NovelToon NovelToon
Mira: Jiwa Api, Darah Malam

Mira: Jiwa Api, Darah Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Vampir
Popularitas:811
Nilai: 5
Nama Author: revanyaarsella

Mira Elvana tidak pernah tahu bahwa hidupnya yang tenang di dunia manusia hanyalah kedok dari sesuatu yang jauh lebih gelap. Dibalik darahnya yang dingin mengalir rahasia yang mampu mengubah nasib dua dunia-vampir dan Phoenix. Terlahir dari dua garis keturunan yang tak seharusnya bersatu, Mira adalah kunci dari kekuatan yang bahkan dia sendiri tak mengerti.

Ketika dia diculik oleh sekelompok vampir yang menginginkan kekuatannya, Mira mulai menyadari bahwa dirinya bukanlah gadis biasa. Pelarian yang seharusnya membawa kebebasan justru mempertemukannya dengan Evano, seorang pemburu vampir yang menyimpan rahasia kelamnya sendiri. Mengapa dia membantu Mira? Apa yang dia inginkan darinya? Pertanyaan demi pertanyaan membayangi setiap langkah Mira, dan jawabannya selalu membawa lebih banyak bahaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon revanyaarsella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 28: Kebenaran yang Disembunyikan

Mira berdiri mematung di hadapan Evano. Sorot mata pria itu masih dingin, seolah ada sesuatu yang berat sedang ia sembunyikan. Udara di sekitar mereka terasa kaku, dan hutan yang biasanya menjadi tempat mereka berbagi cerita kini seolah berubah menjadi ruang penuh ketegangan.

"Evano," suara Mira pelan tapi penuh tekanan, "aku sudah lelah dengan semua ini. Jika kau tidak memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi, aku akan mencari tahu sendiri."

Evano menatapnya dalam-dalam, wajahnya masih tak terbaca. Sekilas, Mira melihat ada sesuatu yang rapuh dalam diri pria itu—sesuatu yang jarang sekali ia perlihatkan. Tapi seperti biasa, Evano dengan cepat menyembunyikannya di balik sikap tenangnya.

“Ada alasan kenapa aku tidak memberitahumu,” kata Evano, suaranya rendah namun tegas. “Beberapa hal lebih baik kau tidak tahu.”

Mira merasa marah. Semua orang di sekelilingnya selalu berkata seperti itu—Dewan, penjaga, bahkan Evano. Mereka semua ingin melindunginya, tapi tanpa memberinya jawaban yang sebenarnya. Dia sudah lelah diperlakukan seperti anak kecil yang harus dijaga terus-menerus.

“Tidak, Evano,” Mira menggeleng, matanya memancarkan tekad. “Aku berhak tahu. Aku bukan gadis kecil yang perlu kau sembunyikan dari kenyataan. Ada seseorang yang datang padaku malam itu, seseorang yang tampaknya tahu lebih banyak tentang diriku daripada aku sendiri. Siapa dia?”

Evano terdiam. Dalam sekejap, matanya berubah menjadi gelap, seakan ada badai yang berputar di dalamnya. Mira bisa melihat bahwa Evano sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, mencoba memutuskan apakah dia akan membuka mulut atau tetap diam.

“Kau bertemu dengannya?” suara Evano akhirnya pecah, lebih seperti bisikan daripada pernyataan.

Mira mengangguk. “Dia bilang bahwa kita akhirnya akan bertemu, dan dia tahu sesuatu tentang aku… dan tentang kau.”

Evano mendesah panjang. Kali ini, sorot matanya melunak sedikit, tapi tetap ada kehati-hatian di baliknya. “Kalau begitu, waktunya memang sudah tiba. Aku tak bisa menyembunyikan ini lebih lama lagi.”

Mira menatapnya dengan cemas. “Apa yang sebenarnya terjadi, Evano?”

Evano menatap Mira dengan intens, seolah mencoba menakar berapa banyak kebenaran yang bisa diungkap. “Namanya Adriel,” kata Evano perlahan. “Dia adalah makhluk pertama yang memiliki darah Phoenix dan vampir. Lebih kuat dari yang bisa kau bayangkan, lebih berbahaya daripada siapa pun yang pernah kau temui.”

Mira merasa bulu kuduknya meremang mendengar nama itu. Adriel—nama yang baru saja ia temukan dalam naskah kuno di perpustakaan. Sekarang, dia tahu bahwa pria berjubah hitam yang menemuinya malam itu adalah Adriel. Tapi mengapa dia tertarik pada Mira?

"Dia ingin apa dariku?" tanya Mira, suaranya kini lebih pelan, penuh dengan ketidakpastian.

"Adriel bukan seperti kita. Dia hidup lebih lama dari yang bisa dibayangkan, dan dia memiliki rencana sendiri. Takdirmu terhubung dengannya lebih dari yang kau sadari, Mira. Dan itu sebabnya aku tak ingin kau terlibat."

"Kenapa kau tidak pernah memberitahuku tentang dia?" Mira bertanya, suaranya mulai bergetar oleh campuran kemarahan dan ketakutan. "Kau tahu tentang Adriel, tentang semua ini, tapi kau memilih untuk diam?"

Evano mendekat, matanya penuh rasa bersalah. "Karena aku ingin melindungimu, Mira. Adriel adalah makhluk yang sulit diprediksi. Dia bisa menghancurkan seluruh dunia ini jika dia menginginkannya. Aku tak ingin kau terseret ke dalam rencana gilanya."

Mira tersentak. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran. Mengapa semua ini terjadi padanya? Mengapa dia yang harus terlibat dalam takdir yang begitu rumit?

"Tapi kau sudah tahu aku akan terlibat, bukan?" Mira menatap Evano dengan tajam. "Sejak awal kau tahu bahwa aku berbeda, bahwa Adriel pada akhirnya akan datang mencariku."

Evano menunduk, akhirnya mengakui kebenaran itu. "Ya, aku tahu. Tapi aku berharap... aku berharap aku bisa menghindarinya. Bahwa mungkin kita bisa menemukan jalan lain."

"Jalan lain?" Mira mendekat, tak bisa lagi menahan kemarahan yang semakin menggelegak di dadanya. "Apa maksudmu? Apa ini semua tentang menghindari takdir?"

Evano mengangkat kepalanya, menatap Mira dengan penuh kesedihan. "Mira, aku mencintaimu. Sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah tahu bahwa kau adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Tapi aku ingin menjaga jarak antara kau dan Adriel selama mungkin. Aku pikir mungkin... kita bisa hidup tanpa harus menghadapi dia."

Mira terdiam. Hati kecilnya merasakan ada kejujuran dalam kata-kata Evano, tapi rasa sakit karena dikhianati juga tidak bisa diabaikan. Selama ini, dia berjuang sendirian mencari jawaban, sementara Evano, orang yang paling dekat dengannya, ternyata tahu lebih banyak daripada yang ia ungkapkan.

“Dan sekarang?” tanya Mira, suaranya rendah, namun penuh ketegasan. “Apa yang harus kulakukan sekarang?”

Evano terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, “Kita harus bersiap. Adriel tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan itu berarti, kau harus menjadi lebih kuat dari yang kau pikirkan.”

Mira menatap Evano dengan mata penuh tekad. “Aku sudah siap sejak lama, Evano. Aku hanya butuh kebenaran, dan sekarang aku tahu apa yang harus kuhadapi.”

Ketegangan Meningkat

Setelah percakapan mereka yang mendalam, Mira dan Evano berjalan kembali ke istana. Meskipun ada banyak hal yang masih belum terjawab, Mira merasa bahwa dia kini lebih mengerti tentang ancaman yang mengintai. Adriel bukan sekadar musuh; dia adalah makhluk dengan kekuatan yang tak terbayangkan, dan tampaknya, Mira berada di pusat dari segala rencana Adriel.

Evano tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanan. Dia berjalan di samping Mira dengan wajah yang dingin, seolah mempersiapkan dirinya untuk sesuatu yang berat. Mira merasa canggung. Di satu sisi, dia mengerti bahwa Evano hanya ingin melindunginya, tetapi di sisi lain, dia tidak bisa sepenuhnya memaafkan fakta bahwa Evano telah menyembunyikan begitu banyak hal darinya.

Mira mendekat ke pintu kamar istana, tetapi sebelum dia sempat memasuki kamarnya, Evano berhenti. "Mira," panggil Evano pelan.

Mira berbalik dan menatapnya.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi apa pun itu, aku akan berada di sisimu."

Mira mengangguk tanpa berkata apa-apa, lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintu.

Malam yang Mencekam

Malam itu, Mira duduk di tepi tempat tidurnya, masih memikirkan segala sesuatu yang baru saja terungkap. Udara di kamarnya terasa dingin, meskipun api yang menyala di perapian sudah cukup besar. Pikiran tentang Adriel terus menghantui kepalanya. Bagaimana mungkin ada makhluk seperti itu, seseorang yang memiliki kekuatan begitu besar dan hidup begitu lama?

Dia merasa hatinya semakin berat. Keraguan tentang Evano, yang sudah lama menghantui, semakin terasa nyata. Evano mungkin mencintainya, tetapi cinta itu dibangun di atas kebohongan. Bagaimana mungkin Mira bisa mempercayai seseorang yang telah menyembunyikan begitu banyak darinya?

Sebelum Mira bisa tenggelam lebih jauh dalam pikirannya, pintu kamarnya tiba-tiba berderit terbuka. Angin dingin masuk, meniup lilin yang ada di meja hingga padam. Mira menegakkan tubuhnya, merasa waspada. Dia meraih belatinya yang terletak di samping tempat tidur, siap menghadapi apa pun.

“Siapa di sana?” serunya, matanya mencari bayangan yang mungkin bergerak di balik pintu.

Tak ada jawaban, tapi Mira merasakan kehadiran yang kuat dan tidak familiar. Dadanya berdegup kencang, napasnya semakin cepat. Di antara kegelapan, sebuah suara rendah dan familiar terdengar, membuat jantungnya hampir berhenti.

"Mira..."

Suara itu tidak lain adalah Adriel.

Sosok berjubah hitam yang ia temui di malam yang sunyi kini berdiri di pintu kamarnya. Wajahnya tidak sepenuhnya terlihat, tetapi kehadirannya jelas menebarkan aura ancaman. Mata keemasannya yang tajam berkilat dalam kegelapan.

“Kita akhirnya bertemu lagi,” kata Adriel, nadanya penuh teka-teki.

Mira langsung bangkit, belatinya di tangan. "Apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya dengan tegas, meskipun ada ketakutan yang menjalar di seluruh tubuhnya.

Adriel tersenyum tipis, melangkah pelan ke dalam kamar. “Bukan apa yang aku inginkan darimu, Mira. Tapi apa yang kita inginkan bersama.”

Mira mengernyit, tidak mengerti maksudnya. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Aku tidak menginginkan apapun darimu.”

Adriel tertawa pelan, suara tawanya menghantui ruang yang penuh ketegangan itu. “Kau tidak tahu, tapi kau akan segera mengetahuinya. Kau dan aku, Mira, kita terhubung lebih dari yang bisa kau bayangkan.”

Mira mengangkat belatinya, memposisikan diri dengan waspada. “Aku tidak peduli siapa kau. Aku tidak akan membiarkanmu menggangguku.”

Adriel tidak terlihat terintimidasi sedikit pun. Ia hanya berdiri di sana, mengamati Mira dengan tatapan yang tampaknya bisa menembus ke dalam jiwanya. “Kau tidak memahami kekuatan yang mengalir dalam darahmu. Kau adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar. Dan aku di sini untuk membantumu melihatnya.”

Mira merasa jantungnya berdegup semakin kencang. Kata-kata Adriel mulai membuatnya ragu. Apa yang dia maksud dengan kekuatan dalam darahnya? Dan kenapa dia—makhluk yang begitu kuat dan berbahaya—berbicara seolah mereka memiliki tujuan yang sama?

“Aku tidak butuh bantuanmu,” kata Mira tegas, meskipun keraguan mulai muncul di hatinya. “Aku bisa menghadapi takdirku sendiri.”

Adriel tersenyum lagi, tetapi kali ini lebih serius. “Tidak, Mira. Kau tidak bisa. Kau akan membutuhkan bantuanku, atau kau akan hancur oleh kekuatan yang bahkan belum kau pahami.”

Mira merasa kebingungan mulai membanjiri pikirannya. Apa maksud Adriel dengan semua ini? Apa sebenarnya yang dia inginkan? Dan mengapa Evano tidak pernah memberitahunya tentang semua ini sebelumnya? Ada terlalu banyak misteri, terlalu banyak hal yang tersembunyi.

“Kenapa aku harus mempercayaimu?” Mira bertanya, mencoba menahan rasa takut yang merayap di dadanya.

Adriel menatapnya dengan sorot mata yang penuh keyakinan. “Karena kau tidak punya pilihan lain.”

Hening menyelimuti kamar itu. Kata-kata Adriel seperti gema yang berputar di kepala Mira. Dia ingin membantah, ingin menolak semua yang dikatakan Adriel, tetapi bagian kecil dalam dirinya merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ada kebenaran dalam apa yang Adriel katakan.

“Tinggalkan aku,” ujar Mira akhirnya, suaranya lebih lembut dari yang ia maksudkan. “Aku butuh waktu untuk berpikir.”

Adriel menundukkan kepalanya sedikit, seolah memberikan penghormatan. “Aku akan memberimu waktu, tapi jangan lama-lama, Mira. Waktumu hampir habis. Kita akan bertemu lagi.”

Dengan langkah yang tenang dan anggun, Adriel berbalik dan menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan Mira yang masih berdiri dengan belati di tangannya, perasaan berkecamuk di dalam hatinya.

Pergeseran Pikiran

Setelah Adriel pergi, Mira jatuh duduk di tempat tidurnya. Semua yang baru saja terjadi membuatnya merasa lebih bingung daripada sebelumnya. Dia seharusnya merasa lega karena Adriel telah pergi, tetapi entah kenapa, perasaan itu tidak kunjung datang. Sebaliknya, dia merasa semakin tertekan, seperti beban yang tak terlihat perlahan menghimpit dadanya.

Pikirannya kembali ke Evano. Apakah dia benar-benar menyembunyikan sesuatu sebanyak itu darinya? Jika Adriel benar, dan Mira memiliki peran penting dalam rencananya, mengapa Evano mencoba menahannya dari mengetahui kebenaran? Apa yang sebenarnya disembunyikan Evano darinya?

Mira menggelengkan kepalanya. Semakin dia memikirkannya, semakin bingung dirinya. Dia ingin mempercayai Evano—ingin percaya bahwa pria itu hanya mencoba melindunginya—tetapi kenyataannya adalah Evano telah menyembunyikan banyak hal. Sekarang, dengan Adriel yang semakin mendekat, Mira merasa dirinya semakin terjebak dalam perang yang tidak ia pahami sepenuhnya.

“Harus ada cara lain,” gumam Mira pada dirinya sendiri. “Aku tidak bisa hanya bergantung pada apa yang mereka katakan. Aku harus mencari tahu kebenaran.”

Dia memutuskan bahwa sudah waktunya untuk mencari jawaban sendiri. Jika Evano dan Adriel tidak akan memberitahunya semuanya, maka dia akan menemukan kebenaran dengan caranya sendiri. Dia tahu bahwa rahasia masa lalunya tersembunyi di dalam naskah-naskah kuno yang tersimpan di perpustakaan istana. Dan mungkin, di sana juga ada jawaban tentang siapa sebenarnya Adriel, dan mengapa Mira begitu penting baginya.

Perjalanan ke Perpustakaan

Malam semakin larut ketika Mira keluar dari kamarnya dengan langkah hati-hati. Dia tidak ingin membangunkan siapa pun atau menarik perhatian penjaga. Dengan kecepatan yang terlatih, dia menyelinap melalui koridor istana yang gelap menuju perpustakaan.

Setibanya di sana, Mira menyalakan lilin dan dengan cepat berjalan ke bagian perpustakaan yang berisi teks-teks kuno. Buku-buku dan naskah-naskah tua tersusun rapi di rak-rak yang tinggi, penuh dengan rahasia yang telah terlupakan oleh waktu. Mira merasa sedikit takut, tapi dia meneguhkan hatinya. Dia harus menemukan jawaban.

Tangan Mira mulai membolak-balik halaman naskah-naskah kuno, mencari petunjuk. Setiap kali dia menemukan nama “Adriel” atau sesuatu yang terkait dengan garis keturunan Phoenix dan vampir, dia membacanya dengan cermat.

Berjam-jam berlalu, dan mata Mira mulai terasa berat. Tetapi sebelum dia menyerah, tangannya meraih sebuah naskah kecil yang tampak usang dan terlupakan di sudut rak. Saat membukanya, Mira tertegun. Di halaman pertama naskah itu, tertera nama yang membuat jantungnya berdegup kencang.

“Adriel, Sang Pewaris Kegelapan”

Mira membaca dengan seksama. Naskah itu menceritakan tentang makhluk legendaris bernama Adriel, keturunan pertama antara Phoenix dan vampir, yang dianggap sebagai penyeimbang dunia. Dia memiliki kekuatan luar biasa, tetapi juga membawa kehancuran di mana pun dia pergi.

Tetapi ada yang lebih mengejutkan. Di bagian akhir naskah, tertulis bahwa Adriel sedang mencari “pewaris” yang akan melanjutkan misinya—seseorang yang memiliki darah campuran yang sama. Dan pewaris itu… adalah Mira.

Tubuh Mira membeku. Jadi, itulah alasan mengapa Adriel begitu tertarik padanya. Dia bukan hanya seseorang yang memiliki kekuatan besar, tapi dia juga merupakan bagian dari takdir gelap yang telah direncanakan sejak lama.

Mira merasa darahnya membeku. Apakah dia ditakdirkan untuk menjadi penerus Adriel? Apakah itu artinya dia akan mengikuti jejak kehancuran yang sama? Semua ketakutan dan keraguan yang selama ini ia pendam tiba-tiba meledak dalam benaknya.

“Tidak,” bisik Mira, suaranya bergetar. “Aku tidak akan menjadi seperti dia.”

Dia menutup naskah itu dengan cepat dan menyimpannya kembali. Pikiran tentang masa depannya yang penuh kegelapan terus mengganggu benaknya. Namun, di balik ketakutan itu, Mira merasakan dorongan yang kuat—sebuah tekad untuk melawan takdir yang tampaknya sudah dituliskan untuknya.

Pulang ke Istana

Mira kembali ke kamarnya dengan langkah yang lebih cepat. Hatinya masih dipenuhi dengan ketegangan, tetapi sekarang dia memiliki tujuan. Dia tidak akan membiarkan dirinya dikendalikan oleh Adriel atau siapa pun. Mira tahu bahwa untuk mengalahkan takdir gelap itu, dia harus menjadi lebih kuat, lebih pintar, dan lebih berani daripada sebelumnya.

Sesampainya di kamarnya, Mira duduk di tepi tempat tidurnya, menatap api yang berkelip di perapian. Satu hal yang pasti, dia tidak bisa lagi mempercayai siapa pun sepenuhnya—termasuk Evano. Dia harus mencari jalannya sendiri dalam menghadapi ancaman yang semakin dekat.

Dan saat itulah Mira memutuskan. Tak peduli seberapa kuat Adriel, seberapa dalam rencana Evano, atau seberapa gelap takdir yang menunggunya, Mira akan melawan. Dia akan menentukan jalannya sendiri, dan tidak akan menjadi boneka siapa pun.

Sinar bulan menyusup melalui jendela, menerangi wajah Mira yang kini dipenuhi dengan tekad baru. Pertarungan yang sebenarnya baru saja dimulai.

1
Yurika23
aku mampir ya thor....bagus ceritanya..penulisannya juga enak dibaca...lanjut terus Thor..
Yurika23: gak membingungkan kok kak...semangat terus...
Revanya Arsella Nataline: iya, makasih
maaf kalau agak membingungkan
total 2 replies
Afiq Danial Mohamad Azmir
Tidak sabar untuk mengetahui bagaimana kisah ini akan berakhir. Semangat thor! 💪
Revanya Arsella Nataline: makasih, maaf kalau kurang nyambung
total 1 replies
Ngực lép
Semoga semangatmu selalu terjaga agar bisa sering nulis, thor 💪
Revanya Arsella Nataline: makasih, semoga suka dengan ceritanya soalnya masih pemula
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!