Kisah Nyata : Adakalanya cinta itu memang harus dilepas, bukan karena jika bersama akan saling menyakiti, Namun...jika terus bersama, akan ada banyak hati yg tersakiti.
Diangkat dari kisah nyata, Adeeva seorang guru honorer yang di buat jatuh cinta oleh Adrian, seorang pria berprofesi sebagai polisi. Kegigihan Adrian membuat Adeeva luluh dan menerimanya.
Namun masalah demi masalah pun mulai bermunculan. Membuat Adeeva ingin menyerah dan berhenti. Bagaimana cara mereka menyelesaikan permasalahan yang ada? Akankah mereka bisa bersatu atau justru harus saling merelakan?
Temukan jawabannya di novel ini. Yang akan membuatmu masuk ke dalam kisah percintaan yang mengharukan.
Note : Demi menjaga privasi tokoh sebenarnya, semua nama dan lokasi kejadian sudah di rahasiakan.
follow saya di
Ig : lv.edelweiss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LV Edelweiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semua Berubah
Pesawat ku landing sekitar pukul 10 pagi. Mendapat cantik di bandara kecil pulau ini. Aku langsung mencari Adrian setibanya di bandara. Ternyata dia sudah menungguku. Aku melambaikan tanganku.
"Sini abang bawain kopernya... " Tawarnya.
"Ih... baik banget... " Kataku manja.
Kamipun langsung menuju ke tempat Adrian memarkirkan motornya. Dalam hati, harusnya dia bawa mobil polisi. Yang dulu sering dia pakai saat mengantar jemputku. Masa nggak ada inisiatif sih aku menggerutu dalam hati.
"Nggak ada mobil. Dipakai komandan. " Adrian tiba-tiba seperti tahu isi hatiku. Aku tersentak kaget. Ekspresinya datar saja ku lihat sejak tadi. Sebenarnya dia senang atau tidak aku pulang?
"Ya uda pakai motor aja" jawabku pun dengan ekspresi datar juga.
Sepanjang jalan Adrian banyak diam. Hanya sekali-kali dia berbicara. Biasanya ada saja guyonan yang dia lontarkan. Apa dia sakit? pikirku.
Adrian menghentikan motornya didepan warung ayah yang belum buka. Tetap saja ekspresi wajahnya seperti orang yang sedang banyak masalah.
"Abang sakit? " Tanyaku
"Enggak kok. Ya uda, abang balik polres ya? Tadi cuma izin cuma sebentar. Jangan lupa istirahat. " Katanya sebelum kemudian berlalu meninggalkan aku. Aneh, dia tidak seperti biasanya.
Aku pun masuk ke dalam rumah. Yang sudah ditunggu sejak tadi oleh ayah dan ibu. Ibu sudah masak sarapan yang enak. Kesukaanku.
"Jadi rencananya mau nganggur setahun lagi? " Tanya ibu.
"Mau gimana bu. Kalau ke kota seberang pulau pun, pendaftarannya sudah ditutup. Uda terlambat. " Jawabku.
"Ya uda nggak papa nganggur setahun. Kan bisa bantuin ayah juga di warung. nggak nganggur kan? Hitung-hitung sambil ngumpulin biaya kuliah kamu" Ayah ikut nimbrung perbincangan aku dan ibu.
"Tapi apa nggak kasian umur dia Yah? Kan Sarjana itu butuh waktu 4 atau 5 tahun loh. "Jelas ibu.
" Ya sudah, ambil yang Diploma-III aja. Nggak harus jadi sarjana kan? Dan tidak harus menjadi seorang guru " Kata Ayah.
"Jadi maksud ayah, Adeeva ambil jurusan lain aja? " Tanyaku.
"Ambil keperawatan aja... " Ayah menawarkan
"Nggak... ibu nggak setuju. Kesehatan itu, biayanya gede Yah. Ayah lupa, bagaimana kegagalan Wina 4 Tahun yang lalu? Bagaimana kita habis-habisan untuk membiayainya sampai kita nggak punya apa-apa lagi dikota dingin dan hijrah ke sini. " Ibu seperti takut peristiwa yang sama menimpaku.
"Ibu... udah... " Aku memegang bahunya.
"Tapi finansial kita saat ini sudah bagus Bu... ayah rasa Adeeva juga setuju dengan itu. Insha Allah bu, anak kita akan jadi seorang Diploma. D-III Keperawatan. " Ayah mencoba meyakini ibu.
"Entahlah, ibu ragu... Tapi semoga dia bisa berhasil sampai memakai topi toga. Tidak seperti kakaknya." Ibu menangis.
"Ibu.... " Aku memeluk ibu dari samping. "Percayalah pada ayah... dan Allah...Bu..." Bisikku.
Ibu membelai wajahku. Seperti ada ketakutan yang dalam di matanya. Mungkin teringat bagaimana dulu sakitnya ia saat harus menelan pil pahit akan kegagalan Kak Wina. Semua yang ibu dan ayah habis untuk menyekolahkan dia.
"Iya deev, ibu percaya itu. " Kata ibu.
Iya bu, percayalah Tuhan tidak akan tidur. Dia yang Maha segalanya, bisa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Seperti aku percaya pada takdir cinta ini. Takdir cinta yang belum ku tahu akan berakhir dimana?
***
Sudah seminggu aku kembali ke pulau ini, tak ada satupun pesan dari Adrian. Bahkan pesan ku tak satupun dia balas. Apa sungguh dia sakit? Apakah aku harus menghubunginya lebih dulu? Aku terus memainkan ponselku.
Aku pun menepis ego dan gengsiku, mungkin benar dia sedang sakit. Akhirnya aku menelponnya. Panggilannya masuk, namun tidak diangkat. Ku coba lagi, tetap tidak diangkat. Sampai berkali-kali. Aku mulai kesal. Apa dia sengaja? Apa dia sudah tidak peduli lagi? Aku mulai bertanya-tanya. Aku terus menekan nomornya. Tekan mati. tekan mati..tekan mati. tekan mati.tekan...
"Hallo...Ada apa? Abang lagi sibuk " Dia menjawab dengan nada bicara sedikit tinggi.
Aku diam, lalu menutup telponnya. Jantungku seperti berhenti berdetak. Apa-apaan ini? Dia bahkan tidak pernah membentakku selama, kenapa dia tiba-tiba jadi marah begini?
Aku pun mematikan ponselku. Ku usap wajah dengan kedua telapak tanganku. Apa aku ada buat dia kecewa? atau aku ada berbuat salah yang tidak aku sadari. Salahnya dimana sih? Aku semakin tidak tahu mau apa lagi.
Aku lalu pergi keluar untuk sekedar jalan-jalan. Tiba-tiba aku bertemu dengan seseorang.
"Tyas? " Tanyaku. Dia sedang duduk diatas motor. Tyas adalah teman satu sekolahku di SMA dulu.
"Adeeva ya? Apakabar? " Dia mengulurkan tangannya.
"Baik Tyas... kamu gimana? sekarang apa kegiatan? "
"Aku masih di Radio Deev. " Jawab Tyas. Iya benar aku ingat radio itu. Dulu aku pernah mengikuti juara lomba baca dan cipta puisi. Bersyukur aku menjadi juara pertama. Beritanya sampai di muat di koran. Lalu aku ditawari oleh pengelola radio tersebut untuk menjadi host disana. Hanya saja aku tidak datang-datang.
"Eh, bang Adit masih di sana nggak? " Tanyaku.
"Masih Deev. Kenapa? " Tanya Tyas..
"Nggak... nggak papa. tanyak aja. " jawabku.
Tyas pun pamit mau pergi ke studio radio, karena hari ini adalah jadwal dia untuk mengisi.
Aku kembali mengayunkan langkahku. melewati toko-toko. Tiba-tiba aku melihat sebuah warung. MIE AYAM JAMUR DAN ES TELLER. begitu tulisan di depannya. Bukannya mi ayam jamur ini ada didekat sekolah? Apa mereka pindah lokasi? Aku melihat warung itu dari seberang jalan. Kembali melintas di pikiranku awal mula aku dan Adrian bertemu. Iyu kali pertama aku melihatnya. Ah, kenapa harus dia terus yang aku pikirkan. Dia sendiri juga sudah tidak peduli. Aku lalu berjalan kembali ke warung ayah.
Capek ya Arunika? Kita kembali namun tidak dipeduli....
kawen aja truss sama pak Edward udah beress.. gak banyak kali abis episode..