Mawar Ni Utami gadis yatim piatu yang dua kali dipecat sebagai buruh. Dia yang hidup dalam kekurangan bersama Nenek nya yang sakit sakitan membuat semakin terpuruk keadaannya.
Namun suatu hari dia mendapatkan sebuah buku kuno dan dari buku itu dia mendapat petunjuk untuk bisa mengubah nasibnya..
Bagaimana kisah Mawar Ni? yukkk guys kita ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35.
NGGGGGGUUUUUUNNNNGGGGG
Ayu dan Bagas yang tadi masih tertidur pun terbangun karena suara berdengung keras di atas genting rumah..
“Pecawat...” gumam Bagas yang kedua matanya berkedap kedip menatap ke genting karena rumah Nenek Marmi tanpa plafon.
“Lebah itu Gas.. lebah Mbak Ni pergi.. ayo bangun kita lihat!” ucap Ayu sambil bangkit dari tidurnya lalu membantu adiknya bangun dan dia juga membantu Bagas turun dari balai balai..
“Mbak Ni.. lebah lebah nya pergi ya?” tanya Ayu yang berdiri di depan pintu dapur sambil menatap Mawar Ni yang menaruh besek di tempat yang aman dari jangkauan ayam ayamnya..
“Iya Yu, mungkin mereka mencari bunga bunga.. bunga bunga di sini masih kurang untuk mereka.” Ucap Mawar Ni sambil melangkah mendekati Ayu.
“Ooo tidak perlu menggembalakan dong Mbak, mereka mandiri bisa cari makan sendiri.” Ucap Ayu dengan nada serius.
“Hmmm semoga saja mereka pulang ke sini lagi nanti Yu, kalau mereka tidak pulang rugi Mbak Ni sudah buat banyak kotak.” Ucap Mawar Ni yang sudah selesai menyemai padi.
“Kamu sekarang mandi, biar Bagas Mbak Ni yang mandiin. Mbak Ni nanti mau ke balai desa kamu ikut tidak?” ucap Mawar Ni sambil melangkah masuk untuk mengambil Bagas yang akan dia mandikan..
“Asyiikkkk.. ikut dong Mbak Ni..” teriak Ayu sambil bertepuk tangan.
“Aciiikkkkk...” teriak Bagas pula sambil bertepuk tangan ikut ikut Kakaknya..
Setelah dua bocil itu selesai mandi dan selesai sarapan kedua nya sudah ribut tidak sabar untuk pergi ke balai desa.
“Ayo Mbak Ni, nanti aku dan Bagas di bonceng dalam kronjot ya...” ucap Ayu yang sudah memakai baju bagus rambutnya pun diikat dua dihiasi pita.
“Sebentar Yu, kantor balai desa buka jam delapan.. Mbak Ni kerja dulu.” Ucap Mawar Ni yang kini membersihkan berpuluh puluh ember ember bekas kemasan cat yang sudah dikumpulkan oleh dia dan Nenek waktu masih kerja mulung tempo hari. Belum dijual ke Pak Kosim karena saat itu Pak Kosim memberi harga sangat murah.
“Aku bantu ya Mbak Ni..” ucap Ayu sambil mendekati Mawar Ni yang masih sibuk di sumur samping kamar mandi.
“Tidak usah Yu, nanti baju kamu basah.” Ucap Mawar Ni sambil terus bekerja..
“Buat apa sih itu Mbak Ni, ember ember bekasnya? Di jual? Uang Mbak Ni sudah habis? Aku telepon Emak ya, biar Emak transfer ke Mbak Ni.. kalau belum gajian biar utang dulu pada juragan nya.” Suara imut Ayu yang masih berdiri tidak jauh dari tempat Mawar Ni bekerja.
“Buat menanam padi padi dari hutan itu Yu, harus dicuci ember ember ini biar tidak ada lagi sisa sisa cat tembok nya.” Jawab Mawar Ni..
“Hah? Menanam padi di ember Mbak?” tanya Ayu dan kedua bola matanya pun membulat.
“He... he... iya Yu, aku coba dulu kalau padi tumbuh bagus dan bisa berbiji bernas bernas aku akan beli ember bekas dari Pak Kosim..” ucap Mawar Ni dengan bibir tersenyum..
Waktu pun terus berlalu dan setelah pekerjaan Mawar Ni selesai. Mereka bertiga bersiap siap berangkat ke balai desa.. Benar Bagas dan Ayu masuk pada keranjang kronjot mereka berdua di dalam kronjot kiri dan kanan. Kedua nya tertawa bahagia...
“Hati hati ya.. jangan banyak bergerak gerak!” teriak Nenek yang mengantar mereka sampai di jalan depan rumah..
“Iya Nek...” teriak Ayu yang duduk di dalam kronjot.
“Iya Nek.. da dah.. da dah...” teriak Bagas yang berdiri di dalam kronjot sambil mengangkat kedua tangannya melambai lambai agar terlihat oleh Nenek..
“Duduk Gas..” suara Ayu, sayup sayup didengar oleh Nenek.. Nenek masih terus berdiri sambil menatap mereka sampai tidak terlihat dari pandangan mata Nenek..
Beberapa menit sepeda Mawar Ni sudah memasuki halaman balai desa. Terlihat sudah ada beberapa orang berlalu lalang di balai desa, ada yang berseragam pamong desa dan ada yang tanpa seragam..
“Mbak Ni itu Mas Rian dan Mas Dito!” teriak Ayu yang melihat Rian dan Dito sudah berada di dalam gedung balai desa..
“Iya mereka sudah lebih dulu datang.” Ucap Mawar Ni yang menghentikan sepedanya. Dengan hati hati dia mengangkat Bagas lalu mengangkat Ayu.. Ketiga nya segera masuk ke gedung balai desa.
“Ni daftar dulu, kumpulin KTP.” Ucap Rian saat Mawar Ni sudah berada di dekatnya..
“Habis itu kita tunggu di sini Ni.” Ucap Dito yang duduk di dekat Rian..
“Ayu, duduk sama Mas Dito dan Mas Rian dulu ya.. nanti Mbak Ni juga nunggu di sini.” Ucap Mawar Ni dan Ayu pun lalu duduk di dekat Rian. Sedang Mawar Ni sambil menggendong Bagas berjalan menuju ke tempat pendaftaran..
Sudah lebih tiga jam mereka menunggu akan tetapi surat izin belum juga selesai.
“Mbak Ni.. aku capek.” Ucap Ayu dengan suara lirih.
“Tunggu dulu mungkin sebentar lagi selesai. Nanti pulang dari sini kita beli es campur ya...” ucap Mawar Ni sambil menoleh menunduk menatap Ayu yang sudah duduk bersandar pada tubuhnya.. Ayu hanya mengangguk pelan, tidak ada lagi senyum di bibir nya dan tidak ada lagi celoteh riang dia dan Bagas.
“Kok lama banget ya.. “ gumam Mawar Ni selanjutnya..
“Iya Padahal Pak Kades ada di ruangannya..” ucap Dito..
“Mak Ni.. puyang...” ucap Bagas yang juga mulai tidak betah..
“Iya.. iya...” ucap Mawar Ni lalu bangkit berdiri..
“Kita pulang Mbak Ni..” ucap Ayu ikut bangkit berdiri dan melangkah di samping Mawar Ni.
“Ni, kamu mau pulang? Surat izin belum keluar.” Ucap Dito dan Rian secara bersamaan.
“Tidak mau tanya pada Pak Pamong.” Ucap Mawar Ni sambil terus melangkah menuju ke meja Pak Pamong tempat dia mendaftar tadi.
“Pak, kok lama banget? Kapan jadinya? Katanya tadi tinggal nunggu tanda tangan Pak Kades, itu Pak Kades kan ada di ruang nya sejak tadi.” Ucap Mawar Ni yang sudah tidak sabar.
“Tunggu Mbak, yang harus ditanda tangani oleh Pak Kades banyak.” Ucap Pak Pamong sambil menatap Mawar Ni..
“Tapi saya harus kerja Pak, kalau duduk menunggu lama lama di sini kami tidak makan. Kalau hari ini tidak bisa selesai biar kami pulang dulu saja.” Ucap Mawar Ni
“Ooo iya iya.. pulang saja dulu, tinggalkan nomor hand phone, kalau sudah jadi nanti kami kabari.” Ucap Pak Pamong sambil menyerahkan buku besar dan bolpen.
“Nah gitu kan lebih baik.” Ucap Mawar Ni lalu dia mencatat nomor hand phone nya di buku besar itu.
“Terima kasih Pak.” Ucap Mawar Ni lalu melangkah pergi.. Mawar Ni memberi tahu pada Dito, Rian dan beberapa warga yang juga menunggu, mereka yang punya nomor hand phone atau telepon segera bangkit berdiri untuk memberikan nomor hand phone nya pada Pak Pamong.
“Bagaimana kalau Kakek misterius itu juga minta surat izin, kasihan dia ..” gumam Mawar Ni di dalam hati sambil melangkah menuju ke tempat sepedanya terparkir..
“Mak Ni.. es.. es...” celoteh Bagas sambil telunjuk jari menunjuk ke pintu gerbang balai desa..
“Iya tunggu Gas., kita akan beli es..” ucap Ayu yang kini mulai ceria lagi..
Mawar Ni cepat cepat menaruh tubuh Bagas dan Ayu ke dalam kronjot kiri dan kanan.. Dia pun segera mengayuh sepedanya..
Di saat dia sudah di jalan raya, Mawar Ni yang akan menyeberang jalan raya menoleh ke arah kiri, jantung nya berdetak lebih cepat karena dari kejauhan dia melihat sosok putih putih sedang berjalan menuju ke arah nya.