Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bos Galak, Asisten Ceroboh.
Pukul delapan pagi, suara sepatu hak tinggi bergema di sepanjang lorong kantor yang sunyi. Suara itu milik Miranda, seorang wanita berusia 40-an dengan rambut gelap yang ditata rapi, wajah yang selalu tampak serius, dan tatapan tajam yang bisa membuat siapa saja terdiam dalam sekejap. Ia adalah CEO perusahaan konsultan keuangan ternama di kota itu. Tak ada yang berani menentangnya, terutama asisten-asistennya. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan karyawan bahwa tidak ada satu pun asisten yang bisa bertahan lebih dari tiga bulan bekerja di bawah Miranda.
Dani, pemuda berusia 24 tahun yang baru saja diterima sebagai asisten Miranda, duduk di mejanya dengan tangan bergetar. Ini hari ketiganya, dan selama dua hari sebelumnya, dia sudah mengalami beberapa insiden kecil yang membuatnya khawatir.
Miranda membuka pintu kantornya dengan satu hentakan, langsung menuju ke meja kerjanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dani tahu bahwa ini saatnya ia masuk dan memberikan laporan pagi, tapi perutnya terasa mulas. Ia menghela napas panjang sebelum mengetuk pintu kantor Miranda.
"Masuk," suara Miranda terdengar tegas dan tanpa emosi.
Dani melangkah masuk dengan setumpuk dokumen di tangannya. “Selamat pagi, Bu Miranda. Ini laporan untuk pertemuan dengan klien nanti siang.”
Miranda mengangkat alisnya, mengambil dokumen itu tanpa menatap Dani, dan mulai membacanya. Detik-detik berlalu, dan keheningan yang melingkupi ruangan semakin menekan. Dani bisa merasakan keringat dingin mulai membasahi punggungnya.
Tiba-tiba, Miranda menutup dokumen itu dengan keras dan meletakkannya di atas meja. “Dani,” suaranya rendah, tapi jelas mengandung kemarahan yang ditahan, “apa ini?”
Dani menelan ludah. “Itu... laporan untuk klien, Bu.”
“Laporan?” Miranda berdiri dari kursinya dan melemparkan pandangan menusuk ke arah Dani. “Ini sampah! Bagaimana mungkin kau memberikan data yang tidak akurat seperti ini untuk pertemuan penting nanti? Angka di sini salah semua!”
Dani merasa kepalanya berdenyut. Ia yakin sudah memeriksa laporan itu sebelum menyerahkannya. “Saya... saya akan segera memperbaikinya, Bu,” jawabnya terbata-bata.
Miranda mendekat, berdiri tepat di depan Dani. “Kau pikir ini permainan? Kau bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, Dani. Setiap angka, setiap detail, sangat penting! Satu kesalahan kecil bisa menghancurkan reputasi kita!”
Dani hanya bisa mengangguk. Pikirannya melayang, mencoba mencari di mana ia salah. Miranda mendengus dan kembali ke kursinya.
"Keluar dari ruangan ini, dan pastikan laporan itu sempurna sebelum kau kembali. Jika kau melakukan kesalahan lagi, jangan repot-repot kembali ke sini," katanya dingin.
Dani buru-buru keluar dari ruangan, merasakan lututnya lemas. Ia langsung kembali ke mejanya, membuka dokumen di laptopnya, dan mulai memeriksa ulang data yang ia masukkan. Jantungnya masih berdetak kencang, dan tangannya bergetar ketika ia mengetik.
---
Siang harinya, Dani duduk di luar ruang rapat sambil menggenggam laptopnya erat-erat. Ini adalah pertemuan penting antara Miranda dan salah satu klien terbesar perusahaan, sebuah perusahaan multinasional yang sedang mencari konsultan untuk proyek besar. Dani sudah menyerahkan laporan yang telah ia perbaiki tadi pagi, dan kali ini ia yakin tidak ada kesalahan.
Pintu ruang rapat terbuka dengan keras, dan Miranda keluar dengan ekspresi yang sangat tidak bersahabat. Di belakangnya, klien mereka, seorang pria berpakaian rapi, mengikuti dengan langkah terburu-buru, mencoba menyamai langkah Miranda yang cepat.
“Aku tidak akan menerima proposal yang setengah matang seperti ini!” suara Miranda menggema di seluruh ruangan. Dani bisa melihat wajah klien yang penuh dengan kekecewaan. "Ini adalah bisnis besar, dan aku tidak punya waktu untuk kesalahan remeh!"
Setelah klien pergi dengan ekspresi yang suram, Miranda menoleh ke Dani yang duduk dengan tegang di kursinya.
"Kau!" Miranda mendekat dengan cepat, suaranya bagaikan petir yang siap menyambar. "Apa yang sudah kau lakukan? Laporan yang kau buat pagi ini benar, tapi materi presentasi yang kau kirimkan? Tidak sinkron sama sekali! Kau pikir kau bisa mempermalukan perusahaan ini di depan klien sebesar itu?"
Dani bingung. Ia yakin semua yang ia lakukan sudah sesuai dengan instruksi. "Tapi Bu, saya sudah memeriksa ulang—"
"Kau bicara soal 'memeriksa' padaku?" Miranda memotong dengan tajam. "Kau jelas tidak memeriksa dengan baik. Ini bukan pertama kalinya kau ceroboh!"
Wajah Dani memerah, perasaan malu dan cemas bercampur aduk. Ia tahu Miranda terkenal galak, tapi hari ini ia benar-benar di ambang batas.
"Saya... saya minta maaf, Bu. Saya akan memastikan kesalahan ini tidak terulang," katanya dengan suara pelan.
Miranda menatapnya dengan dingin. "Maaf? Maaf tidak ada artinya kalau kau terus membuat kesalahan. Perbaiki atau kau keluar."
Dengan ancaman itu, Miranda melangkah pergi, meninggalkan Dani yang merasa kecil di balik mejanya. Dani merasa perutnya melilit lagi. Bagaimana mungkin ia membuat kesalahan seperti itu? Apa ia benar-benar tidak cocok dengan pekerjaan ini?
---
Malam harinya, Dani duduk di meja makan apartemennya dengan kepala tertunduk. Ia memegang cangkir kopi yang sudah dingin, menatap kosong ke arah laptop yang masih terbuka. Pikirannya melayang ke segala kesalahan yang ia buat dalam tiga hari terakhir. Sebagai lulusan terbaik di jurusan manajemen, ia dulu merasa yakin bisa menaklukkan tantangan apa pun. Tapi sekarang, ia meragukan semua itu.
“Aku tak akan bertahan lama di sini kalau begini terus,” gumamnya pelan.
Tiba-tiba, suara notifikasi email mengalihkan perhatiannya. Email dari Miranda. Jantung Dani berdegup kencang saat ia membuka email tersebut.
“Besok pagi jam 7. Ada presentasi tambahan. Jangan buat kesalahan lagi. — Miranda.”
Dani menatap layar dengan perasaan campur aduk. Ia merasa seperti sedang dihukum mati, namun ada satu hal yang membuatnya terus bertahan: keinginan untuk membuktikan bahwa ia bisa. Entah bagaimana, meskipun Miranda sangat keras padanya, ia merasakan dorongan untuk bangkit dan melakukan lebih baik. Ini bukan hanya soal menyelamatkan pekerjaannya, tetapi juga tentang mengatasi rintangan terbesar dalam kariernya sejauh ini.
---
Keesokan harinya, Dani sudah tiba di kantor sebelum jam 6 pagi. Ia mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti. Setiap dokumen diperiksa dua kali, presentasi dicocokkan dengan laporan, dan semuanya diatur rapi. Pukul tujuh tepat, Miranda tiba dengan langkah cepat seperti biasa.
"Semoga kali ini kau tidak mengecewakanku lagi, Dani," kata Miranda tajam tanpa basa-basi.
Dani mengangguk. “Semua sudah siap, Bu.”
Presentasi dimulai. Dani memperhatikan setiap gerak-gerik Miranda, setiap perubahan ekspresi klien, dan setiap detail yang mungkin terlewat. Untuk pertama kalinya, ia merasa berada di kendali penuh, seolah semua kesalahan sebelumnya telah memberinya pelajaran yang cukup berharga. Setiap slide yang ditampilkan berjalan dengan lancar, tanpa ada gangguan.
Setelah presentasi selesai, klien tampak puas dan menyalami Miranda. "Kami akan mempertimbangkan proposal ini lebih lanjut. Ini jauh lebih baik dari yang kemarin."
Setelah klien pergi, Miranda memandang Dani sejenak sebelum berkata, “Kau melakukan pekerjaan yang cukup baik hari ini. Tapi ingat, kesalahan kecil bisa meruntuhkan segalanya. Jangan ulangi cerobohmu lagi.”
Dani mengangguk, perasaan lega meliputinya meskipun Miranda tetap menunjukkan sikap keras. Ia tahu ini belum akhir, tapi setidaknya untuk hari ini, ia berhasil melewati ujian yang paling berat dalam hidupnya.
Seminggu kemudian, Dani duduk di mejanya dengan pikiran yang lebih tenang. Ia mulai memahami pola kerja Miranda dan tuntutan yang sangat tinggi. Setiap hari adalah tantangan, tapi Dani merasa ia semakin bisa menyesuaikan diri. Miranda mungkin galak, tapi di balik itu, Dani mulai melihat bahwa tuntutan Miranda sebenarnya membentuk dirinya menjadi lebih kuat dan tangguh.
Dalam hati kecilnya, Dani tahu bahwa menghadapi bos seperti Miranda adalah ujian. Tapi jika ia bisa bertahan, ia yakin bisa menaklukkan tantangan apa pun di masa depan.