WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Ada Yang Cemburu
"Mira, ada apa? Ditanya begitu saja malah keselek dan batuk-batuk?" tegur Pak Kendra menatap sang anak.
"Tidak apa-apa, Pa. Lagian istri Papa ini bisa-bisanya ngajak ngobrol orang makan, tidak punya adab sama sekali," rutuk Mira mengalihkan pertanyaan Sauza.
"Lagian, apa yang salah dengan pertanyaan istri papa. Kamu tinggal jawab saja apa yang terjadi," tekan Pak Kendra.
"Ya, sudah, jangan bahas dulu itu. Sekarang lebih baik kita sarapan dulu dan jangan ada yang berbicara," stop Pak Kendra menengahi perdebatan yang ada. Mereka pun sarapan dengan penuh berbagai kecamuk rasa di dalam dirinya masih-masing sampai sarapan itu selesai.
Para pelayan datang membersihkan meja. Sauza dan Pak Kendra segera bangkit dan berdiri, mereka berlalu menuju ruang keluarga di lantai satu, karena kebiasaan Pak Kendra kalau saat santai selalu menghabiskan waktu di sana.
Sementara Bima menuju taman belakang tepat di kamarnya yang terdapat kolam renang, Mira mengikuti Bima karena ada sesuatu hal yang ingin dia bicarakan dengan suaminya yang kini dibencinya. Baru setahun setengah pernikahan mereka, Mira sudah muak dengan Bima, karena merasa Bima bukan lagi lelaki yang bisa diandalkan dari segi harta.
"Bima, tunggu," tahan Mira. Bima menoleh sekilas lalu dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju balkon taman.
Bima duduk di salah satu kursi di balkon itu, suasananya sangat indah dengan view taman berbunga dan kolam renang. Bima terkagum-kagum, ternyata mertuanya sekaya ini.
Mira duduk di samping Bima dengan wajah yang serius. "Bima, dengarkan aku. Karena istri papaku ternyata Sauza, aku mohon perbaiki sikapmu. Kamu bersikaplah romantis seolah diantara kita tidak pernah terjadi pertengkaran, aku mohon, ini demi membuat hati Sauza hancur dan cemburu," mohon Mira.
Bima geleng-geleng kepala dengan permintaan Mira yang konyol, bukankah sikapnya berubah justru karena Mira yang memulai? Sejak dirinya hanya seorang staf biasa di kantor papanya Pak Kavi, Mira berubah perangai? Mira bersikap kasar, kadang menghina dan mencemoohnya, tidak pernah menghargai dirinya sebagai suami.
Selama ini Bima sudah menerima Mira dengan mengorbankan cintanya bersama Sauza, tapi kini apa balasan Mira? Mira berkali-kali meminta cerai karena merasa tidak sanggup hidup bersama Bima yang kini dianggapnya kere, dan hanya staff biasa yang hanya bisa memberinya tempat tinggal di apartemen biasa bukan apartemen mewah.
Puncak kemarahan Bima terjadi ketika Raja sang anak harus meninggal. Memang itu semua takdir, tapi Bima tidak terima karena selama Mira mengasuh Raja, Mira tidak sepenuh hati, Mira bahkan lalai sampai air susu yang dia susukan ke mulut mungil sang bayi justru tumpah-tumpah hingga masuk telinga dan hidung Raja. Nyawa Raja tidak tertolong, Bima tetap menuduh meninggalnya Raja kelalaian Mira. Dia tidak becus jadi ibu.
"Buat apa aku harus lakukan itu, toh pada akhirnya kita akan berpisah?" respon Bima datar.
"Demi harga diri kita, karena kita telah menghancurkan Sauza. Aku tidak mau dia happy, untuk itu cobalah kerjasamanya. Kita buat Sauza cemburu dengan keromantisan kita. Apakah kamu tidak paham, Bima? Kalau Sauza melihat kita seperti ini dan saling tegang, maka dia akan sangat senang," bujuk Mira.
"Aku tidak peduli Sauza melihat kita tegang, hubungan kita memang sudah tegang sejak sikapmu yang ego itu muncul. Lagipula cepat atau lambat, Sauza akan tahu hubungan kita seperti apa, terlebih kita sebentar lagi akan bercerai. Jadi, untuk apa kita bersandiwara lagi?"
"Bima, aku bilang bekerjasamalah. Itu tidak akan merugikanmu, justru akan menguntungkan buat kita. Sauza tidak akan merasa besar kepala karena saat ini dia menikah dengan papaku. Ayolah, Sauza akan merasa sakit hati kalau melihat kita bahagia," bujuk Mira lagi belum putus asa.
"Aku tidak mau membuat Sauza sakit hati yang kedua kali. Kalau kamu mau bersandiwara, silahkan sendiri, jangan bawa-bawa aku," tukas Bima seraya berlalu dan meninggalkan balkon di belakang kamarnya.
"Bima, dasar kurang ajar. Menyesal aku menjebak dia untuk merebut dari Sauza kalau pada akhirnya dia tidak bisa disetir. Sialan." Mira merutuk dengan kepergian Bima, dia tidak tahu lagi bagaimana caranya agar dirinya bisa membuat Sauza yang kini jadi ibu tirinya sakit hati karena melihat keromantisan dirinya dengan Bima.
Setelah meninggalkan balkon, Bima berjalan di dalam rumah mewah milik mertuanya itu. Bima ingin menenangkan hati sembari mencuri kesempatan supaya bisa menemui Sauza dan berbicara empat mata.
Rumah mertua Bima begitu luas dan nyaman. Semua perabotan dan hiasan di dalamnya lebih didominasi gaya modern tapi klasik. Sungguh hunian yang nyaman dan membuat suasana hati tenang.
Bima tiba di ruang tengah, di sana beberapa lukisan pelukis terkenal dipajang. Untuk beberapa saat Bima mengamati lukisan itu, lukisan yang begitu indah dan menyentuh hati. Lalu ia melanjutkan kembali langkahnya menuju ruang keluarga, di mana ada Sauza dan mertuanya masih berada di sana. Tapi, Bima tidak tahu kalau mereka berdua berada di sana.
Langkah Bima terhenti, saat sepasang manusia sedang menjalin romantisme. Dada Bima mendadak sesak dan sakit ketika menyaksikan Sauza bercumbu mesra dengan laki-laki yang lebih pantas disebutnya ayah.
Tatapan hangat dan penuh cinta selalu diberikan oleh lelaki berusia 50 tahun itu pada Sauza. Lagi dan lagi mereka berangkulan dan mengulang kembali ciumannya. Sungguh ini situasi yang membuat Bima bagai ditusuk sembilu, rasanya ia tidak rela Sauza disentuh dan dimiliki lelaki lain. Bima cemburu.
"Rupanya kamu di sini, Bima? Kamu menyaksikan juga kemesraan papaku dengan perempuan itu? Kamu cemburu dan masih cinta dengan Sauza, bukan? Maka dari itu, mari kita jalin kerjasama diantara kita. Berpura-puralah hubungan kita baik-baik saja, kita buat Sauza cemburu. Maka, kita akan tahu kalau perasaan Sauza terhadap papaku hanya palsu," cetus Mira yang tiba-tiba saja sudah berada di samping Bima.
Bima cukup terkejut dengan kedatangan Mira. Tapi, untuk permintaannya, dia sungguh tidak bisa mengabulkannya, karena perasaannya terhadap Mira sudah seperti air laut yang abrasi.
Bima berusaha menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca dari Mira, dia tidak menoleh sedikitpun. Bima berlalu dari tempat itu, hatinya sangat hancur melihat kemesraan Sauza dan papa mertuanya. Bima menyesal mengapa dulu menghancurkan Sauza sampai Sauza pergi dan sakit hati.
"Sauza, kenapa kamu menikahi pria yang justru pantas disebut papa? Tidakkah kamu tahu, bahwa hati aku sangat cemburu? Maafkan aku Sauza, karena telah membuatmu sakit hati dan terluka. Aku tahu kamu masih sangat mencintai aku sehingga kamu menerima begitu saja pinangan dari papanya Mira," batin Bima kecewa.
Sementara itu, Mira yang sempat melihat adegan romantis antara papanya dan Sauza, juga merasa kecewa, karena ia tidak terima papanya kembali merajut kasih dengan perempuan lain setelah kepergian almarhumah ibunya, Seli.
"Aku tidak rela posisi mama digantikan perempuan itu. Sauza tidak boleh hidup bahagia. Dia harus menderita. Lihat saja apa yang bisa aku perbuat untuk membuat papa bisa menceraikanmu," dengus Mira dengan ambisi dalam dadanya.
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.