NovelToon NovelToon
Dosenku Suamiku

Dosenku Suamiku

Status: tamat
Genre:Tamat / Dosen / Nikahmuda / Romansa
Popularitas:6M
Nilai: 4.7
Nama Author: Andreane

Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.

Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.

Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7

Paginya aku bangun dengan badan yang terasa pegal-pegal, sebab aku sama sekali tak pernah tidur di sofa semalaman.

Saat ku lirik ke arah ranjang, pria itu masih tertidur pulas seperti orang tak berdosa.

Aku masih belum percaya kalau pria itu adalah suamiku.

Setelah lima menit terduduk di sofa, aku akhirnya bangun, lalu melipat selimut dan kembali memasukkannya ke dalam lemari.

Saat langkahku hendak tertuju ke arah kamar mandi, ku dengar suara seseorang menggeliat. Mengabaikannya, aku memilih terus melanjutkan langkahku.

Lima belas menit berlalu, akupun keluar dan langsung mengarahkan sepasang netraku pada pria yang kini duduk di tepian ranjang.

Kedua sikunya bertumpu pada lutut sementara kepalanya menunduk.

Lagi-lagi aku tak memperdulikannya.

"Apa kamu nggak punya sopan santun?" Katanya yang persekian detik membuatku kembali menoleh untuk memindai wajahnya.

"Aku? Nggak sopan? Di bagian mana?" tanyaku memberanikan diri.

"Setidaknya sapa, salam, senyum"

"Ini masih terlalu pagi, aku belum memiliki tenaga untuk menyapa apa lagi tersenyum"

"Ckckk.. Benar-benar berbeda jauh dengan Lala"

"Nggak usah membanding-bandingkan, aku dengan kakakku. Nggak suka, kenapa nikahin aku"

Pria itu tak merespon lagi, dia bangkit dan pergi ke kamar mandi.

"Memangnya dia siapa minta di sapa, di senyumin" Gerutuku lirih, sambil mengenakan mukena "Dia hanya suami sementara, menikahiku pun karena sakit hati sama kakak kok minta di perlakukan lebih"

Selesai sholat subuh, karena aku tak ingin melihatnya, juga berdebat dengannya, aku memilih keluar kamar dan menuruni tangga hendak ke kamar bunda. Leherku yang terasa sakit, ingin meminta pijitan ke bunda.

Saat ku ketuk pintu kamar bunda, tak ada jawaban dari dalam, aku coba langsung membukanya dan ternyata ayah dan bunda tengah melaksakan sholat berjamaah.

Tak ingin mengganggu, aku berjalan ke arah ranjang dan merebahkan diri di atas ranjang orang tuaku.

Ah nikmat mana lagi yang aku dustakan... Kasurnya empuk.

"Kenapa, Ji?"

Ku dengar suara sumringah dari mulut bunda.

"Eh, bun. Sudah selesai sholatnya?" tanyaku melihat bunda yang melipat mukena. Sementara ayah sempat melirikku sekilas sebelum kemudian masuk ke kamar mandi.

"Sudah, ada apa nak pagi-pagi ke kamar bunda?"

"Tolong pijitin leher dong bun"

"Kenapa memang lehernya?"

"Sakit, mungkin karena kemarin pake siger jadinya kepalanya agak berat sampai ke leher" Dustaku. Padahal leherku sakit karena semalaman tidur di sofa.

"Sini bunda pijat, tapi sebentar saja ya bunda mau sibuk di dapur"

"Iya bun"

Bunda tampak membuka laci dan mengambil minyak urut.

Aku menelungkupkan badan bersamaan dengan bunda yang duduk di sisiku.

"Kamu beneran cinta sama Sagara kan, Ji?" Tanya bunda di tengah-tengah pijitannya.

"Kok bunda tanya gitu si? Kan kemarin malam Ji sama mas Sagara sudah bilang"

"Entah kenapa bunda menangkap gelegat aneh di wajah kalian berdua"

"Gelegat apa bun?" Tiba-tiba ayah menyela begitu keluar dari kamar mandi.

"Ini yah, bunda masih belum percaya kalau Sagara malah menikahi Jihan, bukan kakak"

"Itu pilihan mereka bun, mereka menikah dengan pria pilihannya sendiri" Kata ayah dan aku hanya diam menyimak sembari menikmati pijatan tangan bunda. "Jangan kecewain ayah sama bunda ya, Nak" lanjut ayah yang jelas di tujukan untukku. "Jadilah istri yang baik seperti bunda, nurut dan patuh sama suami, kurangin main dan kumpul sama teman-teman"

"Iya yah" jawabku sendu. Ayah lantas berjalan keluar kamar.

"Mau kemana yah?" Bunda menatap punggung ayah dalam-dalam.

"Keluar hirup udara segar, bun"

Jika di hadapan anak-anaknya, mereka memang panggil ayah bunda, tapi jika sedang berdua, mereka panggilnya 'mas, adek' romantis kan?

Aku bahkan seperti melihat film layar lebar yang di siarkan secara langsung jika nggak sengaja memergoki mereka bermesraan.

"Ingat kata ayah ya, Ji. Jangan kecewain kami. Layani suami dengan baik. Usahakan penampilan suami tetap rapi kalau mau berangkat kerja, karena kalau suami kusut, pasti istri yang di salahkan. Nggak becus ngurus lah, nggak di perhatiin lah, nggak di layani lah. Masakkan makanan yang Sagara sukai, persiapkan semua jangan sampai suamimu menyuruh"

"Kayak pembantu aja bun" Celetuku dengan nada frontal.

"Bukan pembantu nak, tapi memang sudah kewajiban kamu sebagai istri. Seorang suami nggak akan membiarkan pembantu mengurusnya. Apalagi seorang istri, harusnya dia nggak akan biarkan ART menyentuh suaminya. Jadi bunda pesan ke kamu, semua kebutuhan suami kamu sendiri yang urus"

"Iya bun" Tak menampik, kalau nasehat bunda itu memang baik. Tapi aku juga berat mengiyakan. Mereka nggak tahu kalau kami menikah bukan karena saling cinta.

"Kalau kamu masih belum ingin punya anak, kamu bisa konsultasi ke budhe Kanes, budhe pasti punya kenalan dokter S.pog"

"Dokter kandungan buat apa bun? Nggak perlu temuin dokter nggak apa kok"

"Bagus dong kalau gitu, nanti jadi bunda cepat dapat cucu"

Cucu...!!! Aku sedikit kaget dengan kalimat bunda. Pasalnya, hal itu sama sekali tidak ada dalam pikiranku, aku masih muda, masih ingin menikmati masa-masa mudaku. Ogah banget ngurus anak, toh nggak mungkin aku hamil, karena aku nggak akan membiarkan mas Sagara menyentuhku. Pernikahan ini hanya permainan belaka. Nggak sudi aku punya anak dengannya.

"Hari ini masih ijin kuliah kan?" tanya Bunda setelah ada hening sesaat tadi.

"Masuk, bun. Ji cuma ijin sehari"

"Memangnya nggak apa-apa, baru nikah langsung kuliah?"

"Loh kan penduduk kampus nggak tahu kalau Ji nikah bun, Ji juga akan tutup mulut seenggaknya sampai Ji siap buat jujur ke teman-teman Ji"

"Hal baik jangan di sembunyikan terlalu lama, nanti jadinya nggak baik"

"Nggak baik gimana?"

"Ya nanti kalau mereka nggak tahu jika kamu sebenarnya sudah menikah, ada pria yang dekatin kamu, kan jadinya nggak baik"

"Sudah Ji bilang kan, insya Allah Ji nggak akan kecewain ayah sama bunda lagi, bun. Jadi kalau ada pria yang dekatin Ji, nanti Ji langsung tolak"

"Ya harus dong"

Kembali hening, bunda terus membalur tubuhku dengan minyak urut, dan aku terus menikmatinya.

****

Tepat pukul 7:30 pagi, aku, mas Sagara, ayah bunda dan mas Ryu melakukan sarapan bersama. Keluarga dan kerabat sudah pulang tadi subuh sebab mereka harus ke kantor. Termasuk opa dan oma yang ikut pulang bu dhe Kanes.

Ngomong-ngomong soal opa dan omaku, sebenarnya ayah yang harusnya menempati rumah opa, tapi karena ayah nggak mau, jadilah budhe Kanes, suaminya dan anaknya yang tinggal dengan mereka sekaligus untuk menjaga dan merawatnya.

Kami sekeluarga pun turut andil dalam merawat opa oma. Kadang-kadang bunda bawain makanan buat mereka sebelum berangkat kerja. Setiap sabtu minggu kami juga berkumpul untuk menikmati waktu libur kami.

"Kamu cuti berapa hari nak Saga?" tanya ayah di sela-sela kunyahannya.

"Satu minggu, yah. Sudah di ambil dua hari, jadi tersisa lima hari"

Ayah merespon dengan anggukan kepala yang kemudian di lanjut pertanyaan lain.

"Ayah dengar kamu beli apartemen di dekat kampus Jihan, apa nggak kejauhan kamu ke tempat kerja?"

"Iya yah, ini nanti antar Jihan ke kampus sekalian mampir buat berbenah. Nggak apa-apa jauh, masih bisa di tempuh yah"

Astaga, mas Sagara beli apartemen di dekat kampusku? Kenapa?.

"Apa nggak sebaiknya kamu ijin lagi, Ji?" Jelas pertanyaan ayah itu untukku. "Supaya kamu bisa bantu berbenah"

Aku menelan ludah, masih shock sebenarnya. Lagi pula untuk apa juga memilih tempat tinggal di dekat kampusku.

"Jihan!" Sentak ayah.

"Nggak bisa yah, libur satu hari udah tertinggal mata kuliah jauh. Nanti Ji bisa bantu mas Sagara setelah pulang kuliah. Nggak apa-apa kan mas, mas beresin sendiri dulu"

"Oh, its ok, nggak masalah" Sahut mas Sagara.

"Mas Ryu sarapan dulu, nak. Main ponselnya nanti" Ucap bunda pada kakak laki-lakiku.

"Iya bun, ini tadi ada pesan penting dari dosen praktek"

Mas Ryu tadi memang nggak ikut nimbrung dalam obrolan kami. Dia sibuk membalas chat yang masuk ke ponselnya, kemungkinan dia juga nggak dengar apa yang kami bicarakan.

Dan pikiranku masih kalut memikirkan soal tempat tinggal mas Sagara di dekat kampusku.

Bersambung

1
🏠⃟ᵐᵒᵐરuyzz𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁❣️🥑🤎㊍㊍
Luar biasa
Fuji Lathifah
Kecewa
Anne: jangan di baca dong
total 1 replies
Fuji Lathifah
Buruk
Rury Jayanti
Luar biasa
Desi Taruk langi'
Kecewa
Desi Taruk langi'
Buruk
Selvi Sitio
mampir kekaryaku ya teman-teman @Sipencuri Hati Mafia & @Jangan Ikuti Aku
@Al🌈🌈
/Good/
Endang Pujiana
Luar biasa
sharvik
emg smpai kpn mau d rhasikn smpai pnya cucu kah . .bego d pelihara
sharvik
jgn mnyalahkn org lain klau brpikir yg tdak2 ttg hbungn klian . .slh sndiri hbugn d rhsiakn . .sprti malu pnya suami sagara saja
Supiah Susilawati
Luar biasa
randy candy
prasaan sagara gak pingsan kan pas jatuh kok bisa amnesia yaa..
randy candy
mulai bulet bulet bulet..
Dian Meilani
Bagus
Izzatul Ulya
Buruk
Muhammad Yamin
Luar biasa
Muhammad Yamin
yg sbar ya my otor, memang bgitulah yg namanya manusia,beda kepala beda kinerja otaknya, beda manusia bda sifat dan tabi'atnya, moga sehat selalu my otor 💪💪🙏
Wulan Bahrain
Luar biasa
faraakila
sepill cepat!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!