Harap bijak dalam membaca.
kesamaan nama keadaan atau apapun tidak berkaitan dalam kehidupan nyata hanya imajinasi penulis saja.
Seorang wanita muda kembali ke tanah kelahirannya setelah memilih pergi akibat insiden kecelakaan yang menimpanya dan merenggut nyawa sang Kakek.
Setelah tiba ia malah terlibat cinta yang rumit dengan sang Manager yang sudah seperti Pria Kutub baginya. Belum lagi sang Uncle dan mantan kekasih yang terus mengusik kehidupan asmaranya.
Lalu di mana hati Alice akan berlabuh? Dapatkah Alice menemukan pelaku pembunuh sang kakek..
Yuk ikutin kisahnya...
jangan Lupa Like Vote Komentar maupun Follow terimakasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanian June, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
DUARRRR
Sebuah suara yang ditimbulkan oleh benda yang bertabrakan cukup keras.
Suara tersebut berasal dari sebuah kecelakaan di sebuah perempatan Jalan Morena, manakala sebuah truk muatan yang berjalan dengan kecepatan tinggi dari sisi Utara menabrak mobil dari arah Barat.
Beruntungnya tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut, namun hingga saat ini sopir truk masih dalam pencarian.
Tut
"Ah ada-ada saja berita sekarang, mengerikan sekali" gumam Moza bergidik setelah mematikan sambungan Tv di ruang tamu rumahnya.
"Ada apa sayang?" Sapa Berliana yang berjalan menghampiri Moza
"Ah mama, ini loh ada berita kecelakaan di Jalan Morena. Dari berita di sampaikan bahwa kecelakaan seperti di rencanakan, gak ada korban sih mah tapi supirnya kabur. Ngeri kan ma?" Desis Moza mengulang apa yang telah ia tonton.
"Makanya kamu harus hati-hati di jalan, lebih baik ke mana-mana jangan sendiri. Cari dong yang bisa antar dan temenin kamu za, masa kemana-mana harus sama manager kamu terus sih." Tutur Berlian dengan santai
Berlian sebenarnya memendam geram manakala orang suruhannya gagal lagi untuk membuat William & Alice terluka. Sebelum turun ke ruang keluarga ia sudah menerima laporan dari anak buahnya bahwa mereka gagal karena sebuah mobil asing menghalangi rencana mereka.
Berlian hanya akting untuk setenang mungkin agar Moza tidak curiga dengan apa yang ia lakukan.
Tapi Berlian juga tengah berfikir siapa yang melindungi mereka selain orang suruhan William.
Di sebuah bukit kecil di pinggiran kota yang tidak banyak orang ketahui, terdapat seorang wanita yang tengah sempoyongan berjalan mengikuti laki-laki di depannya.
Berulangkali dia mengumpat pada sosok tersebut, membuatnya berjalan menaiki anak tangga yang begitu banyak. Jika tahu Medan yang ia lewati akan seperti ini, ia akan bersiap dengan sebuah sendal atau bahkan sepatu di kakinya.
Bukan seperti sekarang, sepasang heels yang akhirnya dia pegang karena kakinya yang sudah terluka.
"Dasar! Tua-tua baperan! Udah di kantor di kerjain mulu sama si Kutub sekarang di kerjain sama si tua baperan. Nasibmu Al, pulang-pulang cuma kayak gini. Di rumah mama aja kamu jadi CEO, lah disini jadi apa.?" Keluh Alice sepanjang perjalanan menyusul William yang mungkin sudah sampai di puncak.
Ia sampai tidak memperdulikan banyak pasang mata yang melihatnya sendirian berjalan dengan tangan yang menenteng heels. Padahal orang-orang sedang sibuk menggandeng pasangan mereka masing-masing.
Setelah hampir sampai di puncak, terlihat punggung seorang laki-laki yang masih membelakangi nya.
Dengan kedua tangan tersembunyi di balik saku samping celananya, entah mengapa terlihat sedikit menarik.
Banyangan intens yang terjadi akhir-akhir ini terlintas begitu saja dalam benak Alice, ketika pandangannya bertemu dengan William secara intens.
Setelah tersadar untuk beberapa saat, Alice pun lalu berjalan mendekat masih dengan perasaan jengkel. Di ayunkanlah heels yang dia genggam mengenai punggung William.
Tak menjawab William hanya menanggapi dengan memutar tubuh Alice untuk melihat apa yang tengah di pandang William.
Sedetik kemudian mulutnya ternganga, matanya berkedip lucu saat memandangi lampu-lampu kota yang seolah terlihat seperti hamparan bintang yang bertaburan. Indah, begitu indah sampai membuat Alice berkali-kali memujinya.
"Wah! Kenapa ada hidden gem kayak gini." Ucapnya untuk ke sekian kali.
"Umur boleh aja muda, tapi kenapa fisik kayak emak-emak anak 3! Lemah!" Ejek William tanpa mengalihkan pandangannya.
"Cih! Gimana aku bisa kejar uncle, sedangkan satu langkah uncle itu sama dengan tiga langkah ku!"
Decih Alice dengan senyum sinis tidak terima dengan ejekan pamannya. Berulangkali ia menghembuskan nafas panjang untuk menstabilkan emosinya, ia tidak mau merusak pemandangan yang di hadapannya karena perdebatan nya dengan sama paman.
"Disini, tempat favorit kami melepas rindu. Dan hari ini tepat tiga tahun kami mengakhiri hubungan yang sebenarnya tidak sebentar untuk kami jalani."
Ujar William mengawali pembicaraan untuk memecahkan hening yang melanda keduanya.
"Dulu kami itu sepasang kekasih yang membuat banyak orang iri. Banyak yang mendoakan kami agar bisa ke jenjang yang lebih serius. Hingga saat keputusan ku untuk melamarnya, namun dia lebih memilih pergi dengan laki-laki lain beralasan bahwa dia di jodohkan. Aku ya lebih baik mundur karena mempertahankan juga percuma jika hanya aku yang berjuang."
Sambung William dengan sendu.
Alice hanya mengangguk-angguk pertanda ia mengerti apa yang sedang di ceritakan oleh William, tanpa punya niatan untuk menjawab. Sesekali ia tercengang dengan cerita William yang begitu bodoh menurutnya. Sampai pada titik di mana Alice menoyor kepala Pamannya.
"Bodoh banget sih kamu uncle, bisa-bisanya mundur alus." Gemas Alice dengan tingkah pamannya yang hanya mengalah.
Alice tidak pernah tau sebelumnya tentang kehidupan asmara sang paman, sebab setelah kecelakaan yang menimpa Alice beserta sang Opa Anthony Alice lebih memilih berpindah tempat ke negeri ginseng bersama kedua orangtuanya.
Alice tidak pernah menyangka bahwa di balik senyum William ada begitu banyak luka yang sengaja ia pendam dan tutup rapat sendiri
Sejak dulu William memang paling dekat dengan kedua orang tua Alice ketimbang orang tua Moza.
Karena mereka adalah sosok paling teduh dan yang berdiri paling depan ketika bibi Berlian berulah bahkan sengaja memutar balikkan fakta.
"Seperti tahun-tahun lalu Nyonya, Tuan William hanya menikmati pemandangan di sebuah bukit berbintang di daerah Jalan Swiss. Tidak ada gerak gerik mencurigakan. Saya melapor dari tempat Nona Alice dan Tuan muda berada." Lapor Peter pada sang Majikan
"Baiklah, terimakasih Peter. Tolong awasi mereka sampai tiba di rumah ya?" Pinta Oma
"Baik Nyonya, dimengerti." Jawab Peter lalu memutus sambungan telepon.
Belum sempat gawainya masuk dalam saku jaket kulit yang ia kenakan, tiba-tiba ada sebuah telepon masuk dari anak buah Peter.
Segera ia geser tombol hijau untuk mengetahui laporan apa yang akan di sampaikan oleh sang anak buah.
"Lapor Bos, sudah di selidiki sepertinya sopir tersebut adalah orang bayaran dari Nyonya Berlian namun belum ada bukti kuat mengingat sang sopir belum di temukan. Tapi bos, orang yang menghentikan truk tersebut juga lari dan kami belum bisa menemukan siapa yang juga ikut melindungi mobil Tuan." Jelas anak buah Peter.
"Dasar *****! Jangan sampai lengah, awasi terus dan segera cari bukti sampai ketemu. Untuk siapa yang ikut membantu nanti kita cari bertahap." Balas Peter dengan gusar. Ia lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, diliriknya Deren yang terlelap di dalam mobil. Ia jadi merasa bersalah membuatnya senam jantung di dalam mobil tadi.
Pikirannya menerawang ke beberapa tahun yang lalu saat ia luput mengawasi tuan besarnya, hingga akhirnya kecelakaan maut pun terjadi mengakibatkan ia harus kehilangan tuan Anthony.