Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.
Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebersamaan yang tidak di rencanakan
Draven mengalihkan pandangannya dari Paula dan Darwin yang semakin jauh menjauh menuju gerbang keberangkatan. Ia merasakan dorongan aneh untuk mendekati Belle yang masih berdiri di dekat pintu masuk, tampak ragu dan canggung.
“Hey, Belle,” panggil Draven, suara baritnya mengalir tenang di tengah hiruk-pikuk bandara. “Aku tahu kita baru bertemu beberapa kali, tapi… maukah kau pulang bersamaku?”
Belle terkejut mendengar tawaran itu. Dia menatap Draven, mencerna makna kata-katanya. Ada keraguan yang mengganjal di hati, sebuah rasa enggan untuk terjebak dalam situasi yang mungkin rumit. Namun, saat pandangannya beralih ke luar jendela, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya, mengubah suasana. Air hujan yang memadati kaca jendela seakan menjadi metafora untuk kebingungan dalam dirinya.
"Eh, hujan," gumamnya. Air menetes dengan cepat dari atap bandara, seakan memanggilnya untuk segera pergi.
“Sepertinya kita tidak akan bisa berangkat dengan nyaman,” kata Draven sambil melirik ke arah langit yang gelap. “Aku bisa membawamu pulang. Setidaknya kita tidak perlu terjebak di sini sendirian.”
Belle menghela napas, mencoba mengatasi keraguan di dalam dirinya. Apa yang salah jika dia pergi bersamanya? Mungkin ini adalah kesempatan untuk lebih mengenal Draven, dan siapa tahu, bisa jadi ini adalah cara untuk mengalihkan pikirannya dari perpisahan dengan Darwin.
“Baiklah,” akhirnya Belle mengangguk pelan, merasa sedikit canggung. “Aku akan ikut.”
Mereka berdua melangkah keluar dari pintu bandara, melawan angin dingin yang berembus kencang. Draven membuka payung besar berwarna hitam yang membentang di atas kepala mereka. Belle berdiri cukup dekat dengannya, merasakan kehangatan yang mengalir dari tubuh Draven, meskipun hujan mengucurkan air dari langit.
Dalam perjalanan menuju mobil Draven, Belle merasakan beberapa tetes air hujan membasahi rambutnya. Draven mengarahkan payung sedikit lebih dekat, melindunginya dari guyuran air. “Aku harap kamu tidak keberatan. Kami berusaha menjaga jarak, tapi tampaknya kita sudah berada di tengah hujan,” ujarnya, suara tawa kecil menyelingi nada suara seriusnya.
Belle tersenyum. “Aku tidak keberatan. Mungkin ini adalah petualangan kecil.”
Setelah mereka masuk ke dalam mobil, Draven memutar kunci kontak dan mesin menyala dengan halus. Suasana di dalam mobil menjadi lebih tenang, namun Belle merasa ketegangan kecil masih mengambang di antara mereka.
“Jadi, bagaimana rasanya tinggal di Inggris selama dua tahun?” tanya Draven, menggeser tuas transmisi dengan lincah saat mereka mulai bergerak.
“Awalnya agak sulit,” Belle menjawab, “Tapi aku sudah terbiasa. Sekolah di sini sangat berbeda dengan di Indonesia. Semuanya terasa lebih bebas… tapi juga sangat sepi.”
Draven mengangguk, menanggapi pernyataan Belle. “Itu wajar. Kadang, kebebasan juga bisa membawa kesepian.”
Belle menoleh ke arah Draven, terkejut dengan kedalaman pemikirannya. “Kau benar. Kadang aku merasa seolah terjebak di antara dua dunia. Di satu sisi, aku merasa bebas, tapi di sisi lain, ada beban yang harus ku bawa.”
“Beban?” tanya Draven dengan penasaran, meskipun ia merasa ini adalah pertanyaan yang sangat pribadi.
Belle menyusutkan senyumnya, menyadari bahwa dia telah membiarkan sedikit dari dirinya terbuka. “Ya, beban untuk menyembunyikan siapa aku sebenarnya. Kadang-kadang, aku hanya ingin bisa menjadi diriku sendiri tanpa harus berpura-pura.”
Draven menatap lurus ke depan, namun Belle dapat merasakan perhatiannya yang penuh. “Aku mengerti. Kadang-kadang, orang-orang di sekitar kita tidak melihat lebih dalam, mereka hanya melihat apa yang ada di permukaan.”
Suara deras hujan yang membentur kaca mobil menambah kedalaman percakapan mereka. Belle merasa aneh, bagaimana satu pertemuan yang tak terduga bisa membawa mereka ke dalam obrolan yang intim seperti ini. Dia merasa dirinya menjadi lebih terbuka, seperti ada ikatan yang mulai terbentuk antara mereka, meskipun mereka hanyalah dua orang yang terjebak dalam situasi yang tak terduga.
Mobil melaju melalui jalanan Manchester yang basah. Hujan membuat suasana di luar tampak kelam, tetapi di dalam mobil, Belle mulai merasakan kehangatan dari Draven dan percakapan yang mereka jalani.
“Bagaimana kalau kita berhenti di kafe sejenak? Sekadar untuk menunggu hujan reda,” saran Draven tiba-tiba, mengalihkan fokus mereka dari perjalanan yang belum ada tujuan.
“Boleh juga. Aku rasa aku butuh secangkir cokelat panas,” jawab Belle dengan antusias.
Draven tersenyum, senyuman yang membuat Belle merasakan ketenangan. Mereka melanjutkan perjalanan, tak menyadari bahwa dalam pertemuan tak terduga ini, mereka mulai menemukan diri mereka sendiri di antara percakapan yang menembus batasan dan keraguan.
Sesaat kemudian, mereka tiba di sebuah kafe kecil yang terlihat hangat. Draven memarkir mobil dan mereka melangkah keluar, berlari di bawah payung menuju pintu kafe.
Setelah memasuki kafe, aroma kopi dan kue yang baru dipanggang langsung menyambut mereka. Belle merasa perasaan cemas yang tadinya membebani hati mulai memudar, digantikan oleh rasa hangat dan nyaman yang diciptakan oleh suasana kafe yang bersahabat.
“Bagaimana kalau kita pesan sesuatu?” tanya Draven, tersenyum.
“Ya, aku akan memesan cokelat panas,” balas Belle, merasakan kegembiraan menyelimuti dirinya.
Di saat yang sama, mereka berdua merasakan bahwa pertemuan tak terduga ini membawa mereka lebih dekat, membuka lembaran baru dalam perjalanan hidup masing-masing yang tak terduga.
serta jangan lupa untuk mampir di ceritaku ya❤️
ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..
contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.
jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam
atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.
intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus