" Meskipun Anda adalah ayah biologis saya, tapi Anda bukanlah ayah dalam kehidupan saya!" ucap Haneul Ahmad Syafi.
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun berkata tajam kepada pria dewasa yang mengenakan jas putih. Dia tahu bahwa pria itu adalah orang yang membuatnya dirinya ada di dunia ini sekaligus membuat sang ibu menderita selama bertahun-tahun.
Bagiamana pria itu meluluhkan hati putra dan wanita yang pernah ia buat menderita karena perbuatan jahatnya di masa lampau?
Akankan Haneul dan ibunya bisa menerima pria itu di kehidupan mereka, mengingat trauma yang dibuat pria itu cukup membuat sang ibu merasa menderita?
Yuuk baca, yang tidak suka di skip tidak apa-apa.
Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JSI 27: Sandwich Tuna Ku ...
Merasa sangat frustasi, Sai memilih untuk keluar sejenak. Ia hendak menyegarkan pikirannya yang kalut. Menemukan siapa Hyejin sebenarnya membuat hati dan kepalanya berkecamuk. Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Bahkan mungkin saja karirnya bisa hancur dalam sekedipan mata jika memang Hyejin berniat menghancurkan dirinya.
Sesaat dirinya gamang, dan keberaniannya menciut. Bahkan jiwa pengecutnya muncul sesaat setelah mengetahui siapa Hyejin sebenarnya. Padahal saat melihat kedua orang tua Hyejin ia bahkan sudah ingin mengungkapkan permintaan maaf. Walau saat itu dia belum yakin betul bahwa Hyejin adalah wanita yang ia temui 8 tahun lalu. Tapi sekarang, ia merasa tidak akan semudah bayangannya.
" Haaah, jika aku mau dibawa ke jalur hukum aku juga siap." Sai bergumam lirih, kebetulan hari ini dia tidak ada jam praktik. Waktunya sangat pas untuk menenangkan diri sebelum melakukan operasi terhadap Hyejin. Lagi pula kemarin dia juga mengatakan kepada dua dokter residennya untuk datang ketika anestesi sudah dilakukan.
***
" Apakah sudah siap jagoan, mari kita pergi!"
" Paman, memangnya paman tidak bekerja ya?"
Doeengg
Hajoon lupa bahwa keponakannya adalah bocah yang cerdas. Dia tidak mungkin mengatakan kalau hari ini adalah hari libur karena memang ini hari aktif. Hajoon pun diam sejenak, ia memikirkan alasan yang tepat untuk bisa bolos kerja sekaligus bisa mengajak keponakannya jalan-jalan.
" Tidak, paman cuti. Eomma Han kan di rawat nah mari kita datang kesana untuk membesuk. Sebelum itu kita sebaiknya pergi dulu ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu. Eomma Han pasti akan senang jika Han datang membawa buah tangan, bagaimana?"
Haneul terdiam, ia mencoba menelaah penjelasan yang keluar dari mulut pamannya. Sebagian benar dan sebagian lagi ia merasa bahwa pamannya itu sedang mencari kesempatan. Tapi tidak masalah toh dia juga ingin melihat-lihat kota yang merupakan tempat dimana sang ibu dilahirkan.
" Baiklah Paman Joon, mari kita pergi."
Hajoon bersorak, sedangkan Haneul hanya memutar bola matanya malas. Ia tahu bahwa pamannya itu memang mencari celah untuk bisa pergi bermain.
Mereka berdua keluar dari rumah, Haneul masih belum tahu kemana Hajoon membawanya pergi tapi dia cukup menikmatinya. Sepanjang perjalanan Haneul tidak melepaskan matanya dari pemandangan yang ada di luar jendela. Suasana kota yang sibuk terlihat jelas di jalanan yang lumayan padat. Beberapa kali mereka berada di tengah-tengah kemacetan, dan Haneul hanya diam tidak berkomentar. Padahal Hajoon terlihat begitu kesal.
Ckiit
Mereka berbelok pada salah satu gedung yang lumayan besar. Haneul bisa tahu bahwa itu adalah sebuah pusat perbelanjaan. Meskipun mereka datang bukan di jam istirahat tapi rupanya tempat tersebut juga lumayan ramai. Hajoon memarkirkan mobilnya di basement dan mengajak Haneul berkeliling tempat tersebut.
" Kira-kira apa yang ingin kamu beli untuk Eomma mu, Han?"
Haneul menggelengkan kepalanya cepat, ia tidak tahu apa yang ingin ia beli untuk Hyejin. Karena pada dasarnya ia belum melihat apa saja yang dijual di pusat perbelanjaan tersebut.
" Baiklah, kita lihat pelan-pelan. Jika ada yang inginkan beritahu Paman oke."
" Baik paman."
Hajoon membawa Haneul ke tempat dimana terdapat gerai makanan. Dan di tempat itu lumayan komplit. Ada yang menjual makanan berat ada juga yang menjual makanan ringan seperti snack dan sejenisnya. Haneul akhirnya mengunci pandangannya di sebuah gerai yang menjual bermacam-macam roti. Haneul ingat ada satu roti yang disukai oleh Hyejin. Ia pun memberi tahu sang paman apa yang dia inginkan.
" Kamu mau beli roti yang di situ? Oke, mari kita kesana."
Hajoon sangat senang akhirnya keponakannya itu sudah tahu apa yang ingin dibeli. Sebenarnya ada maksud lain dari Hajoon yakni ia ingin Haneul tidak terlalu bersedih hati. Meskipun diluar anak itu terlihat baik-baik saja tapi Hajoon yakni dalam hatinya penuh keresahan. Hajoon juga ingin menunjukkan bahwa semuanya sungguh baik-baik saja dan jangan terlalu khawatir terhadap apapun.
" Han, kamu tunggu sebentar di sini ya. Paman mau ke toilet. Ingat jangan kemana-mana oke. Ah iya, kamu sudah simpan nomor telpon Paman kan. Intinya jangan kemana-mana. Sebentar, maaf mbak bisa tolong nitip keponakan saya, saya ingin ke toilet sebentar."
" Bisa pak."
" Terimakasih."
Hajoon langsung berlari menuju ke toilet. Meskipun ia tahu Haneul tidak akan pergi kemana-mana dan akan menunggunya, tapi tetap saja dia khawatir. Maka dari itu Hajoon berinisiatif menitipkan Haneul ke salah satu pramuniaga gerai roti tersebut.
" Adek mau roti yang apa?"
" Ehmm, bisakah saya memilih dulu."
Pramuniaga itu tersenyum dan mengangguk. Ia memberikan Haneul sebuah nampan dan penjepit untuk Haneul mengambil apa yang diinginkan. Haneul mengelilingi rak-rak yang berisi bermacam-macam roti. Dan ia menemukan apa yang ia sukai, apalagi kalau bukan sandwich. Dan dia tidak menyangka bahwa sandwich itu berisi tuna.
Tak!
" Apa kamu juga menyukai nya nak! Jika iya maka ambillah karena sandwich itu hanya tinggal satu saja."
" Terimakasih Tuan, ya saya su~"
Deg!
Haneul tidak bisa melanjutkan ucapannya ketika melihat siapa orang yang baru saja bicara padanya. Meskipun hanya melihat melalui foto yang diunggah di media sosial tapi ia yakin bahwa pria yang berdiri di sebelahnya adalah Sailendra Khalid Daneswara.
Dada Haneul berdebar hebat. Wajahnya pun seketika itu terasa panas. Tapi bocah laki-laki itu sebisa mungkin mengontrol emosinya yang hampir meledak. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang.
" Terimakasih Tuan karena sudah mengalah untuk saya."
" Sama-sama Nak."
Sai tersenyum dan membalikkan tubuhnya. Ia berjalan menjauh dari Haneul tapi tiba-tiba oleh Haneul ujung jaket Sai ditarik sehingga Sai berhenti dan berbalik untuk menatap Haneul.
" Ada apa nak, apa kamu membutuhkan sesuatu?"
" Hmmm, tidak . Aku hanya ingin melihat lebih jelas saja seperti apa wajah 'orang baik' yang memberikan roti kesukaannya kepada saya. Sekali lagi terimakasih, mungkin kita akan bertemu lagi nanti."
Sai mengerutkan kedua alisnya. Ia sungguh merasa bahwa anak yang baru saja ia temui sangat aneh. Ia pun tidak terlalu memikirkan ucapan Haneul dan memilih untuk pergi ke kasir. Hanya saja tiba-tiba ia merasa mengenali wajah Haneul. Dan saat ia mencoba mencari Haneul, ia tidak bisa menemukannya di gerai roti tersebut.
" Lho Han, apa tidak jadi beli rotinya?"
" Tidak paman, tiba-tiba seleraku berubah. Aku tidak suka roti di tempat itu, mari cari makanan lain saja."
Hajoon yang kembali dari toilet sedikit bingung melihat perubahan ekspresi wajah dan suasana hati sang keponakan. Ia merasa Haneul saat ini tengah kesal. Tapi dia tidak tahu apa penyebabnya.
" Huh, bisa-bisanya aku mempunyai satu kesukaan yang sama. Sungguh rasanya tidak rela. Haah, Sandwich tuna ku."
TBC
cerita ini sangat bagus bagus banget menurut ku. dan mengenai haneul yang dewasa padahal usia nya masih kecil itu di real juga ada jadi g heran kalau haneul punya pikiran sedewasa itu.
semangat berkarya kk othor 💪💪💪.
sangat2 bijak sekali.
sukses slalu k