kembali ke kelas jika tidak mereka akan menerima hukuman.
Mau tidak mau, mereka segara melakukan
apa yang di perintahkan oleh guru mereka.
Karla melihat ke belakang ternyata ada Alice yang menatapnya kasihan. Gadis itu menggeleng maklum, hal itu membuat Karla menangis sedih seharusnya dia mendengarkan perkataan Alice kemarin.
"Maaf"Gumam Karla, entah kenapa dia mengatakan itu tapi seperti nya dia memang harus mengatakan nya sebagai permintaan maaf sudah tidak mengikuti perkataan Alice.
Alice menggerakkan tangan nya, "Tidak masalah."
"Tunggu aku"Ucap Alice. Meski Karla tidak sempat melihatnya karena terlanjur berbelok ke arah tangga.
Alice berdecak. "Ini sedikit sulit"Gumamnya pelan.
Dia segera pergi dari sana entah apa yang akan dia lakukan, tidak ada yang tahu.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah
semangat kk