“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 26
Rasanya dingin, setiap tetes terasa langsung menembus ke pori-pori.
Tetesan air hujan ....
JRENG!
Ming Deok-su seketika membuka mata, bangun dari buaian, lalu membelalak terkejut saat menyadari tetesan itu bukan dari hujan seperti dalam mimpinya.
Didapati sebuah tangan tengah asyik menciprati wajahnya dengan air. Bangkit dengan cepat lalu menjauh ke sudut ranjang. "Siapa kau?!"
Siapa lagi kalau bukan Goblin.
Dari balik masker dan kacamatanya dia menyeringai. Gelas berisi air yang baru saja dia gunakan untuk membangunkan Ming Deok-su, diletakkannya kembali ke tempat asal di atas nakas samping ranjang yang direbahi pria tua itu.
"Aku?" Gun menunjuk dirinya sendiri. "Bukankah kau pernah mengirim surel ke email-ku untuk sebuah permintaan?" Sofa tunggal lengkung yang tersandar di satu sisi didudukinya bersilang kaki. "Chip berisi rekaman makar yang dicuri seseorang darimu."
Itu bukan teka-teki, Ming Deok-su langsung tahu siapa dia. "Goblin!" ... Ternyata dia nyata. Menanggapi itu, ekspresi takutnya langsung berganti dengan semangat. Segera mengangkat diri dari ranjang untuk menghampiri lelaki itu, tak peduli rasa perih dan tak nyaman dari benjolan-benjolan tubuhnya yang masih tersisa. "Apa kau sudah menemukannya?! Berikan padaku!"
Saking bersemangat, tangan Min Deok-Su menadah hingga nyaris menyentuh hidung Gun yang mencuat angkuh.
Telapak tangan itu ditatap Gun sekian saat, lalu tersenyum kecut dan membuang wajah.
Ming Deok-su menjauhkan telapak tangannya, merasa ekspresi itu membenci semangatnya yang berlebihan.
"Kau pasti sudah banyak tahu, aku tak pernah gagal dalam misi apa pun yang diberikan klien-ku. Temanmu, Wang So juga pernah membuktikannya. Dan kau ... aku bisa mendapatkan apa yang kau mau kurang dari sepekan." Gun mengembalikan hadap wajahnya pada Ming Deok-su, itu terdengar sangat percaya diri. "Tapi kau bahkan belum mentransfer uang muka," sindirnya, berdiri lalu berjalan mendekati sebuah lukisan besar yang terpasang di dinding kanan.
Ming Deok-su tersentak lalu tercenung. Dia ingat, di akhir pesan email yang dikirimnya, dia menyertakan sedikit kalimat, 'Akan kukirim uangnya setelah benda itu berhasil kau dapatkan.'
Tentang Wang So, pria itu pernah mengatakan jika pekerjaan Goblin tidak akan mengecewakan. Karena saran pria itu juga Ming Deok-su memutuskan percaya meminta tolong pada Goblin, walaupun dia sempat berpikir bahwa Goblin hanyalah fiksi.
Dari lantai polos di bawah kakinya, dengan mantap wajahnya kembali pada Gun. "Akan kubayar berapa pun yang kau minta saat ini juga, cash!" Sangat menekankan bahwa dia tak main-main, kakinya dengan cepat melangkah mendekati Gun.
Jika wujudnya sudah jelas seperti ini, apa lagi yang bisa diragukan? Goblin bahkan bisa menembus penjagaan ketat rumah dan dengan mudah masuk ke dalam kamarnya, semakin menjelaskan kemampuan lelaki malam itu tak pantas diberi ragu.
"Lukisan ini bagus juga. Setiap detail seperti nyata. Aku suka goresan tintanya yang berantakan tapi justru memberi kesan elegan."
Ming Deok-su melengak lalu menelan ludah, Goblin tak menganggap kata-katanya dan malah mengomentari lukisan yang dia beli lima tahun lalu.
Dalam hati mengumpat, "Bedebah!" Tapi ....”
Tidak!
Pria itu menarik napas dalam untuk menenangkan diri, menepis apa yang baru saja dia pikirkan.
Sedikit mengatur perasaan untuk bersabar menghadapi pria yang dari warna suara, usianya mungkin setara putrinya.
"Ya, aku membelinya dari lelang di Berg. Ini lukisan abad pertengahan." Ming Deok-su mencoba meladeni, berpikir Goblin menyukai obrolan ringan dulu sebelum membahas inti.
"Tapi ...." Dengan usapan halus, Gun membelai lukisan itu, memiringkan kepala, menyipitkan mata untuk mengamati goresan cat yang memanjang di karya itu lalu berkata, "Ini palsu!" tukasnya, kemudian ....
SREEEEKKK!
"HEY!!" Ming Deok-su berteriak terkejut dan membelalak. Tangannya mengangkat spontan untuk mencegah yang sudah terjadi. “Apa yang kau lakukan?!”
Goblin baru saja merobek lukisan kesayangannya.
"Oh, tidak lukisanku!" erang Ming Deok-su, kemudian menghela tatapan tajam pada sosok si perusak yang saat ini berlaku santai tanpa dosa di hadapannya. "Kau! Berani-beraninya ...."
"Sudah kubilang itu palsu!" kukuh Gun, masih santai. Dia berbalik badan lalu berjalan kembali menuju sofa, berniat duduk kembali. Dia seorang pelukis, tidak akan merusak hasil karya seni yang begitu dicintainya tanpa alasan. Demikian yang dikatakannya bukanlah dusta atau hanya perusakan mental musuh, lukisan itu sungguh palsu. Ming Deok-su tertipu telak.
"Kau pasti menipuku! Lukisan itu bisa membayar jasamu bahkan sepuluh kali lipatnya."
KLEK! KLEK!
Gerakan Gun sontak terhenti sebelum mendaratkan bokongnya di atas sofa, dia kenal jelas suara itu. Dengan tatapan dingin, wajahnya tergerak pelan ke arah Ming Deok-su lalu tersenyum kecut.
Sebuah pistol tertodong ke arahnya dari tangan Ming Deok-su, entah bagaimana pria itu berjaga-jaga.
Sembari masih tersenyum, Gun membalik kembali badannya menghadap pria tua itu. Tanpa kelihatan takut, dua telapak tangannya menyelinapi saku celana kiri dan kanan.
"Sayangnya aku tidak terima bayaran dengan lukisan," tukasnya menanggapi pernyataan kerasa Ming Deok-su tentang harga kesenian itu.
"Kau!"
GREBB!
Sebelum pelatuk pistol ditarik Ming Deok-su, Gun sudah lebih dulu mengekangnya. Gerakan cepat yang bahkan tak bisa disadari sang menteri bagaimana itu terjadi.
"Le-lepaskan ... a-aku."
Namun Gun tak melakukan semudah itu. Pistol dari tangan Ming Deok-su dilemparnya ke atas ranjang. Sekuat tenaga menahan Deok-su agar tak lepas dari kekangan.
"Katakan padaku apa alasanmu melenyapkan Park Hyena?" Dia bertanya langsung, jujur dengan tujuan sebenarnya.
Mata Ming Deok-su melebar, melengak mendengar nama yang baru saja disebutkan keparat Goblin. Dia jelas ingat pemilik nama itu. "Apa maksudmu? Aku tidak, tidak mengerti. Siapa Park Hyena?" Mencoba berkilah, namun .... "Arrgghh!"
Kepura-puraan yang jelas hanya mengakibatkan kerugian. Gun kembali mengetatkan kekangannya. Ming Deok-su merasakan urat tenggorokannya akan putus dan napasnya mulai terasa sesak.
"Jangan katakan kau memilih mati?"
Sekuat tenaga Ming Deok-su menarik tangan Gun yang melingkar di lehernya, namun yang ada semakin membuatnya tak bisa berontak lebih jauh lagi.
"Le pas kan ... a k u ... to ... loong."
Gun berdecih, kemudian mengambil langkah selanjutnya.
Kurang dari satu menit, Ming Deok-su sudah terikat kuat di atas sofa tunggal yang tadi diduduki Gun.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan?" tanya Ming-Deok-su, napasnya sedikit lebih lapang sekarang, namun tak menghalau kecemasannya yang sudah panas itu sama sekali.
Berulang kali dia mencoba berteriak meminta tolong pada para penjaganya di luar, tapi Gun mengancam dengan siksaan yang lebih menakutkan.
Bukan karena Gun takut ketahuan, dia hanya sedang malas bermain tinju dengan banyak orang.
"Jika kau terus berontak dan berteriak ... tak lewat dari malam ini, kau akan mendengar sesuatu yang buruk terjadi pada putrimu, nona cantik Ming Jiyoon. Aku bisa melakukannya dengan mudah dari yang kau bayangkan."
Mulut Ming Deok-su bungkam seketika, lalu memohon belasan detik kemudian, "Tolong jangan lakukan apa pun pada putriku."
"Atau Ming Leejun?! Anak laki-lakimu yang baru dua belas tahun itu?"
"Tidak! Jangan putraku!"
"Kalau begitu Nyonya Wu Chang-mi. Umm ... dia cantik meski tak muda lagi. Sepertinya dia bisa memuaskan kebutuhan ranjangku, juga mainan untuk beberapa waktu. Aku sangat suka wanita yang berpengalaman." Dengan nada santai Gun mengucapkan itu. Wu Chang-mi adalah istri Ming Deok-su.
"Bersama putrimu yang manis itu tentu saja," tandasnya dengan seringai jahat.
Gelengan Ming Deok-su bertambah cepat. "Aku akan berikan berapa pun yang kau inginkan, kumohon lepaskan aku! Jangan sentuh keluargaku! Bukankah kau pahlawan banyak orang, kenapa harus melakukan kejahatan?"
Kalimat naif yang justru memancing kekehan di bibir Lee Gun, merasa jijik tepatnya. “Bagaimana orang mengucapkan itu sementara dirinya sendiri seorang monster?”
Jantung Ming Deok-su memental keras, mata melebar seolah akan melompat dari kelopak.
Gun berdiri menjulang di hadapan Ming Deok-su sembari bersilang tangan.
"Kau benar. Aku orang baik yang suka membantu, tidak akan berbuat jahat. Begitu bukan maksudmu?”
Ming Deok-su diam tak menanggapi, sungguh masih berharap, meski terlampau tipis untuk terkabul.
“Kalau begitu sebagai permohonan maafku atas tindakan hari ini, Tuan Menteri ... mari lakukan permainan seru.”
semoga diterima amal ibadahnya
diberi ketabahan buat keluarga yg ditinggalkan.
turut berdukacita thor /Pray//Pray//Pray/
sepertinya malah agen rahasia
lnjutkan
semoga keluarga kalian d berikan kesabaran yg luas
meski ikhlas tidaklah mudah
semangat Up
turut berdukacita thor... smogaauthor sekeluarga diberi ketabahan n kesabaran/Rose//Rose//Rose/
semangat/Determined//Determined//Determined/