Cinta Dalam Nestapa Season 4
Andara Prameswari Haryawan.
Gadis cantik berniqob harus mengalami pahitnya hidup dalam berumah tangga. Ia dikhianati oleh suaminya ketika usia pernikahan baru seumur jagung.
Andara tidak percaya jika suaminya selingkuh jika belum di lihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia berusaha menyelidiki sendiri dengan caranya hingga bukti menunjukkan apa yang ia cari.
Saat ia ingin mengadukan hal itu kepada semua keluarga, nahas dirinya sudah terlebih dahulu di bunuh oleh suami dan selingkuhannya.
Andara antara hidup dan mati saat meregang nyawa ia berdoa,
"Ya Robb, jika memang cukup disini takdirku. Maka aku ikhlas. Tapi aku meminta satu hal. Aku ingin bangkit kembali dengan wujud yang baru agar bisa menghukum orang yang telah tega membunuhku dan juga janinku! Aku akan menuntut balas atas apa yang ia lakukan padaku dan janinku! Aku akan menjadi maut untuknya!"
Yuk, ikuti kisah Andara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyelesaikan yang belum tuntas
Ke esokan harinya.
Rama, Komandan Farhan dan tuan Arthajaya saat ini sedang menuju ke suatu tempat. Tuan Arthajaya memiliki urusan yang belum selesai dengan seseorang.
Acara ulang tahun perusahaan tadi malam yang di langsungkan secara meriah, kini sudah selesai. Walau sedikit terganggu dengan pertunjukan itu tetapi, semua masalah itu sudah selesai saat ini.
Rama menoleh pada tuan Arthajaya yang kini menatap kosong ke luar jendela. "Beneran, nih, Ayah tidak apa-apa? Yakin, masih mau menemuinya?" tanya Rama yang diangguki oleh Komandan Farhan.
"Bernar, Yah. Apa tidak sebaiknya kita pulang ke Yogya dulu? Kami khawatir dengan penyakit jantung Ayah," timpal Komandan Farhan menatap serius pada ayahnya itu.
Tuan Arthajaya menghela napasnya. "Lebih cepat, lebih baik! Ayah tidak mau menundanya lagi. Sudah cukup selama ini ayah bersabar untuk semua ini," sahutnya masih dengan menatap kosong ke luar jendela.
Jika sudah demikian, keduanya tidak bisa berbicara lagi. Butuh waktu dua jam untuk tiba di pinggiran kampung. Tempat di mana seseorang yang tadi malam langsung ia ungsikan tanpa sepatah katapun padanya.
Tiba di sana, ketiganya mengernyitkan dahinya melihat sebuah mobil yang mereka tidak kenal. Ketiganya turun dengan kepala dipenuhi beribu pertanyaan, mobil siapakah gerangan yang saat ini bertandang ke rumah sederhana itu?
Ketiganya berjalan santai menuju ke pekerangan rumah itu. Sedari di teras rumah itu, ketiganya sudah mendengar suara rengekan seorang anak kecil dari dalam rumah itu.
"Iya, iya, nanti oma bawa kamu ke tempat papa. Untuk sekarang, kamu makan dulu, ya?" Terdengar suara yang begitu mereka kenal dari dalam rumah kecil itu sedang membujuk seorang anak kecil yang saat ini sedang merengek ingin menemui orangtuanya.
"Kakek, bawa Ayu ke tempat Papa! Hari ini juga!" pintanya dengan suara meninggi.
"Iya, iya, akan kakek bawa kamu kesana. Tapi, Ayu makan dulu, ya?" kalia ini terdengar suara seorang pria paruh baya. Ketiganya sudah bisa menebak itu suara siapa.
"Beneran?" tanya gadis kecil itu lagi dengan raut wajah berbinar senang.
"Iya, kakek akan bawa kamu kesana. Ayo, makan dulu sama Oma!" titahnya pada anak kecil yang kini mengangguk itu.
Ia segera membuka mulutnya lebar-lebar menerima setiap suapan dari Omanya itu. Tuan Arthajaya, Komandan Farhan dan Rama menatap lekat interaksi ketiga orang itu.
"Terima kasih, kamu sudah mau menemaniku sedari tadi malam, Mas." Ucapnya sambil tersenyum sendu pada lelaki paruh baya mirip sekali dengan Faris itu.
"Tidak masalah. Toh, kalau pun kamu di buang, bukankah satu keberuntungan untukku? Sudah cukup selama ini aku menunggu. Jika bukan karena permintaanmu, maka sudah sedari dulu aku sudah mengatakannya pada Artha! Kamu saja yang ngeyel! Lihat sekarang? Apa yang bisa kamu lakukan untuk bisa menyelamatkan putra kita? Kamu tahu Marissa? Kamu terlalu memanjakannya! Sudah aku katakan berulang kali, jangan berbuat kesalahan seperti yang kamu lakukan pada Artha dan Nawaning! Itu tidak baik! Tapi, tidak! Kamu tetap keras kepala! Jika sudah seperti ini, siapa yang harus di salahkan? Kamu atau Faris? Huh?" jawabnya dengan suara rendahnya dan mengucakan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka saat ini.
Ibu Marissa menunduk sendu.
"Kalian berdua salah dalam hal ini. Begitu pun dengan putra kalian!"
Deg.
Deg.
"Mas!"
"Artha!" seru keduanya bersamaan.
Gadis kecil itu berbinar kala melihat Opanya ada di sana. "Opa! Opa datang? Ingin menjemput Ayu, ya?" katanya dengan binar mata yang begitu jernih.
Rama tersenyum melihat putri kecil Faris itu. Tingkahnya begitu mirip dengan Ita.
"Sebaiknya, kamu selesaikan dulu memberikan makan Ayu. Setelah ini, kita perlu bicara!" tegas tuan Arthajaya berbalik dan menunggui Ibu Marissa di pondok kecil yang tersedia di sana.
Rumah itu cukup asri untuk di lihat. Ada tanaman jambu dan juga buah mangga di setiap titik sudut halaman rumah itu yang membuat hawa dari halaman rumah itu sedikit sejuk.
Ibu Marissa hanya mengangguk saja. Ia segera menyuapi Ayu dengan cepat tanpa berkata. Tuan Subroto yang masih terkejut dengan kedatangan ketiga orang itu segera menetralkan rasa terkejutnya. Ia memilih keluar dari rumah itu dan menemui mereka bertiga.
Rama yang sedari dulu memang suka usil, ia sengaja mengambil buah jambu madu yang ada di halaman rumah itu dan memakannya. Komandan Farhan menggelengkan kepalanya sambil terkekeh. Ia pun mengikuti Rama untuk mengambil jambu madu itu dan mereka berdua makan bersama sambil terkekeh-kekeh mengingat masa kecil dulunya.
Tinggallah dua paruh baya yang kini terdiam tanpa kata. Cukup sepuluh menit saja, Ibu Marissa sudah keluar dari rumah itu. Ia sengaja mengurung Ayu di dalam rumah dan menghidupkan siaran kesukaannya. Gadis kecil itu sudah sibuk menonton.
Ibu Marissa duduk di sisi ketiga pra yang kini mengapitnya. Tuan Arthajaya masih melihat kedua putranya yang sesekali berebut mengambil bauh jambu dan terkekeh bersama. Beliau tersenyum.
"Kamu sudah tahu kan apa konsekuensinya, Marissa?" tanyanya pada Ibu Marissa yang kini mengangguk padanya dengan kepala menunduk.
"Baik, karena kamu sudah tahu, maka saya tidak akan memperlambat hal yang seharusnya saya lakukan padamu dua puluh enam tahun yang lalu!" lanjutnya lagi yang membuat Ibu Marissa semakin menunduk.
"Marissa, mulai hari ini, kamu bukan istri saya lagi! Kamu saya lepaskan untuk menjadi istri saya. Saya menjatuhkan talak tiga sekaligus padamu! Mulai hari ini, kita tidak memiliki hubungan apapun lagi! Semuanya sudah selesai! Pernikahan saya dengan kamu hanya bersifat siri! Semua dokumen yang kamu pinta itu palsu!"
Deg.
Deg.
Ibu Marissa menganga mendengar ucapan Tuan Arthajaya yang kini menatap lurus ke depan di mana kedua putranya berada berdiri mematung dengan saling pandang.
"Palsu?" ulang Ibu Marissa dengan wajah terkejutnya.
"Ya, palsu! Saya hanya menikahimu secara agama. Tidak tercatat di hukum. Bagi kami seorang perwira, tidak di izinkan memiliki istri lebih dari satu. Jika kami melanggar, maka istri kedua kami tidak pernah di anggap oleh kantor! Maka dari itu, saya tidak bisa memberikan hak istimewa itu padamu. Hak itu khusus untuk istri tercinta saya, Nawaning Asih Bratawijaya! Hingga saat ini pun, ia masih istriku! Dan kamu? Hanya istri kedua yang tidak tercatat di kantor sipil!
Dduuaarr!!
...****************...
Like dan komen kalian wey! 😁😁