Rela berkorban demi pujaan hati, Andara meninggalkan keluarganya dan menikah dengan pria pilihannya.
Delapan tahun berlalu, Andara merasa sikap suaminya mulai berubah.
Cinta yang biasa selalu terpancar dari binar mata Andri mulai redup.
Perhatian lelaki itu memang tak berkurang, kasih sayangnya pun demikian, tapi Andara tahu hati suaminya tak lagi sama.
Lantas apa yang akan di perbuat oleh Andara untuk mengembalikan hati sang suami.
Sebenarnya apa yang terjadi pada rumah tangga mereka di 8 tahun pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Andara.
Kediaman Ezaz kedatangan tamu tak diundang. Dewa yang sudah akan meninggalkan gerbang terpaksa kembali turun dari mobil.
"Ada apa, Pak?" tanya Dewa pada sekuriti rumahnya.
"Bapak ini katanya ingin bertemu dengan Mba Andara, Mas." ujar pria yang bertugas menjaga rumah.
"Saya Ayah mertua Andara."
Ternyata pria itu adalah Subondo.
"Maaf Pak, sepertinya anda datang diwaktu yang kurang tepat." Dewa berujar tenang.
"Nak, tolong izinkan saya menemui Andara sebentar saja, ada yang ingin saya bicarakan penting." mohon Subondo.
"Soal?"
"Putra saya, Suami Andara."
"Memang ada apa?" Dewa sama sekali tidak mempercayai pria dihadapannya. Karenanya Dewa tidak bisa asal mengizinkan.
"Sudah dua hari ini Andri di rawat di rumah sakit sebab kondisinya yang dehidrasi."
"Maaf Pak, apa kedatangan anda kesini untuk meminta adik saya merawat Andri?" todong Dewa
Subondo menggeleng panik.
"Tidak! Bapak hanya ingin Andara mengunjungi Andri meski hanya beberapa menit, kasihani putra saya nak, dia kehilangan semangat juang."
"Dimana Andri di rawat?" tanya Dewa kemudian.
"Rumah sakit xxxxx "
"Baiklah, nanti saya ajak adik saya berkunjung, sekarang anda boleh pulang, kebetulan saya juga harus segera pergi bekerja."
Dewa tidak menyombongkan dirinya, dia hanya berjaga-jaga, dan memastikan kenyamanan Andara.
Tentu Subondo faham dengan pengusiran halus yang dilakukan Dewa, namun, dia tidak kecewa, percaya bahwa mereka masih memiliki hati nurani.
Sementara Dewa baru berangkat bekerja setelah memastikan Ayah Andri benar-benar pergi.
...****************...
Dentuman keras terdengar. Benda tumpul mendarat di kepala seorang laki-laki yang berlutut. Vas kaca dilempar tepat mengenai pelipis pemuda itu dan jatuh membentur lantai.
"Coba ulangi kata-katamu!"
...............
Hening.
"AKU MENYURUHMU BICARA!!" Gavin berteriak.
Pemuda itu gemetar ketakutan, darah menetes dari pelipis kirinya. Mengalir sampai ke pipi. Tapi dia masih berlutut tidak berani mendongak, bahkan untuk sekedar menyeka darah yang mengalir pemuda itu tidak berani melakukannya.
"Mengapa baru menemui ku?" Gavin bertanya pada laki-laki yang mengaku sebagai ayah pemuda tersebut.
"Maaf tuan, kami diancam oleh seseorang."
"Siapa?" pria paruh baya itu menyodorkan hp di depan Gavin. Laki-laki itu melihatnya sekilas.
"Kalian mau mati ya? Jangan pernah main-main denganku!!"
"Demi Tuhan, Tuan. Beliau yang sudah menindas kami habis-habisan."
Tangan Gavin terkepal erat. Bagaimana bisa ada sebuah kebetulan seperti ini.
" Saya berani anda bawa menemuinya, asal dengan catatan anda bertanggung jawab atas nyawa kami."
...****************...
"Tidak koma, hanya saja dia menolak sadar." Dewa pulang pada sore harinya dan mengatakan perihal kedatangan Ayah Andri pagi tadi pada Andara.
"Aku nggak mau lihat bang, mulai besok aku harus jaga Bunda, lusa Bunda harus dioperasi."
"Nak, jangan risau, ada ayah dan abangmu disini. Selain Bundamu, kamu juga harus memprioritaskan kepentingan calon cucu Ayah."
Yang bisa saja janin itu menginginkan belaian papanya.
Melati menggenggam tangan Andara. "Kalau kamu berat untuk menemuinya, maka jangan lakukan, tapi jika kamu gelisah, maka pergilah!" nasehat bundanya lembut.
Satu menit.
Dua menit.
Tiga menit
Sampai hampir tujuh menit, kepala Andara akhirnya mendongak. "Abang antarkan Ara menemuinya."
Waktu sudah hampir magrib saat Andara tiba di depan ruang rawat Andri.
Disana Andara bertemu dengan adik dan Mama Andri yang biasanya selalu menghinanya kini tampak canggung ketika melihat kedatangannya.
"Masuklah, ada Ayah di dalam?"
Apa? Andara tidak salah dengarkan? Mengapa tiba-tiba Mama mertuanya bicara baik padanya.
Andara hanya harus melangkah saja, karena ternyata Mulan tidak hanya berbicara lembut saja padanya perempuan itu bahkan mau mendorongkan pintu agar Andara bisa masuk ke dalam ruangan dengan mudah.
Disana....
Di atas bed rumah sakit. Wajahnya pucat dan tirus, seperti orang yang sudah terbaring sakit berminggu-minggu.
Melihatnya ada perasaan iba yang hinggap di sanubari Andara, bagaimanapun pria itu masih tetap suaminya, kakinya bahkan melangkah tanpa dikomando mendekati tubuh yang hanya terbaring lemah di atas bad.
Subondo yang melihat kedatangan menantunya tersenyum cerah, keyakinan bahwa keluarga Ezaz baik memang benar adanya.
Subondo melangkah keluar setelah tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Andara karena sudi datang.
"Maaf, Ra." air mata mengalir dari mata Andri. matanya masih tertutup rapat tapi bibirnya sanggup bergumam kecil dan mampu dimengerti.
Entah itu hanya igauan atau apa, mendengar namanya disebut dalam kondisi seperti ini membuat Andara bimbang.
"Aku menantimu karena percaya akan tutur katamu, tapi mengapa kau malah betah berada disini?" Andara memindai setiap jengkal tubuh Andri, dari penglihatannya Andri sepertinya banyak kehilangan berat badan.
"Mana janji yang katanya akan memperjuangkan ku? Sekali orang pernah berdusta, sepertinya itu akan menjadi kebiasaan buruk yang mendarah daging." terdengar Andara mencibir, sudut hatinya terluka melihat keadaan Andri.
Di alam bawah sadarnya, Andri bisa merasakan kehadiran Andara, tapi sekuat tenaga dia tetap tidak kuasa menahan jerat yang seperti menahannya, memenjarakannya dengan sihir agar matanya tetap memejam.
Tiba-tiba air mata Andara mengalir setelah agak lama memperhatikan wajah Andri. Kebencian telah tumbuh di hatinya karena ke brengsekan Andri, tapi cintanya juga sepertinya tak berkurang. Perasaan Andara nano-nano. Ingin menyentuh juga ingin menjauh.
Perkataan yang pernah dia ucapkan dan disaksikan oleh dokter Farazt itu bukanlah candaan semata. Andara memang akan pergi setelah Bundanya selesai di operasi. Andara ingin menjauh dari kota ini, terlebih orang-orang yang berhubungan dengan Andri.
Meski tahu kondisinya kini telah hamil, sedikitpun tidak menyurutkan tekad Andara untuk tetap pergi. Justru merasa lebih baik ketika dia tahu kondisinya hamil sebab Andara tidak takut sendirian akan ada sosok mungil yang menemani hari-harinya nanti.
"Kemana istrimu yang lain, kenapa tak menjagamu." lirih Andara bertanya pada sosok yang tak berdaya.
"Jaga dia, perlakukan dia dengan baik. Cukup aku saja yang kau kecewakan Mas, tapi tidak apa-apa aku yakin setelah ini kebahagiaan akan datang padaku, begitu juga sebaliknya aku ingin hal yang sama untukmu." level cinta yang tertinggi adalah mengikhlaskan. Mungkin itu yang tengah Andara lakukan, ini akan menjadi pengorbanan terakhirnya untuk Andri.
"Sudah ya, aku pergi dulu...." Andara baru akan beranjak dari kursi ketika tiba-tiba tangan seseorang menarik tali tas jinjingnya.
"Aku benar-benar sangat takut untuk sekedar membuka mata dan menemukan bukan kamu yang bicara, Yank."
Andara segera berpaling, agak terkejut ketika menemukan Andri sudah membuka matanya. Bahkan kini bibir pucat itu sudah bisa menampilkan senyuman meski begitu tipis.
"Aku sudah harus pergi, sudah cukup lama aku disini."
Andara berusaha melepaskan tarikan tangan Andri pada tali tasnya.
Andri memang melepas tangannya dari tali tas Andara tapi tangan dingin itu kini justru berhasil meraih pergelangan tangan istrinya.
"Aku tidak mengizinkanmu pergi menjauh dariku, Yank. Apalagi sampai ke luar kota."
Deg!
Bagaimana Andri bisa tahu rencananya?
andara msih cinta ya ke andri gmn tidak sedariudah lama brsama jg
wah klo gitu gia keguguran jg disuruh kah
atw memang bukan ank andri itu
wah pnderitaan andri mnumpuk ngidam asam lambung
andara msih cinta nih ke andri