Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Abdul sudah di pecat
"Darimana kamu?" sinis Perempuan tua itu berkacak pinggang.
"Emak! Tumben emak datang?" tanya Abdul menutupi kegugupannya. Pria bertubuh tinggi besar itu mendekati emaknya, meraih tangan emak dengan sopan.
"Gak usah cium tangan segala! Emak datang kesini, mau minta sertifikat rumah!" pinta perempuan itu mengulurkan telapak tangannya.
"Emak ngomong apa?" Abdul cengengesan, dia melirik sekilas istrinya sedang mengintip di belakang pintu.
"Nggak usah banyak cing-cong, sini mana sertifikatnya!" pinta emaknya Abdul itu lagi.
"Jangan marah-marah lah Mak. Emak enggak lihat kalau Abdul baru pulang?" rayu Abdul memasang wajah semanis mungkin, pria itu merangkul emaknya berjalan masuk kedalam rumah.
Emak Asih berjalan sambil menekuk wajahnya, sungguh sikap Abdul yang demikian itu semakin membuatnya ingin meledak. Dia sudah hafal betul dengan anak laki-lakinya itu, jika sudah bersikap baik sekali, tentunya ia sudah melakukan kesalahan di belakangnya.
"Emak sudah makan?" tanya Abdul lagi
"Abdul! Kamu tidak usah berbelit-berbelit. Emak katakan sekali lagi. Mana sertifikatnya?" bentak mertua Atun itu membuat Atun juga ikut tersentak.
"I... Itu Mak." Abdul gugup, ia mengusap tengkuknya bingung.
"Itu apa?" tanya emaknya.
"Anu Mak, itu sertifikatnya sedang di urus di kantor pajak. Tadi Abdul buru-buru, jadinya Abdul tinggal sertifikatnya. Lagian kita sudah menunggak pajak lumayan banyak. Lima tahun Mak!" ucap Abdul beralasan, namun itu malah membuat perempuan paruh baya itu semakin emosi. Tiba-tiba saja asbak rokok di atas meja itu melayang cepat, hampir mendarat di kening Abdul. Untung saja pria itu mahir mengelak, sejak kecil ia sudah terbiasa dengan lemparan mendadak emaknya.
"Anak kurang ajar! kamu pikir emak akan percaya dengan bualan buruk mu itu, hah! Basi. Kamu gadaikan ke mana rumah bapakmu ini? Kamu gadaikan sama siapa? Kamu main judi lagi kan?" emaknya Abdul itu naik pitam, marahnya semakin menjadi. Tentu saja tangannya tak tinggal diam, ia menarik rambut Abdul Hinga acak-acakan, dia juga mengambil kemoceng jadul yang tergeletak di atas meja dan memukuli punggung anaknya.
"Mak! Ampun Mak!" teriak laki-laki gagah suami Atun itu. Ia menatap Atun dengan wajah mengiba, selain tak bisa melawan, ia juga merasa malu kepada Atun istrinya.
"Dasar anak durhaka!" perempuan tua itu masih memiliki tenaga yang kuat, bahkan sangat bernafsu untuk menyiksa anaknya.
"Mak, jangan seperti ibu tiri dong!" kesal Abdul, ia terus menghindari pukulan emaknya walau percuma.
"Aku akan sangat bersyukur jika kamu adalah anak tiri!" marah emaknya dengan nafas ngos-ngosan. "Tun, kamu cari sertifikat itu di dalam mobil!" perintah emak Asih menujuk keluar, ke arah mobil Abdul.
"I... Iya Mak!" Atun tergagap sambil melangkah cepat menuju mobil suaminya.
Ia bergidik ngeri melihat kemarahan ibu mertuanya yang membabi buta. Tapi di sisi lain hatinya, ia merasa senang ada ibu mertuanya saat ini. Dia tidak perlu bertengkar dengan Abdul hanya untuk mengetahui kemana saja pria itu pergi sampai tak ingat pulang.
"Ada nggak Tun?" teriak mertuanya dari dalam rumah.
"Tidak ada Mak!" teriak Atun pula, ia mengobrak-abrik mobil suaminya, namun tidak menemukan apa-apa.
"Cari lagi!" perintah emak Asih kepada Atun. Gegas Atun berjongkok, mencari apa saja yang mungkin di temukan, ia gamang.
"Lho, ini apa?" gumam Atun, ia menemukan secarik kertas bertuliskan kwitansi. Mata bulat Atun membelalak lebar ketika melihat nominal yang tertulis di sana.
"Emak!" teriak Atun, ia berlari membawa kertas tersebut kepada mertuanya.
"Atun!" bentak Abdul, ia begitu marah melihat istrinya membawa kertas tersebut. Segera merebutnya dari tangan Atun.
"Heh! Nggak sopan kamu!" Marah emaknya Abdul, perempuan paruh baya itu meraih kertas tersebut dari tangan anaknya.
"Jangan Mak!" Abdul mengelak, ia meninggikan kertasnya agar tak dijangkau Emak.
Emak Asih pun tak mau kalah, ia meraih rambut anaknya itu dan menariknya.
"Aduh Mak!" Abdul meringis mendapatkan Jambakan dari emaknya sendiri.
"Sini!" emak tak menyia-nyiakan kesempatan itu, segera meraih kertas dari tangan Abdul ketika ia meringis sakit.
"Jahat sekali Emak!" gerutu Abdul, ia membenahi rambutnya.
Emaknya menyeringai, ia tak peduli ocehan anaknya.
Sejenak kemudian emak Asih terdiam memperhatikan kertas yang sudah kusut itu, membentang kertasnya dengan hati-hati. Lalu membacanya.
"Abduullll" teriakan emaknya semakin keras, bahkan kini memekakkan telinga.
Pria itu memejamkan matanya rapat, dia sudah tidak bisa menyembunyikan lagi.
"Tega kamu sama emak! Tega kamu menggadaikan rumah peninggalan bapakmu. Kamu benar-benar durhaka Dul!" tangis emak Asih pecah, sambil memukuli Abdul ia terus meratap. Air matanya pun jatuh sederas hujan.
"Mas!" gumam Atun, ia benar-benar tak menyangka suaminya itu melakukan hal senekat itu.
Abdul terdiam membiarkan emaknya terus meluapkan emosi sampai akhirnya diam sendiri. Perempuan bertubuh kurus itu terduduk lemas di kursi kayu, ia menangis tergugu.
"Abdul lagi butuh modal Mak. Nanti kalau Abdul sudah dapat uang akan Abdul ganti. Rumah ini akan Abdul tebus lagi." ucapnya pelan. Tapi bukannya menenangkan emak, malah semakin membuat tangisnya menjadi-jadi.
"Modal main judi? Nggak akan pernah balik lagi Dulll....!!! Emak Asih kembali meraung pilu.
"Kamu keterlaluan Mas." Atun buka suara, ia menatap suaminya dengan kecewa.
"Sudahlah, kamu tidak perlu ikutan marah. Kamu tidak pernah tahu apa yang aku alami di luar sana. Kamu tidak tahu kan, kalau sebenarnya aku sudah di pecat."
Atun mendelik tajam ke arah suaminya itu. Ia kasihan, tapi juga kecewa kepada Abdul karena tidak jujur kepadanya.
"Mengapa enggak cerita sama aku Mas? Aku ini istrimu. Lagipula, tidak perlu sampai menggadaikan rumah ini segala. Kita bisa cari jalan keluarnya Mas! Bukan bermain judi." marah Atun.
"Kamu tahu apa? Kamu tidak akan membantu apa-apa." Abdul tak peduli, meninggalkan kedua perempuan itu masuk ke kamarnya.
"Mana uangnya Mas?" tanya Atun dengan suara meninggi."
Tak terdengar suara Abdul lagi. Namun Atun tidak mau memperpanjang masalahnya dengan sang suami. Terlebih lagi ada mertua yang saat ini sedang menangis pilu duduk d kursi.
"Emak mau pulang saja." ucap Mak Asih masih terisak. Ia menatap seisi rumah almarhum suaminya itu dengan begitu sedih.
"Jangan Mak, ini sudah malam. Besok Atun antar Emak pulang ya." bujuk Atun.
"Abdul benar-benar sudah membuat emak kecewa."
"Iya, nanti Atun bicara sama Mas Abdul. Mungkin saja dia benar-benar butuh modal Mak." Atun memeluk Mak Asih dan menenangkannya.
"Sebenarnya, Atun juga sangat sedih Mak. Atun tidak tahu harus bagaimana lagi." lirih Atun berkata, ia menatap foto pernikahannya dengan pikiran menerawang entah kemana. Ternyata benar kata orang, bahwa pernikahan itu hanya manis diawalnya saja.
Dan sungguh terjal untuk di jalani.
Jatuh bangun menapaki tangga kehidupan yang kita sendiri tidak tahu akhirnya akan bahagia, atau malah luruh dengan kesedihan.
kasian tp mo ketawa, ketawa aja ahh
emak..emak cepet sembuh yah supaya bisa marah2 lg ..
dan kau Atun jgn plin plan gitu lah sama si Abdul..marah boleh tp logika jln terus../Shy//Shy/
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )