Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, seorang pria yang sedang kelaparan malah di suguhi pemandangan yang tidak menyenangkan.
Bagaimana kisahnya mari kita ikuti bersama.
Oh iya, ini cerita author yang perdana.. jadi maklumin ya kalau masih belepotan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hum@ira211, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa itu mulai ada
"Apa kabarmu Nin...?"
Suara itu begitu lembut, namun sapaan itu membuat Nina terlonjak hingga hampir saja ia menjatuhkan ponsel dalam genggamannya. Seseorang yang sudah lama ia rindui, namun jarang sekali bisa bertemu.
Nina yang terkejut dengan kehadiran orang yang tak disangkanya itu sampai berdiri dari tempat duduknya. Betapa tidak, selama ini mereka tidak bisa bertemu karena Sulastri melarangnya untuk sementara.
Rasa rindu yang tak tertahankan hanya bisa mereka lampiaskan lewat sambungan telepon, itupun dibatasi. Kini Nina baru menyadari bahwa Sulastri sengaja seolah jutek untuk memberi kejutan untuknya. Lalu soal agenda meeting dengannya pun hanya untuk meyakinkan rencananya.
"Ba... Baik San... Kamu apa kabarnya?" Jawab Nina agak gugup.
Nina mencubit lengan Sulastri dengan gemas. Sulastri yang dicubitnya hanya terkekeh sukses karena berhasil mengerjainya. Sementara Adi hanya menggeleng gelengkan kepalanya.
Setelah berbasa-basi sebentar Nina segera memesan empat mangkuk mie ayam 🐔 yang belakangan ini menjadi menu favorit Sulastri. Entah kenapa sejak mengenal Adi ia lebih suka tempat dan makanan sederhana yang memang menurutnya tidak kalah enaknya dengan makanan ala resto berbintang.
Di tengah enaknya menikmati makan siangnya itu, di seberang jalan terdengar seorang wanita separuh baya berteriak meminta tolong.
"Jambret.... jambret... Tolooong..." teriak ibu itu.
Di arah yang ditunjuk si ibu seorang pria berlari meliuk liuk diantara pengunjung hutan kota, di tangan kanannya ia memegang sebuah tas pinggang yang rupanya milik ibu yang berteriak itu.
Si ibu yang berusaha mengejarnya pun begitu tak berdaya karena kondisinya yang lemah. sedangkan reaksi orang orang yang di sekitaran pun beragam, ada yang ikut mengejar ada pula yang seolah tak peduli..
Sebagian lagi merasa takut karena mereka sudah tahu siapa pelakunya yang seringkali berbuat kejam apabila ada yang berani menghadangnya termasuk para pedagang yang sudah sering melihat kejadian seperti itu.
Hampir saja pelaku penjambretan itu menghilang di ujung jalan yang menikung di dalam hutan kota itu, tiba tiba sesuatu melesat cepat ke arah betisnya, membuat pria itu tersungkur jatuh dengan wajahnya menghujam tanah terlebih dahulu.
"Croooottt...croott...!!!" dua buah benda kecil panjang menancap tepat di dua betis penjambret itu membuat pria itu meringis kesakitan. Sementara para pengejarnya kini mengerumuninya dengan geram. Kini pria itu diseret ke hadapan ibu korban penjambretan.
Semua orang yang menyaksikan kejadian yang begitu singkat itu terbelalak, melihat benda yang melumpuhkan pria itu, masing masing mencoba menerka siapa orangnya yang telah melakukannya dengan sebilah sumpit bambu... Ya.. Sumpit bambu..
Semua mata memandang ke arah pedagang mie ayam yang memang menggunakan sumpit bambu dalam menu nya, namun disana ada banyak orang yang sedang makan,.sangat sulit menemukan orangnya.
"Ah itu tidak penting, yang penting sekarang urus penjambret dan ibu ini" kata seorang diantara mereka yang menolong ibu itu
Berbeda dengan Sulastri yang pandangannya langsung tertuju pada Adi yang masih lahap menyantap makananya seolah tak terjadi apa apa.
"Kau masih bisa pura pura ngga tahu ya bang, tapi aku tahu...kau yang melakukannya kan?" batin Sulastri.
"Nin, kau lihat bang Adi... Bukankah tadi dia pakai sumpit, sekarang...." bisik Sulastri pada Nina.
" Sekarang pakai garpu, sumpitnya jatuh atau gimana?" tanya Nina.
"Bukan ... sumpit nya sudah nempel di kaki pri itu" jawab Sulastri sembari menunjuk ke arah penjambret yang masih mengerang.
Mata Nina membesar seolah tak percaya, mana mungkin orang yang terlihat biasa saja bisa melakukannya. Sandi yang memperhatikan keduanya ikutan menoleh ke arah Adi, membuat orang yang dipandangi merasa jengah.
"Ada apa dengan kalian... Apa ada yang aneh dengan caraku makan?" tanya Adi seolah merasa di intimidasi.
"Engga.... Engga papa koq, ayuk lanjutkan makannya.." yang menjawab kali ini Sulastri.
"Dasar aneh... Orang menolong tapi pura pura ngga lihat ada kejadiannya " gerutu Sulastri dalam hati.
"Oh ya San, kalian kan baru aja ketemu, aku permisi dulu ya mau cari angin segar... Takut mengganggu kalian.." kata Adi. Mereka memang sudah saling kenalan sebelum makan tadi.
"Apaan sih bang Adi, ngga ada mengganggu..."jawab Sandi, namun Adi sudah berjalan menjauh..
"Aku mau nemenin bang Adi ya Nin..." kata Sulastri sambil bangkit berdiri.
" Eh.. Las...." Nina mencoba mencegah, namun langkah Sulastri lebih cepat dari ucapan Nina.
Kini tinggallah Nina dan Sandi duduk saling berhadapan, suasana serasa hening karena tak ada satupun yang memulai bicara, hanya tatapan mereka saja yang beradu saling melontarkan beribu kata tak terucapkan.
"Nin, ada yang mau aku omongin..."
"San, ada yang mau aku omongin..."
kata keduanya hampir bersamaan..
"kau duluan ...." lagi lagi ngomong bersamaan membuat keduanya tersenyum menahan malu. Sandi berdiri dan berpindah duduk di bekas posisi Sulastri sebelumnya, ia meraih tangan Nina dan menciumnya dengan lembut, ada getaran indah mengembang dalam diri Nina, ia pun memejamkan matanya menikmati kasih sayang dari orang yang dicintai nya itu.
****
"Bang Adi.. Tunggu..." kata Sulastri setengah teriak.
Adi yang berada agak jauh didepan pun menoleh, dilihatnya Sulastri datang menghampirinya nafasnya terengah-engah.
"Bukannya kakimu masih sakit..tapi kenapa jalannya begitu cepat?" tanya Sulastri heran.
"Kaki saya sudah mendingan Non, mungkin sebentar lagi saya sudah tidak membutuhkan ini lagi.." jawab Adi sembari menunjukkan tongkatnya.
"Syukurlah kalau begitu.."...." oh ya bang, kita duduk disana aja ya..." ajak Sulastri melihat tempat duduk dari pokok pohon yang ditebang. Adi berjalan mengikutinya.
"Boleh aku nanya sesuatu bang?" tanya Sulastri agak ragu..
"Selagi saya bisa menjawab Non.." jawab Adi.
"Apa abang pernah mencintai seseorang?" tanya Sulastri.
"Ya, tentu saja.." sahut Adi tegas
"Menurut abang, pantas ngga jika seorang perempuan menyatakan perasaannya terlebih dahulu?" meskipun ragu Sulastri beranikan untuk bertanya.
Adi terdiam cukup lama, dia agak ragu untuk menjawab pertanyaan atasannya itu. Persoalan cinta memang rumit, tidak bisa dibatasi oleh umur dalam memandang kedewasaan dalam bercinta, terkadang sepasang kakek nenek pun masih bersikap seperti muda-mudi yang baru beranjak remaja dalam cinta.
Cemburu, salah faham, pertengkaran, kemesraan, keromantisan tak bisa membedakan sasarannya baik tua maupun muda, semuanya bisa mengalaminya.
"Nona Sulastri, bolehkah saya meminta waktunya sebentar?"
Bukannya mendapat jawaban dari Adi, seseorang yang belum dikenalnya tiba-tiba muncul dihadapannya disusul Nina dan Sandi dibelakang orang itu. Sulastri tak begitu yakin ia pernah bertemu sebelumnya. Namun dengan kebesaran hatinya ia pun mempersilahkan.
"Perkenalkan Nona, nama saya Edo, saya diutus kakek Nona untuk mencari Anda." pria itu memperkenalkan dirinya.
Wajah Sulastri mendadak berubah, ia memutar pandangan matanya ke arah Nina dan Sandi, dalam benaknya bertanya-tanya bagaimana bisa mereka membawanya ke hadapannya, sedangkan ia masih berusaha dalam bersembunyi dari kakeknya.
Bagaimana bisa dia menemukan kami..apakah Sandi yang membocorkannya?
Sulastri tak bisa menemukan jawabanya sebelum menanyai Sandi, namun pri yang dipandangi nya itu pun hanya menggelengkan kepalanya..