(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
ISTRI 23 TAHUN
34
"Sudah ih Mas, lagian acaranya juga akan di mulai." Suniah mendorong kepala Pajajar kala suaminya hendak menciumnya untuk kesekian kalinya.
"Heheh maafkan mas, Niah. Soalnya Mas candu sekali mencium kamu," Jujur Pajajar membuat Suniah malu karana ucapan frontal suaminya.
Akhirnya Pajajar dan juga Suniah keluar dari ruangan itu menuju pelaminan yang sangat mewah. Mungkin kalau di kampung Suniah pelaminannya semewah ini akan dikenang sepanjang masa, karena memang di kampung tidak akan ditemukan pelaminan seperti di kota. Gaya hidup mereka yang bisa di bilang tidak ada apa-apa karena memang hidup terkadang berkecukupan kadang juga terlalu miskin hanya untuk sesuap nasi saja mereka harus bercucuran keringat dan air mata mencarinya.
Suniah sangat bersyukur Allah memberikan takdir seperti ini kepadanya meskipun semua itu tidak luput dari perantara Bapak dan Emaknya. Kalau tidak ada mereka sudah pasti Suniah tidak akan mendapatkan suami seperti Pajajar dan mertua seperti Rosiati dan Hendro yang sangat baik dan menerima dirinya bahkan menganggapnya seperti anak mereka sendiri. Menantu mana yang tidak akan senang mendapat mertua seperti Rosiati dan Hendro, tentunya semua menantu ingin seperti itu. Tapi kadang kala takdir buruk itu siapa yang tahu melekat pada diri masing-masing. Semua itu juga tergantung takdir baik atau buruk yang mereka dapatkan.
Suniah dan Pajajar saat ini sudah berada di pelaminan. Duduk dengan tenang sambil melihat tamu yang sudah mulai berdatangan.
"Mas, aku lapar," Suniah memegang perutnya yang tengah berbunyi. Sedari pagi dirinya memang belum menyuap nasih sesendok pun, tadi sebelum di make-up dirinya hanya memakan satu potong roti serta segelas susu coklat yang dibuatkan Rosiati untuknya. Sedangkan sekarang jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, sudah mau menjelang zuhur.
"Tunggu sebentar, biar Mas minta tolong dulu ambilin makanan buat kita. Mas juga sudah lapar soalnya dari lagi belum makan sama sekali." Suniah hanya membalas dengan anggukan saja.
Sepiring nasi penuh dengan lauk-pauk sudah dibawakan Kasiah ke pelaminan. Tadinya hanya Kasiah saja yang dilihat Pajajar disekitar pelaminan karena itulah Pajajar meminta adik iparnya membawakan nasi untuknya dan juga Suniah.
"Terimakasih Kasiah sudah membawakan Mas makanan," ujar Pajajar setelah menerima nasi dari Kasiah.
"Iya Mas, sama-sama."
"Nasinya cuman satu saja Mas?" tanya Suniah bingung.
"Iya, ini cukup untuk kita makan berdua Niah. Lagian tidak apa-apa kan kalau kita makan dengan sendok yang sama?" Pajajar menatap istrinya meminta persetujuan. Lagian Pajajar juga tidak akan memaksa Suniah jika istrinya itu tidak ingin satu sendok dengannya, dirinya juga bisa meminta sendiri satu lagi untuk sang istri.
Suniah mengangguk pelan. "Iya Mas, tidak apa-apa." jawab Suniah menunduk malu.
"Syukurlah kalau kamu tidak masalah satu sendok dengan Mas, Niah."
Pajajar bergantian menyuapkan nasi ke mulutnya dan juga Suniah. Dirinya tidak membiarkan Suniah makan sendiri karena rasanya lebih nikmat saja main suap-supan di pelaminan seperti ini.
Tidak jauh dari pelaminan Mulyo dan juga Jaka duduk di kursi tamu dengan sesekali menatap pelaminan.
"Mas Jaka apa tidak ingin seperti Mas Jaja?" tanya Mulyo.
"Maksud kamu apa Mulyo?" bingung Jaka yang memang tidak paham apa yang dikatakan adiknya.
"Ya seperti Mas Jaja itu, suap-suapan nasi kan romantis banget dilihat Mas. Aku saja sampai iri melihat Mas Jaja seperti itu bahkan aku sendiri tidak menyangka Mas Jaja bisa seromantis itu pada istrinya padahal mereka sebelumnya saja tidak kenal satu sama lain. Tapi lihatlah sekarang mereka seperti sudah pernah berpacaran saja sebelum menikah."
TBC