Follow IG @thalindalena
Add fb Thalinda Lena
"Tidak mau sekolah kalau Daddy tidak mau melamar Bu Guru!!!" Gadis kecil itu melipat kedua tangan di depan dada, seraya memalingkan wajahnya tidak lupa bibirnya cemberut lima senti meter.
Logan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Pusing menghadapi putri kecilnya kalau sudah tantrum begini. Anaknya pikir melamar Bu Guru seperti membeli cabai di super market?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari pertama sekolah
Baru dua bab tapi udah pada huru-hara aja ya. Jika tidak suka dengan ceritanya langsung skip saja ya, Say. Ini baru dua bab loh tapi dah komplen alur ceritanya. Kecuali udah puluhan bab kalian komplen nggak apa-apa. Sekali lagi skip aja kalau ndak suka sama ceritanya, dari pada nanti malah bikin retensi emak merosot. Mohon maaf ya, dan terima kasih buat pembaca setia atas pengertiannya.
Pagi hari langit Kota London sangat cerah, secerah hati Mia yang sangat bahagia karena hari ini adalah hari pertamanya masuk TK.
"Daddy, aku sudah siap." Gadis kecil dengan rambut kuncir dua dan seragam sekolah warna biru itu sangat cantik da menggemaskan. "Bagaimana aku cantik 'kan?" Mia menggerakan badannya ke kanan dan kiri ketika sang ayah memperhatikan penampilannya.
"Putri Daddy selalu cantik dan mempesona," puji Logan seraya menggendong putrinya dengan satu tangan, lalu mencium pipinya dengan gemas.
"Daddy stop!! Jambang Daddy bikin geli!" protes Mia sambil tertawa tertawa terbahak ketika sang ayah semakin gencar menciumnya.
Logan tertawa melihat putrinya ngos-ngosan karena tertawa, lalu menurunkan Mia. "Kau sudah siap?" tanya Logan, seraya merapikan rambut putrinya yang terlihat sedikit berantakan.
Mia mengangguk sambil mengatur nafasnya karena terlalu lama tertawa. "Aku sudah siap, Dad," jawab Mia penuh semangat.
"Ayo, Daddy antarkan ke sekolah, tapi Daddy tidak bisa berlama-lama karena harus segera ke kantor, tidak apa-apa 'kan kalau GrandMa yang mendampingimu nanti?" tanya Logan sekaligus memberikan pengertian pada putrinya.
Bibir Mia manyun lima senti mendengar ucapan ayahnya. "Daddy tadi malam sudah janji padaku akan mengantarkanku sampai selesai!" rajuk gadis kecil itu sembari melipat kedua tangan di depan dada, dan memalingkan wajahnya, seolah tidak mau menatap ayahnya.
Logan sudah menebak jika hal ini akan terjadi, putrinya merajuk padanya. "Daddy akan menjemputmu nanti, Daddy janji, Sayang," ucap Logan dengan lembut.
"Aku benci Daddy! Lebih baik tidak perlu mengantarku sekalian!" Gadis kecil itu segera berjalan meninggalkan ayahnya ke halaman rumah, dan naik ke mobil di mana GrandMa-nya menunggu di sana.
"Mana Daddy?" tanya Lara, lembut pada cucunya.
"Aku sebal dengan Daddy! Jadi GrandMa saja yang mengantarku!" jawab Mia, kesal.
Lara tersenyum lalu mengelus pucuk kepala cucunya penuh kelembutan. "Kau marah pada Daddy?" tebak Lara.
"Heum!" jawab Mia, ketus dan masih mengerucutkan bibirnya.
Tidak berselang lama, Logan keluar dari rumah menenteng tas sekolah putrinya. "Daddy sudah membatalkan pertemuan dengan Klien. Daddy akan mengantarmu ke sekolah," ucap Logan pada putrinya dengan harapan putrinya tidak merajuk lagi.
"Tidak mau! Daddy pergi saja sana ke kantor, dan jangan pernah pedulikan aku!" Gadis kecil itu jika sudah merajuk sangat susah di bujuk. Lalu memanggil sopir untuk mengendarai mobil ayahnya ke sekolah.
Logan menarik nafas panjang sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal melihat sikap putri kecilnya.
Lara memejamkan matanya sesaat, lalu berkata pada putranya. "Kau tenang saja, Mommy akan menjaga Mia."
"Tapi, Mom..."
"Percaya pada Mommy. Suasana hatinya akan kembali membaik jika sudah tenang nanti," ucap Lara, menenangkan putranya yang tampak cemas. Kemudian ia meminta sopir untuk segera menjalankan mobil itu.
Logan menatap mobil tersebut yang sudah menjauh dari pandangan. Helaan nafas kasar keluar dari bibirnya, pusing dan cemas itulah yang di rasakannya setiap kali melihat putrinya merajuk.
*
*
Sampai di sekolah TK ternama di kota tersebut. Mia turun dari mobil lalu di susul Lara.
Hari pertama sekolah TK banyak drama, anak-anak yang akan masuk ke sekolah banyak yang menangis karena tidak mau berjauhan dengan orang tua.
Lara menatap cucunya yang tampak murung dan tidak ceria.
"Halo, selamat pagi," sapa salah satu guru cantik di sekolahan tersebut.
"Selamat pagi, Ibu Guru. Apa Ibu wali kelas Mia?" tanya Lara, menyambut sapaan guru tersebut.
"Bukan, Nyonya. Wali kelas TK A belum datang, mungkin terjebak macet, " jawab guru itu dengan senyuman ramah, lalu beralih menyapa Mia. "Hai, cantik, boleh tahu siapa namanya?"
"Milena, Bu Guru bisa memanggilku Mia," jawab Mia, malu-malu.
"Baiklah, Mia. Sekarang mari baris di lapangan," ajak guru tersebut seraya mengambil alih tas yang di berikan oleh Lara.
"Apa GrandMa boleh ikut?" tanya Mia, mendongak menatap neneknya.
"Oh, maaf, Mia. GrandMa, tidak boleh ikut, GrandMa akan menunggu di ruang tunggu," jawab guru itu dengan lembut dan ceria.
"Mia 'kan anak hebat. Tunjukan pada Ibu Guru kalau Mia pemberani," ucap Lara menyemangati cucunya yang tampak takut.
"Ah, itu Bu Wali Kelas Mia sudah datang," ucap guru tersebut seraya menunjuk ke arah guru cantik yang berjalan menuju ruang guru sembari menenteng tas.
"Apa wali kelasnya galak?" tanya Mia, polos.
"Ibu Wali kelas seperti ibu peri yang sangat baik. Ayo, kita berkenalan dengannya," ajak guru itu seraya menggandeng tangan mungil Mia ke ruang guru.
Lara tersenyum melihat semangat dan kesabaran para guru di sekolah tersebut dalam menghadapi murid-muridnya. Ia pun segera menuju ruang tunggu, karena ternyata wali murid tidak di perbolehkan memasuki area gedung sekolah.