“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapannya menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.
Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.
“Om sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kakak Ipar, Adik Ipar
Siapa pun pasti tidak mau kehilangan orang yang sangat dicintai dan disayangi, baik itu saudara kandung, suami atau istri, atau orang tua dan anak. Namun, jika ajal sudah datang tak akan bisa ditolak atau dibatalkan karena semua sudah menjadi kuasa Sang Maha Pencipta.
Langit cerah yang menerangi bumi mulai tertutup dengan awan hitam, suara gemuruh dibalik awan hitam tersebut mulai saling bersahutan seakan memberitahukan pada makhluk hidup di dunia jika hujan akan segera datang.
Beberapa orang yang sejak tadi berjongkok dekat salah satu pusara pemakaman, terpaksa bangkit demi tubuhnya tidak terkena hujan jika memang akan turun hujan.
“Ayo Jihan, kita harus bergegas pulang, hari sudah mau hujan kasihan Ezra nanti akan kehujanan,” pinta Ibu Kaila ibunya Jihan.
Dengan mengusap air matanya yang masih saja betah keluar dari ujung netranya, gadis ayu yang baru saja lulus sekolah menengah atasnya kemarin langsung bangkit dari jongkoknya.
“Sini Bu ... Ezra-nya biar Jihan gendong saja, nanti Ibu akan kesusahan jalannya,” pinta Jihan dengan mengulurkan kedua tangannya pada batita laki-laki yang baru saja menginjak usia 3 tahun. Wanita paruh baya itu membuka ikatan kain gendongannya dan membiarkan Jihan mengambil alih anak almarhumah kakaknya.
Sementara itu, di antara mereka bertiga ada sosok pria yang bernama Fathi Dizwhar Prawidja, suami dari almarhumah kakaknya Jihan yang bernama Embun. Melihat mereka berdua bangkit dari tepi pusara, dia ikutan beranjak, tapi sebelumnya pria itu mengusap pusara istrinya yang telah berpulang ke rahmatullah enam bulan yang lalu.
Pria yang miliki paras tampan, tubuhnya yang besar dan tinggi jalan terlebih dahulu mendahului kedua wanita itu, Jihan melengoskan wajahnya ketika kakak iparnya melewatinya begitu saja. Jangankan Jihan, Fathi saja juga tidak sudi melihat wajah adik iparnya yang telah menyebabkan istrinya meninggal dunia.
“Sabar ... sabar untung udah bukan kakak ipar lagi. Kalau enggak wiih nih jantung bisa terjun payung setiap hari! Selalu aja gue yang disalahi ... Huft! Memangnya hanya dia yang kehilangan Kak Embun, gue juga kehilangan Kak Embun, lalu ibu dan ayah juga kehilangan dan bersedih,” gerutu batin Jihan sendiri. Menurutnya sudah cukup dia menahan dirinya selama enam bulan jadi bual-bualan kakak iparnya itu.
Namanya musibah tidak pernah ada yang tahu, termasuk Jihan di saat dia meminta kakaknya jemput di salah satu rumah temannya karena takut pulang malam sendiri, lantas Embun menjemputnya dengan motornya. Tapi apa yang terjadi, belum tiba di rumah temannya, Jihan dapat kabar dari rumah sakit kalau kakaknya mengalami kecelakaan.
Semua anggota keluarga kocar kacir termasuk Fathi yang sebagai dokter langsung datang ke rumah sakit di mana istrinya di bawa ke sana, tapi semuanya terlambat, ajalnya sudah menjemput Embun.
Di sinilah Fathi marah besar pada Jihan, karena sebelumnya dia sudah melarang istrinya untuk menjemput adik manjanya itu. Fathi menyalahkan kematian istrinya karena adik manja istrinya tersebut yang bernama Jihan Aisha. Semenjak kematian Embun, Fathi berubah total sikapnya termasuk pada Jihan, awalnya dia biasa saja dengan adik iparnya, tapi sekarang sangat membencinya, setiap bertemu pandang seperti ingin memakan gadis muda itu.
Mereka semua bergerak menuju mobil mewah milik Fathi, dan seperti biasa Jihan akan ambil posisi duduk di belakang kemudi bersama keponakannya, dan ibunya duduk di samping kemudi.
BRAK!
Bahu Jihan berjengit ketika Fathi membanting pintu mobilnya sendiri, seolah-olah saat ini dia meluapkan emosinya di depan Jihan.
“Wiss eling-eling, tuh pintu mobil gak berdosa, yo kok dibanting ... kasihan anak ganteng Tante jadi kaget ya,” gumam Jihan sendiri sembari melirik keponakan yang ganteng persis banget kayak papa-nya.
Ucapan Jihan barusan terdengar jelas di telinga Fathi, dan samar-samar dia melirik Jihan dan anaknya melalui kaca tengah dengan tatapan mencebiknya.
“Kita langsung pulang, atau Ibu mau mampir ke sesuatu tempat?” tanya Fathi. Hari ini kebetulan dia libur praktik di rumah sakit milik keluarganya, maka dari itu dia bisa mengantar ibunya Embun berziarah, tapi siapa sangka jika ibu mertuanya mengajak adik manjanya Embun, sudah tentu bikin moodnya swing.
“Su-su dan diapers Ezra kebetulan stocknya abis Fathi, mungkin kamu mau belikan dulu di supermarket,” ucap Bu Kaila.
“Kalau begitu kita mampir ke supermarket dekat rumah,” jawab Fathi sembari menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan pemakaman umum. Sepanjang perjalanan menuju supermarket, tidak ada pembicaraan yang hangat, yang ada hanya suara cempreng Jihan yang sedang melantunkan lagu anak-anak bersama putranya Fathi.
Ingin rasanya Fathi menegurnya untuk tidak menyanyi, tapi apa dayanya ketika Jihan berhenti bernyanyi anaknya malah menangis, ya terima nasiblah Fathi mendengar suara cempreng Jihan sampai tiba di tujuan.
30 menit kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Fathi tiba di supermaket yang menuju rumah Jihan, setelah terparkir rapi barulah mereka keluar dari mobil. Kebetulan Fathi tidak membawa stroller anaknya, dan membiarkan gadis itu mengendong putranya.
Jihan hanya bisa mendesah, dan terima resikonya kalau begini, perangai kakak iparnya itu udah luar binasa rasanya mulutnya ingin mengumpat. Karena tidak mungkin dia bergantian dengan ibunya yang lagi sakit pinggang mengendong batita yang gemoy dan menggemaskan ini, mengesalkan!
“Laut masih jauh ya, rasanya pengen tenggelami orang ke laut rasanya!” celetuk Jihan, sengaja melangkahkan kakinya mendahului Fathi, dan biar suaranya terdengar jelas di telinga sang dokter tersebut.
“Ck ...!” berdecak kesal Fathi sembari menarik troli besi untuk menampung belanjaan.
“Fathi, Ibu tunggu di sini saja ya, kayaknya Ibu gak kuat kalau keliling masuk ke dalam,” ucap Bu Kaila menunjuk bangku tunggu, sembari mengusap pinggangnya,
“Ya Bu, tunggu di sini saja. Biar aku sama Jihan yang belanja,” jawab Fathi sebelum meninggalkan Bu Salwa.
Jihan yang sudah berjalan duluan dengan mengendong Ezra langsung bergerak ke lorong susu, dan mengambil beberapa kotak susu yang biasa diminum. Lalu, dia celingak-celinguk ke belakang baru menyadari jika tidak ada yang mengikutinya.
“Duh ... de ternyata hanya kita berdua aja, papamu emang keterlaluan! Yang punya anak siapa, kenapa Tante yang repot sih ngurusin kamu!” gerutu Jihan, bukan bermaksud dia tidak ikhlas mengurus keponakannya, tapi lebih kesal sama si papanya Ezra.
“Dokter jabatannya, anak pemilik rumah sakit, wajah ganteng, tapi ngeselin. Tante masih saja disalahkan, andaikan dibolehkan Tante pengen tenggelamkan papanya Ezra ke empang biar dicubit-cubit gemes sama ikan gurame, ikan nila, ikan mujair sama kena patilnya lele, pasti sedap banget ya, De.” Dasar Jihan, batitalah diajak curhat yang ada tuh bocah nyengir kasih lihat giginya yang masih putih mengkilap tak ada cela.
“Hmm!”
Baru aja lagi sesi curhat, ada suara orang yang kayaknya tenggorokannya nyangkut tulang ikan mas.
“Hmm!”
Jihan yang masih menatap Ezra, menolehkan wajahnya ke belakang bahunya.
“Bagus ya, ngajarin anak aku yang enggak-enggak!” tegur Fathi akhirnya keluar suaranya setelah hampir sekian lama lebih banyak diam setelah habis-habisan memaki Jihan di depan keluarga dirinya dan keluarga Jihan. Ya, walau saat itu sangat menyakitkan buat Jihan, tapi dia menerimanya lapang dada, dan untungnya jiwa Jihan bukan jiwa cengeng, setelah larut dalam kehilangan kakaknya dia kembali ke setelan pabrik yaitu agak bar bar dan manja.
“Aduh De, tadi Tante cerita nama-nama ikan'kan, eeh sekarang muncullah ikan paus yang ganas. Jadi gimana kalau kita pindah ke laut sebelah ya De,” balas Jihan masih ajak ngobrol si batita, sembari menaruh box susu ke dalam troli, lalu dengan gesitnya dia bergerak menjauhi Fathi.
“Iss ... ada Om Dokter galak!” gumam Jihan sendiri.
“Dasar bocah manja!” gerutu Fathi kesal.
bersambung ...
Halo Kakak Readers yang cantik dan ganteng, ada yang kangen gak ya sama Mommy Ghina 🤭, pasti gak ada yang kangen ya 😁. I'm comeback nih dengan karya terbaru di tahun 2024. Semoga kisahnya bisa menghibur ya, dan seperti biasa temani ya saya nulis di sini sampai kisahnya tamat.
Jangan lupa selalu tinggalkan jejaknya ya, like, komentar, poin dan sebagainya sebagai bentuk dukungan karya ini ya. Makasih sebelumya.
Lope Lope sekebon 🍊🍊🍊🍊🍊
Visual MC
Fathi Dizwhar Prawidja, usia 32 tahun, Dokter sekaligus anak pemilik rumah sakit.
Ezra Prawidja, usai 3 tahun, anaknya Fathi dan Embun.
Jihan Aisha, usia 19 tahun, baru lulus sekolah rencana mau kuliah. Adiknya Embun.