Wanita yang dijodohkan dengannya adalah tersangka utama meninggalnya kekasih dan calon anaknya?
Zion dipaksa menikahi Elin oleh sang kakek yang sekarat. Pernikahan tanpa alasan yang jelas ini membuat Zion merasa terjebak dan membenci Elin.
Kebencian Zion semakin mendalam ketika Elin menjadi tersangka utama dalam kasus kematian kekasihnya yang tengah mengandung anaknya.
Setelah kakeknya meninggal, Zion pergi dari rumah dan tak mau lagi bertemu Elin.
Namun, takdir mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang sangat berbeda. Elin yang dulu terlihat kusam dan kurang menarik kini menjelma menjadi wanita yang cantik dan sempurna.
Pertemuan tak terduga ini membuat Zion terpesona dan tanpa sadar jatuh cinta hingga terlibat dalam hubungan terlarang dengan Elin. Karena takut kehilangan Zion, Elin menyembunyikan kebenaran identitasnya.
Rahasia apa lagi yang tersimpan di balik perubahan drastis Elin? Mampukah Zion menerima kenyataan bahwa selingkuhnya adalah istri yang dibencinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Alasan Bertahan
Juni mengernyitkan keningnya menatap Bu Mira yang terdiam. Ia menatap ke arah mana Bu Mira menatap dan ia melihat seorang pelayan melintas. "Bu ...." panggilnya.
"Ah, Iya. Ngomong-ngomong ... di mana nyonya muda?" tanya Bu Mira menatap ke arah sekeliling.
"Nyonya muda biasanya pulang seminggu sekali. Mungkin siang ini pulang. Dulu biasanya nyonya ke sini Sabtu sore dan menginap semalam. Tapi akhir-akhir ini ke sini siang hari dan sorenya langsung pergi lagi," jelas Juni yang sudah hafal dengan kebiasaan Elin.
Ya, semenjak tinggal bersama Zion, Elin tidak pernah lagi menginap di rumah utama. ia tidak ingin Zion tahu identitas aslinya, karena itu ia hanya datang ke rumah utama saat Zion pergi bekerja.
"Pulang seminggu sekali? Memangnya ... nyonya ke mana?" tanya Bu Mira dengan kening yang berkerut.
"Nyonya muda memiliki toko kue. Mungkin karena tuan muda tidak pernah pulang, jadi nyonya muda tinggal di toko kuenya," sahut Juni menghela napas panjang, "kasihan sekali, padahal nyonya adalah wanita yang baik dan cantik, tapi malah dijadikan istri pajangan," lanjutnya dengan suara pelan dan wajah tertunduk.
Bu Mira hanya terdiam tanpa kata.
Sesaat kemudian Juni menatap Bu Mira lekat. "Apa Ibu tahu siapa sebenarnya yang telah membuat pacar tuan muda keguguran?"
"Prang ...."
Suara barang pecah terdengar, mengalihkan perhatian Juni dan Mira. Dua orang wanita itupun bergegas menuju ke arah sumber suara.
"Maisaroh! Astagaa ... kenapa ceroboh sekali?" seru Juni mendengus kesal melihat gelas yang dibawa Maisaroh pecah. Pelayan yang tadi sempat melintas.
"Ma-maaf, Bu Juni," ucap wanita yang dipanggil Maisaroh itu gugup, wajahnya tertunduk. Ia memunguti serpihan gelas dengan tangan yang terlihat gemetar.
"Kenapa tangan kamu gemetar seperti itu?" tanya Juni dengan dahi yang terlihat berkerut.
"Ti-tidak apa-apa," sahutnya gugup.
Bu Mira hanya menatap sebentar ke arah Maisaroh, kemudian menarik kopernya menuju kamarnya. Juni merasa aneh melihat reaksi Bu Mira saat melihat Maisaroh.
Bu Mira membereskan barang-barang miliknya, setelah itu memeriksa seluruh bagian rumah. Wanita paruh baya itu merasa senang karena rumah itu dirawat dengan baik.
"Apa Bu Mira sudah siap kembali menjadi kepala pelayan?"
Suara bariton yang terdengar datar itu membuat Bu Mira terkesiap. Ia menolehkan kepalanya ke arah sumber suara dan mendapati Pak Hadi yang tertunduk sedang mengetik pesan di ponselnya. Entah sejak kapan pria paruh baya itu berada di tempat itu.
"Saya ... tidak enak sama Juni, Pak," sahut Bu Mira menunduk.
"Saya sudah mengatakan pada Juni, kalau Bu Mira akan menjadi kepala pelayan lagi, jika Ibu sudah kembali," sahut Pak Hadi memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu menatap Bu Mira.
"Ji-jika itu keinginan Bapak, saya akan melakukannya," sahut Mira menatap sekilas ke arah Pak Hadi.
Setelah lima tahun tidak bertemu Pak Hadi, pria itu masih saja sama seperti dulu. Ekspresi wajahnya dan tatapan matanya selalu mampu membuat orang yang ia lihat merasa dikuliti. Pria paruh baya itu seolah tahu apa yang dipikirkan oleh lawan bicaranya.
Tidak ada yang bisa menentang pria yang berwajah datar ini. Bahkan Zion pun sulit melawannya jika pria itu sudah bersikap tegas. Seperti saat Zion dipaksa pulang dari luar negeri kemarin.
Pak Hadi tersenyum samar. "Baiklah, mulai hari ini, Ibu akan kembali ke posisi Ibu sebelumnya. Dan ingat, saya tidak ingin ada insiden apapun lagi di rumah ini," ucap Pak Hadi dengan suara datarnya, kemudian berlalu meninggalkan Mira.
Sesaat pria itu berhenti dan melirik ke satu arah, kemudian ia menarik salah satu sudut bibirnya ke atas dan kembali melanjutkan langkah kakinya.
Seseorang yang dilirik Pak Hadi ternyata adalah Maisaroh. Wanita itu bersembunyi tidak jauh dari Bu Mira dan Pak Hadi berada. Wajahnya tertunduk dalam, tangannya gemetar dan air matanya tanpa terasa menetes.
***
Saat hari menjelang siang, Bu Mira berjalan menuju kamar Zion. Ia ingin memeriksa apakah ada yang dirubah dari kamar Zion, mengingat kamar itu hanya ditinggali Elin.
Wanita paruh baya itu membuka pintu kamar Zion dan memerhatikan seluruh isi kamar. Ia merasa lega karena tidak ada yang berubah dari kamar itu.
"Ceklek"
Bu Mira terkesiap saat tiba-tiba kamar mandi di kamar Zion terbuka. Ia pun langsung menoleh ke arah pintu kamar mandi tersebut.
"Siapa kamu?" tanya Bu Mira saat melihat seorang wanita muncul dari balik pintu kamar mandi menggenakan bath robe.
"Emm ... Bu Mira, ya?" tanya wanita yang tidak lain adalah Elin. Ia merasa kepanasan dan berkeringat karena di jalan tadi terjebak kemacetan. Jadi saat tiba di rumah suaminya, ia memilih membersihkan dirinya agar tubuhnya terasa segar.
"Ka-kamu siapa?" tanya Bu Mira terbata menatap Elin dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia nampak sangat kagum pada wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi itu.
"Aku Elin, Bu," sahut Elin tersenyum ramah. Namun dalam hatinya bertanya-tanya, kenapa Bu Mira yang biasanya ikut kemanapun Zion pergi tiba-tiba ada di rumah ini. Apa karena Zion tinggal di rumahnya?
"Nyo-nyonya muda?" tanya Bu Mira nampak tak percaya.
"Iya, Bu," sahut Elin tersenyum tipis.
"Ah, maaf, Nyonya. Saya tidak tahu ada Nyonya di kamar ini. Tadinya saya hanya ingin memeriksa kamar ini saja," ucap Bu Mira menunduk hormat. Ia lupa kalau tadi Juni mengatakan bahwa kemungkinan besar siang ini Elin pulang.
"Nggak apa-apa, Bu," sahut Elin lembut.
"Kalau begitu, saya permisi. Kalau ada yang Nyonya butuhkan, Nyonya bisa memanggil saya," ucap Bu Mira tersenyum ramah.
"Terima kasih, Bu," sahut Elin tersenyum tipis.
Bu Mira keluar dari kamar Elin sambil mengingat bagaimana penampilan Elin sekarang. Penampilan yang benar-benar sudah jauh berubah, hingga Bu Mira tidak mengenalinya. Bahkan pembawaan Elin yang sekarang juga sudah jauh berubah. Dari segi penampilan, gestur tubuh dan juga cara bicaranya, semua sudah berubah.
"Aku tak menyangka nyonya Elin bisa berubah seperti itu. Aku benar-benar tidak mengenalinya. Bagaimana kalau tuan muda melihat nyonya Elin yang sekarang? Apa tuan muda akan tetap membencinya dan tetap tidak mau pulang ke rumah?" gumam Bu Mira lirih seraya berjalan menuruni anak tangga.
***
Mentari semakin condong di ufuk barat, sebentar lagi sang senja akan kembali ke peraduannya. Elin melajukan mobilnya kembali ke toko kuenya dengan bibir berhias senyuman.
"Aku nggak boleh pulang terlambat," gumamnya. Ia tidak ingin Zion pulang lebih dulu dari dirinya. "Aku sudah tidak sabar pergi berlibur dengan Kak Zion," gumamnya lagi dengan bibir yang melengkung ke atas membentuk senyuman manis yang menambah ayu wajahnya.
Akhir-akhir ini ia semakin merasa bahagia karena hubungannya dengan Zion semakin mesra. Meskipun dibalik kebahagiaannya, tersimpan rasa takut identitasnya terbongkar.
Kenapa Elin masih memaafkan Zion, meskipun ia hampir mati di cekik Zion dan selama lima tahun diabaikan?
Pada dasarnya kata "menyakiti" untuk setiap orang akan berbeda. Mungkin menurut kita itu sudah sangat menyakiti, tapi menurut orang lain belum tentu. Pikiran kita tidak selalu sama dengan pikiran orang lain, bukan? Karena kadang kita melihat ada hubungan yang sangat Toxic, tapi mereka masih tetap bertahan hingga bertahun-tahun. Itu karena kita tidak tahu apa yang mereka rasakan dan pikirkan.
Mungkin karena dalam menjalani hubungan, wanita sulit memakai logika. Mereka cenderung menggunakan perasaan, tidak seperti laki-laki yang lebih mengutamakan logika dari pada perasaan.
Selain itu, alasan mengapa masih tetap bertahan meskipun telah disakiti juga bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan berbeda-beda pada setiap individu.
Seperti Elin yang tidak mampu untuk memutuskan hubungan dengan Zion karena sudah terikat janjii dengan Kakek Zhafran. Merasa berhutang budi pada kakek Zhafran, hingga selalu mengingat pesannya untuk tetap berada di samping Zion sampai ia tak mampu lagi bertahan.
Apalagi menurut Elin, Zion adalah pria yang memenuhi kriteria untuk dicintainya. Zion adalah pria paling sempurna dimatanya. Cinta memang buta bukan?
Jadi, meskipun Zion menyakitinya, ia tetap bertahan dengan rasa sakit itu dan masih berharap bisa hidup bahagia bersama Zion. Meskipun ia sadar kebahagiaan itu tidak akan bertahan lama jika Zion tahu tentang siapa dirinya.
Intinya, pemikiran, tujuan dan juga pandangan hidup setiap orang berbeda-beda. Setiap orang akan melakukan apa yang dianggapnya benar, meskipun nyatanya yang dianggap benar itu salah.
Elin terus melajukan mobilnya melintasi jalanan yang agak sepi.
Hingga ....
"Astaga!"
"Cekiiitt ...."
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
perasaan baru pertamakali ini deh lihat pak Hadi tersenyum hangat dgn sorot mata lembut.. soalnya sepanjang episode, klo aq baca dari awal & hampir mendekati akhir, pak Hadi gk pernah menunjukkan senyuman hangat & tatapan mata lembut, selalu tersenyum misterius, tatapan mata tajam, wajah datar, dan setiap ucapan yg dilontarkan selalu benar,.belum lagi beliau tipe orang misterius juga, tegas, berwibawa, dll.. apa aja deh.. pokoknya aq suka banget sama tokoh pak Hadi ini.. ❤️❤️❤️ sekebon buat pak Hadi, klo gk ada bapak entah gimana nasib cinta Elin & Zion ini ya.. 😅