Menjadi pria idaman banyak wanita? Sungguh tidak pernah terlintas dalam pikiran seorang pemuda berusia 22 tahun yang akrab dipanggil Bayu.
Pemuda kampung yang tidak pernah percaya diri untuk menjalin hubungan spesial dengan wanita, tidak pernah menyangka, keputusannya merantau ke ibu kota, membuat Bayu menjadi pria yang paling diinginkan para wanita.
Apakah hal itu membuat Bayu senang? Atau justru Bayu akan mendapat banyak masalah karenanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Kejadian
"Ah, sial!" umpat Susan, begitu dirinya merasa sudah berada di tempat yang aman. Nafasnya tersengal-sengal, amarahnya pun membakar relung jiwanya. Susan memutar tubuhnya dan matanya langsung menatap penuh kekesalan pada dua pria yang mengikutinya.
"Gara-gara kalian, semua rencana jadi berantakan kayak gini. Kalian kemana aja sih, hah!" amarah Susan langsung meluap. "Udah dibilangin, kalian harus siap kapanpun. Malah teledor!"
"Ya maaf, Neng. Aku pikir, tadi akan ada drama dulu antara kamu sama target, jadinya kita rokok bentar di minimarket dekat pantauan," balas pria berjaket biru.
"Iya, aku pikir juga gitu. Apa lagi waktu kita main tadi, kamu membayangkan anak itu terus. Padahal, kita yang menyodok lubang kamu," sambung pria yang lain.
"Ah, sialan! Kalau sudah gagal begini, kita harus gimana coba? Apa yang akan aku katakan pada Tante Sonya!" bentak Susan geram.
Kedua pria itu saling tatap. Mereka juga tidak tahu harus menjawab apa.
"Udah aku peringatan berkali-kali, awasin aku terus, awasin! Eh, cuma iya-iya doang. Buktinya, tetap aja kalian teledor. Udah aku kasih enak, aku kasih kepuasan, malah, nggak guna sama sekali!"
Dua pria itu tetap diam dan nampak merasa sangat bersalah. Mereke juga bingung sendiri.
Jarak tempat kejadian dengan tempat kedua pria itu memantau memang tidak terlalu jauh. Tadi saat hendak beraksi, begitu melihat jalanan sepi, kedua pria itu langsung turun dari mobil. Kurang lebih sekitar seratus meter, keduanya turun, tepat di seberang mini market.
Mereka juga turun juga sangat terburu-buru, karena takut kehilangan jejak Bayu. Namun entah kenapa, keduanya malah berpikir diluar rencana dan memilih membeli rokok dan menikmatinya terlebih dahulu.
"Terus wanita tadi siapa? Kok dia bilang sudah lapor polisi?" pria berjaket hitam memberanikan diri untuk bertanya.
"Musuhku!" jawab Susan ketus. Wanita itu lantas duduk di atas tembok berbentuk lingkaran dan di tengahnya ada tanaman hias.
"Kok dia bisa ada di sana? Emangnya dia tahu, apa yang kamu lakukan?" tanya pria yang sama nampak begitu panik.
"Sepertinya dia curiga sama gerak-gerikku! Apa lagi kantor tempat Bayu bekerja, tadi menghubungi dia, menanyakan tentang Bayu. Aku jadi makin terpojok."
"Waduh! Kok malah jadi ribet sih?" keluh pria berjaket biru.
"Semua ini juga karena salah kalian!" amarah Susan kembali meluap. "Sekarang, kalian yang cari jalan, agar kita bisa selamat!"
Kedua pria itu terperangah bersamaan.
Sementara itu di sebuah rumah sakit, beberapa puluh menit setelah kejadian.
"Bagaimana keadaan Bayu, Non?" tanya Rahman begitu sampai di depan unit pelayanan gawat darurat dan melihat wanita yang mereka kenal ada di sana, duduk di depan gedung tersebut.
Tadi, begitu sampai di rumah sakit terdekat dan Bayu diberi pertolongan, Selin segera memberi kabar kepada kantor Home Service tentang keadaan Bayu saat ini.
"Bayu baik-baik saja. Cuma saat ini efek dari obat biusnya belum hilang seutuhnya," jawab Selin, membuat dua orang yang mendengarnya kian terperangah.
"Bayu dibius? Kok bisa? Gimana ceritanya?" tanya Awang bertubi-tubi.
"Aku sendiri nggak tahu cerita selengkapnya bagaimana. Cuma tadi dokter yang menangani bilang kalau Bayu kena obat bius yang bekerjanya secara perlahan," terang Selin.
"Aneh? Kenapa ada orang yang hendak membius Bayu? Apa Bayu punya musuh?" tanya Awang lagi semakin penasaran. "Gimana nih, Man? Apa kita lapor polisi aja?"
"Kalau saran saya sih jangan dulu. Kita tunggu sampai keadaan Bayu membaik, biar kita bisa mencari info yang lebih akurat," saran Selin.
"Ah, benar juga. Tapi ini aneh nggak sih? Bayu tuh baru tiga hari loh disini? Masa udah ada yang jahat sama dia?" Awang terus mengungkapkan rasa herannya.
"Apa mungkin, ini ada hubungannya sama tiga orang yang kemarin tertangkap akibat ulah Bayu?" ucap Rahman setelah tadi berpikir cukup lama.
"Nah, bisa jadi itu. Bisa saja itu ulah salah satu komplotan mereka," balas Awang.
"Menurut aku sih, mending kita masuk dulu. Kita lihat kondisi Bayu," Selin kembali memberi saran dan dua pria itu justru malah nampak terkejut.
"Ah iya, kenapa aku bisa lupa? Ayok!" balas Rahman. Ketiganya pun bergegas menuju ruangan dimana Bayu berada.
Begitu sampai, mereka menyaksikan Bayu terbaring dengan kondisi mata terpejam. Tak lama setelahnya mereka didatangi seorang perawat dan meminta salah satu dari mereka masuk ke dalam satu ruangan untuk menemui dokter yang menangani Bayu.
Sebagai satu-satunya keluarga Bayu, tentu saja Rahman yang pergi menemui dokter. Begitu berhadapan dengan dokter, Rahman langsung mencari informasi lebih tentang keadaan Bayu.
"Bagaimana, Man?" tanya Awang begitu Rahman kembali, setelah urusan dengan dokter selesai.
"Katanya sih Bayu boleh pulang. Efek obat biusnya akan menghilang esok hari dan katanya tidak terlalu berbahaya," terang Rahman.
"Ya udah, kita bawa pulang aja kalau gitu," balas Awang. "Eh tapi, nanti kalau dia sadar dan butuh apa-apa bagaimana? Bukankah besok, di Mess nggak ada orang? Apa kamu besok libur dulu satu hari?"
"Itu dia yang sedang aku pikirkan," balas Rahman. Kalau aku libur lagi ya nggak enak sama si bos. Aku aja baru cuti libur tiga hari kemarin."
"Nah, benar juga. Apa lagi karena viralnya Bayu, kita jadi kebanjiran kerjaan. Bagaimana ini?"
"Bayu bawa aja ke rumahku, biar aku yang rawat," ucap Selin tiba-tiba. Tentu saja, apa yang diusulkan wanita itu sangat mengejutkan.
"Aduh, Non. Nggak usah, biar nanti..."
"Nggak apa-apa," Selin langsung memotong ucapan Rahman. "Kasihan dia. Nanti kalau dia sadar terus nggak ada orang yang membantunya, bagaimana? Lagian diantara kalian yang pernah bertugas di rumahku juga sudah tahu, keadannya bagaimana?"
"Iya sih. Tapi apa Non Selin nggak sibuk?" tanya Rahman.
"Loh, aku kan kerjanya bisa dimana saja. Bahkan aku lebih sering kerja di rumah. Apa kalian berpikir aku punya niat buruk?"
"Ah enggak, bukan gitu," balas Rahman, mendadak merasa tidak enak hati. "Justru saya sangat berterima kasih karena Non Selin mau membantu keponakan saya."
"Oh, dia keponakan kamu?" Selin nampak sedikit terkejut. "Justru aku melakukan ini juga sebagai tanda terima kasih karena Bayu tadi pagi menolongku. Bukankah Bayu besok ada kerjaan di rumahku lagi?"
"Apa iya?" tanya Awang terkejut. "Kami belum dikasih tahu jadwal untuk esok hari."
"Kalau nggak salah iya, dia tugas di rumahku lagi. Soalnya aku udah pesan untuk dua hari. Lagian, kalau Bayu sadar, banyak yang harus aku tanyakan sama dia tentang kejadian tadi," balas Selin.
"Oh gitu?" sahut Rahman. "Ya udah, kalau Non Selin nggak keberatan kita bawa aja ke rumah kamu, Non."
Selin pun mengangguk senang.
"Ini pulang sekarang apa nunggu Bayu siuman?" tanya Awang.
"Sekarang. Kalau nunggu siuman, bisa sampai besok pagi," balas Rahman.
"Ya udah, kalian dorong Bayu pakai kursi roda, biar aku siapkan mobil dan administrasinya," ucap Selin.
Tanpa menunngu balasan dari dua pria itu, Selin bergegas meninggalkan mereka dengan perasaan senang.