"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Konsekuensi Mencintaimu!
"Bella, Bella, Hei!"
Brian panik melihat Bella terkulai di lengannya. Mata Bella menutup rapat dengan napas yang nyaris tak terdengar.
Merasa tak ada pergerakan, Brian segera mengangkat wanita itu ala bridal lalu berlari cepat menyusuri setiap lorong rumah sakit menuju ke UGD.
Revan keluar dari toilet perempuan dengan wajah penuh kekhawatiran. Karena tidak menemukan keberadaan Bella, bertemu Brian yang begitu panik.
"Tuan Brian, ada apa? Siapa wanita dalam gendongan anda itu?"
Karena wajah Bella tenggelam di dada bidang Brian. Revan bergidik, melihat sisa darah mengering dari betis hingga ke kaki Bella. Dress bagian belakang wanita itu juga sudah bermandikan darah.
Rahang Brian spontan mengeras. Ia menarik kasar kerah jas Revan mengunakan satu tangannya.
Bobot tubuh Bella, bukan apa-apa untuknya yang tinggi dan besar sebanding dengan tubuh Leo.
"Dasar pengawal tidak becus! Kemana saja kau dan tuanmu itu, hah?!"
"Apa maksud anda?" Revan menepis tangan Brian. Kali ini, sorotnya tidak ramah lagi.
"Jangan pernah menjelekan majikan saya! Lagian, saya juga bertanya baik-baik."
"Kau lihat ini, sialan!"
Revan membelalak setelah Brian memperlihatkan wajah Bella dengan memegang ujung dagu wanita itu mengarahkannya pada Revan.
"N-nona B-Bela ...," shock Revan.
"Benar dan sungguh di sayangkan, Sampai terjadi seperti ini pada Bella. Sekarang minggir kau!"
Revan masih mematung mudahnya Brian dorong ke samping. Pria itu sangat emosi.
Jika terjadi apa-apa pada Bella, Brian berjanji akan membuat perhitungan pada Adam dan Leo.
Ya, Brian melihat adegan, Desi memapah Bella ke pojok gedung. Brian juga tahu, Adam bermain gila dengan Desi. Karena pernah memergoki keduanya yang check-in hotel.
Pria itu diam-diam mengikuti, penasaran apa yang akan di lakukan Desi. Tangan Brian mengepal erat melihat adegan penyiksaan Bella di depan matanya.
Bodohnya lagi, Leo dan Revan tidak mencari wanita itu, pikir Brian.
"Ya ampun nona, apa yang terjadi pada anda? Tuan Brian, tunggu!" teriak Revan tersadar tapi, Brian tak menghiraukan lagi.
"Sus, suster! Tolong!" teriak Brian menggelegar. Para suster yang tadi tengah berbincang-bincang seketika berlarian mengerumuni Brian.
"Ada yang bisa kami bantu Tuan?"
"Mata kalian buta?! Panggil dokter dan segera periksa wanita ini!" bentak Brian.
"Ba-baik, Tuan. Baringkan nona di brangkar ini. Tuan, silahkan menunggu di luar."
Berat hati, Brian duduk di kursi tunggu sembari memijit pelipisnya.
"Aku mohon, Bell. Bertahan ...." gumam pria itu, ikut merasakan sakit.
Revan berlari tiba di depan Brian. Ia mengedar mencari nona nya.
"Tuan, dimana nona Bella?"
"Masih berani kau bertanya?" Mata hijau Brian menajam benci.
"Setelah kau tidak becus menjaganya. Seandainya kau tidak lalai, perempuan jahanam itu tidak akan mencelakainya!"
"Perempuan jahanam?" bingung Revan.
Ia tidak mengerti maksud perkataan Brian. Tapi, satu orang yang membuat Revan curiga.
"Apa maksud Tuan, Desi?"
Brian berdiri dari duduknya. Sebelum berlalu, Brian berbisik di telinga Revan.
"Jika kalian tak mampu menjaganya. Biar aku saja yang menjaganya."
Revan mengepalkan tangan. Brian tak menjawab pertanyaannya tadi. Hanya Desi kandidat terkuat menurut Revan.
Contoh saja, kejadian di kantor tempo hari. Revan mengutak-atik ponselnya untuk menelpon Leo.
"Revan!"
Panggilan itu membuat Revan berbalik dan memasukan ponsel di saku jasnya kembali. Mom Aline. Pria itu segera menunduk hormat.
"Selamat siang, Nyonya."
Mata mom Aline mengedar. Mencari keberadaan wanita yang di cintai putranya itu.
"Revan, dimana Bella?" tanya Mom Aline dengan dahi berkerut.
Apalagi, keduanya berdiri di depan ruangan unit gawat darurat
Revan semakin menunduk dalam. Tapi, mulutnya tetap harus berkata jujur.
"Nona Bella mengalami musibah Nyonya. Sekarang sedang di periksa di dalam."
Deg!
Wajah Mom Aline berubah tegang. Apalagi, Bella sedang mengandung. Mom Aline tentu saja, takut terjadi apa-apa pada Bella. Karena ia sudah menganggap Bella seperti putrinya sendiri.
"Ya Tuhan, Bella!" Mom Aline menutup mulutnya terkejut bercampur rasa khawatir luar biasa.
"Musibah apa maksudmu, Revan?"
"Bagaimana dengan bayinya? Tidak terjadi apa-apa kan?" tambah Mom Aline bahkan tanpa sadar mengguncang lengan Revan yang hanya mampu terdiam. Menyesali kelalaiannya.
Tepat Revan akan bicara, seorang dokter keluar dari ruangan tempat Bella di periksa.
"Apa kalian keluarga pasien?" tanyanya.
Mom Aline mengangguk lalu segera mendekat.
"Bagaimana keadaan putri saya dok? Janinnya baik-baik saja kan?" desak Mom Aline.
Sang dokter menarik napas dalam tak urung tersenyum tipis. Brian baru kembali dari toilet membasuh kemeja dan jasnya terkena darah Bella ikut mendekat.
"Puji Tuhan, ibu dan janin nya baik-baik saja. Tapi, karena kehilangan banyak darah. Keduanya sangat lemah. Rumah sakit sedang kehabisan stok darah. Nona Bella perlu darah golongan AB+ secepat--"
"Ambil darah saya, Dok."
Serempak Mom Aline dan Revan menatap Brian. Pria itu sudah melipat kedua lengan kemejanya hingga otot padatnya tercetak jelas. Benar, golongan darahnya dan Bella sama.
"Brian, sejak kapan kamu disini?
Brian menatap permusuhan Revan.
"Sejak saya mengantar Bella ke sini,Tante."
Sontak perkataan Brian membuat bingung Mom Aline. Tadi, Leo mengakui dirinya yang mengantar Bella. Tapi, nyatanya bukan pria itu. Praduga, Mom Aline semakin kuat pada Leo yang diam-diam menyukai Bella.
"Ikut saya Tuan," ucap seorang perawat berjalan duluan. Menuju ruangan transfusi darah.
"Tante, saya permisi dulu." Brian berucap sopan.
"Ah, i-iya," sahut Mom Aline tersadar dari lamunannya.
Revan kembali memainkan ponsel. Menyuruh anak buahnya, menyelidiki semua cctv di dekat toilet itu.
Demi Tuhan, Revan tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Desi. Jika benar wanita itu dalang penyiksaan Bella.
Leo tidak akan berbelas kasihan.
"Revan!"
Panggil Mom Aline membuat Revan kembali menurunkan ponsel dari telinga.
"Ada apa, Nyonya?"
"Kau ingin menghubungi Leo kan?"
"Iya, Nyonya," jawab pria itu mantap.
"Tidak perlu. Biar saya menghubungi Leo. Kau fokus saja, menyelidiki siapa yang membuat Bella seperti ini."
Mendengar itu, Revan mengangguk setuju.
"Baik Nyonya, saya permisi dulu."
Setelah punggung Revan menjauh. Mom Aline terduduk di kursi besi itu sambil menekan sebelah pelipisnya dengan telunjuk.
"Anak itu pantas saja perlakuannya pada Bella berbeda. Ya Tuhan, Leo, kau membuat Mommy pusing. Kenapa harus mencintai istri saudara tirimu sendiri? Disaat kau juga akan memiliki istri. Sepertinya, aku harus bertindak atau dosa lebih besar akan di lakukan Leo," gumam Mom Aline.
Paruh baya itu menekan nomor seseorang di ponselnya. Setelah beberapa menit berbincang, Mom Aline mematikan panggilannya.
'Mom, tidak membencimu Bella. Tapi, ini demi kebaikan kalian. Sepertinya, kau dan Leo, tidak bisa lagi di biarkan berdekatan atau kalian akan saling menghancurkan hubungan masing-masing,' batin Mom Aline.
Bella akhirnya di pindahkan di kamar rawat inap Vvip. Wanita itu masih belum sadarkan diri. Dua kantong darah milik Brian mengalir di setiap nadi Bella.
Dokter sudah melarang Brian, tapi pria itu ngotot. Berakhir lah, ia tertidur karena pusing di sofa samping Bella.
Jam 2 subuh.
Mata Bella membuka sedikit demi sedikit. Ia mendesis, masih merasakan ngilu di bawah perutnya. Bella memandangi tangannya yang tertancap infus dan ruangan serba putih tempatnya berada.
"Sttss, dimana ini?" gumam Bella.
Matanya berembun seketika mengingat nasib janin dalam perutnya. Ia sesak luar biasa hingga menarik napas pun rasanya tidak sanggup.
Jika benar telah kehilangan malaikat kecilnya dan Leo itu.
"Apa ... Aku ... Keguguran?"
Bibir Bella bergetar. Sebelah tangannya, mengepal erat. Sungguh, rasa benci untuk Desi di hatinya membara sekarang.
"Aku bersumpah, akan membalas mu. Aku mengutuk mu, Des!"
Mom Aline yang ikut tidur di sofa, terusik akan suara Bella. Kantuknya sekejap saja hilang. Ia segera mendekat pada Bella lalu menggenggam tangan Bella yang mengepal tadi.
"Bella, hey, sayang. Kau sudah sadar?"
"Mommy?"
Grep!
Mom Aline memeluk Bella. Juga melabuhkan ciuman di kening wanita itu.
"Ya Tuhan, kau membuat Mommy nyaris serangan jantung, Bella. Syukurlah, kau sudah sadar, sayang."
"Maaf, Mom. Membuat Mommy khawatir," ucap Bella.
Air matanya yang mengenang mengalir deras. Ia memeluk balik mom Aline.
"Ya sudah jangan di pikirkan. Terpenting, kau dan cucu mommy selamat."
"Cu-cucu? Maksud Mommy dia selamat?" Wajah sendu Bella berubah sedikit merah dan berseri.
"Tentu saja, sayang. Sudah, sekarang kau istirahat lagi, oke? Agar besok kondisimu jauh lebih baik."
Bella mengedar meneliti sekelilingnya. Mom Aline melihat itu tersenyum tipis.
"Kau mencari siapa? Suamimu? Mommy sudah menghubunginya tadi. Tapi, katanya dia dinas ke luar kota mengantikan Leo."
Bella terdiam. Yang ia cari adalah Leo. Tapi, nyatanya, Leo tak ada sejak ia membuka mata. Masalah Adam, ia sudah biasa di acuhkan pria berstatus suaminya itu.
"Mom, k-kak Leo dimana?"
Bella tak mampu membohongi hati. Mungkin, anak dalam kandungnya ini juga rindu kehadiran ayahnya.
Mom Aline menunjukan aplikasi pesan di ponselnya pada Bella.
Kanaya.
Ya, wanita itu mengirim fotonya dan Leo yang tengah berpelukan di atas ranjang. Dada terbuka Leo dan pundak polos Kanaya membuat Bella yakin keduanya bukan hanya sekedar tidur.
'Ternyata aku salah berharap padamu, kak," batin Bella sakit luar biasa.
Skenario itu, campur tangan mom Aline. Ia yang menyuruh Kanaya menahan Leo disana. Setelah tadi, meminta putranya itu bertukar tempat, agar ia saja yang mengantar Bella pulang dan Leo kembali menjemput Kanaya. Mom Aline juga tidak memberitahu Leo pasal Bella.
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️