Cerita Dewasa!!!
***
Elkan, duduk bersilang kaki sambil bersedekap tangan. Matanya yang tajam menyoroti tubuh Alsa dari atas sampai ke bawah.
"Aku sangat puas dengan pelayanan yang kau berikan, maka dari itu, tinggallah di sini dan menjadi simpanan ku. Jangan risau, aku akan membayarmu berapa pun yang kau mau." Ujar Elkan penuh keangkuhan.
"Jangan harap! Aku tak sudi lagi berurusan dengan b*jing*n sepertimu. Cukup bayar saja yang semalam, setelah itu jangan lagi berhubungan denganku, anggap saja kita tak pernah saling mengenal."
"Hahaha!."
Elkan, suara tawa Elkan terdengar menggelegar. "Tak sudi berhubungan dengan orang sepertiku?." Tanyanya memastikan.
"Ingat, di kandungan-mu ada benihku, anakku! Mana mungkin kau tak akan berurusan lagi denganku?."
***
Jangan lupa ikuti akun:
Instragram:OH HA LU
Tiktok:OH HA LU
FB: OH HA LU
♥️♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MY. OH HA LU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan Menyakitkan
Di rumah sakit..
Elkan langsung melakukan tindakkan operasi dadakan, karena memiliki luka yang cukup fatal. Sedangkan Risma hanya mengalami luka ringan saja, tapi meskipun begitu, wanita itu tetap mendapatkan penanganan khusus karena kondisinya yang tak sadarkan diri.
Detik, telah berganti menit, dan menit pun telah berganti jam. Sudah hampir 3 jam operasi berjalan, namun belum ada tanda-tanda operasi akan selesai.
Kedua orang tua Elkan sedang menanti di depan pintu operasi dengan perasaan was-was, terutama Ayahnya.
"Sabar, Pa. Elkan pasti akan baik-baik saja." Ucap Ibu tiri Elkan menguatkan suaminya yang sedang bersedih.
"Bagaimana aku bisa tenang, Ma? Anak kandung ku satu-satunya sedang kritis di ruang operasi!."
Yang namanya ibu tiri tetaplah Ibu tiri. Tak peduli kalo Elkan yang sedang sekarat di atas meja operasi, Ibu tirinya itu masih saja bersikap santai sekali.
"Papa duduklah di sini dulu." Ujar Ibu tiri Elkan, seraya membawa suaminya itu duduk di kursi stainless.
"Mama mau mengecek kondisi calon menantu kita."
Tanpa menunggu jawaban dari sang suami, Ibu tiri Elkan itu pergi begitu saja, meninggal pria paruh baya itu di dalam kegundahan.
Selang beberapa saat setelah kepergian Ibu tiri Elkan, Alsa berlari tergopoh-gopoh bersama dengan Meldi.
"Elkan, Hiks."
Alsa langsung memegang pintu operasi yang masih tertutup rapat. Matanya yang sembab, menandakan kesedihan yang mendalam.
"Ku mohon, kau harus tetap hidup demi anakmu, El." Lirihnya.
"Hiks."
Alsa tak dapat lagi menahan suara tangisannya yang sejak tadi ia tahan. Baru saja tadi siang mereka bersama melakukan banyak hal, tapi sekarang.. Elkan malah berbaring tak berdaya di meja operasi.
"Ku mohon.. Bertahanlah.. Hiks."
Karena pikirannya yang sedang kacau, Alsa sampai tak menyadari keberadaan orang tua Elkan di sana.
"Siapa kamu?."
Ragu-ragu, Alsa memutar tubuhnya untuk menghadap seorang Pria paruh baya yang sedang duduk di kursi.
"Kenapa diam saja? Apa kau mengenali putraku?."
Alsa tak tau harus menjawab apa. Haruskah dia mengatakan yang sejujurnya kalo dia adalah istri simpanan Elkan?.
"N-nama saya Alsa, Om." Jawabnya kemudian.
Pria paruh baya itu terdiam. Matanya yang sudah mulai berkeriput itu mengamati tubuh Alsa dari atas sampai bawah, sampai akhirnya terhenti pada permukaan perut Alsa yang membuncit.
"Apa kau simpanan anakku?."
Deg!
Alsa tak menyangka kalo orang tua Elkan akan bertanya demikian.
"Embbb... A-aku..
"Sudahlah.. tanpa kau jawab, aku sudah tahu siapa kamu." Ujar Papa-nya Elkan, memotong perkataan Alsa begitu saja.
"Tapi sebelumnya saya minta maaf padamu, aku minta segeralah pergi dari sini. Aku tak mau keluarga-ku dan keluarga calon besanku melihatmu berada di sini."
Alsa masih tak bergeming di tempatnya. Jujur saja, hatinya terasa sakit sekali saat mendengar pengusiran yang orang tua Elkan lontarkan terhadapnya.
Pria paruh baya itu berjalan perlahan mendekati Alsa yang masih berdiri di depan pintu operasi, lalu kemudian memegang kedua pundak wanita itu.
"Cukup do'akan saja kesembuhan Elkan dari jauh. Ku harap, setelah ini kau tidak menemui putraku lagi. Dia akan segera menikah dengan tunangannya. Jadi, aku mohon padamu untuk tidak menghancurkan segalanya."
Pak Herman (Papa-nya Elkan) menarik nafas panjang.
"Pergilah, Nak. Pergilah ke tempat yang jauh, kalo bisa ke tempat yang sekiranya Elkan tak dapat menemui mu lagi. Sebagai gantinya, aku akan memberikan-mu uang kompensasi yang cukup besar. Nanti gunakanlah uang itu untuk biaya hidupmu anakmu."
Pak Herman menjeda kalimatnya. Sebenarnya dia tidak tega kepada Alsa, namun mau bagaimana lagi? Ada hubungan keluarga dan hubungan bisnis yang harus tetap dia jaga.
"Rawat dan besarkan anak itu tanpa Elkan." Sambungnya.
Alsa mengangguk lemah. Kedua tangan lentiknya mengelap air matanya yang terus bercucuran.
"Baik, Pak. Saya akan pergi jauh dari kehidupan anak anda. Tapi tolong sampaikan salam perpisahan ku untuknya." Ujarnya lirih.
"Hm. Nanti setelah dia sadar akan ku sampaikan pesanmu itu. Hiduplah dengan baik, semoga kau menemukan pengganti Elkan yang jauh lebih baik."
Lagi-lagi, Alsa hanya bisa mengangguk. Untuk yang terakhir kalinya, Alsa melirik pintu operasi dengan tatapan sendu.
"Selamat tinggal, El.. Kini sudah saatnya kita berpisah. Kisah kita hanya sampai di sini saja. Terimakasih atas segala yang kau berikan padaku." Batinnya.
Setelah puas memandangi pintu tak bernyawa itu, barulah Alsa kembali menghadap kepada Pak Herman.
"Saya pergi dulu, Pak. Permisi."
"Hm."
Alsa membungkuk hormat, sebelum kemudian berlalu pergi dengan langkah gontai. Lagi-lagi, kisah asmaranya harus berakhir menyedihkan. Kadang Alsa sempat berfikir, apakah di dunia ini sudah tidak ada keadilan untuknya?.
***
.
.
.
Setelah hampir menghabiskan waktu 5 jam, akhirnya operasi yang di jalani Elkan telah selesai. Laki-laki itu sudah di pindahkan ke dalam ruangan yang sama dengan ruangan Risma di rawat.
Risma tidak memiliki luka yang cukup serius, karena waktu kecelakaan terjadi, Elkan membanting stir ke arah kanan, sehingga membuatnya mendapatkan benturan yang cukup keras. Bahkan, bagian pintu mobil sebelah kanan sampai remuk tak berbentuk lagi, akibat saking kerasnya berbenturan pada pembatas jalan.
"Dok, kurang dari tiga minggu lagi, kami berdua akan melakukan resepsi pernikahan. Apakah dia nanti sudah sembuh?." Tanya Risma kepada Dokter yang sedang mengecek kondisi Elkan yang masih tak sadarkan diri.
"Kalo hanya untuk berdiri normal sudah bisa, tapi dengan catatan tidak boleh lama-lama, karena kondisinya masih belum pulih total." Jawab sang Dokter.
"Butuh waktu berapa lama sampai dia bisa benar-benar sembuh total?."
"Kurang lebih 1 bulan, baru dia akan sembuh total. Di masa penyembuhan tersebut, tolong pola makan dan kondisinya di jaga dengan baik, ya? jangan sampai dia melakukan kegiatan yang berat."
"Baik, Dok."
Akhirnya, Risma bisa bernafas lega. Kemudian, ia memandangi wajah Elkan yang masih terpejam erat.
"Kapan dia akan sadarkan diri, Dok? Sudah berjam-jam, tapi kenapa matanya masih saja terpejam ." Tanyanya lagi.
"Tenanglah.. dia pasti akan segera siu..
"Eughhh.. Zzzttt.."
Belum sempat sang Dokter menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba sudah terdengar gumaman lirih dari bibir Elkan.
Cepat-cepat, Dokter tersebut langsung mengecek kondisi Elkan agi.
"Sa.. Sa.. Sa.."
Deg!
Tubuh Risma mematung, ketika mendengar Elkan mengigau memanggil nama orang lain.
"Sa? Sa, siapa?." Batinnya bertanya-tanya.
"Sa.. jangan pergi. Tetaplah di sini bersamaku." Gumam Elkan lagi.
Tes!
Risma langsung membekap mulutnya sendiri. Dia tak menyangka kalo Elkan akan berkata seperti itu. Sebenarnya siapa itu, Sa? Kenapa laki-laki itu sampai mengigau memanggil mana orang lain, bukanya memanggil namanya?.
"Sa.. jangan pergi.. Aku mencintaimu."