Sekuel off 'Pesona Mama Mertua Muda'
Wajib baca season satu duluan ya ≧∇
"Duniaku ikut mati tanpamu."
Kehidupan Javas hancur saat wanita yang paling dicintainya meninggal. Ia mencoba melarikan diri, menyingkir dari tempat yang menenggelamkan banyak jejak kenangan tentang wanita itu.
Namun, ia tak bertahan lama, Isvara selalu tinggal di kepalanya, sehingga pria itu memutuskan kembali.
Hanya saja, apa jadinya jika Isvara yang mereka pikir telah meninggal—justru masih hidup? Bisakah Javas menggapai dan melanjutkan hidupnya bersama wanita itu lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4 | Siapa Sheva?
Darius menghela nafas, ia tidak terlalu bisa marah-marah pada sang istri jika masalahnya sepele. Kali ini istrinya tidak salah jika meminta perhatian darinya, pria itu langsung meninggalkan pekerjaannya demi sang istri. Darius menatap wajah cantik istrinya. "Gimana? Sekarang Papa udah liat wajah Mama loh, Mama tinggal bilang aja mau apa pasti bakal Papa kabulkan semua permintaan Mama."
Walau keuangan Darius tidak seperti dahulu, pria itu tentu saja akan berusaha mengabulkan semua keinginan sang istri dengan sekuat tenaga.
"Mama cuma mau Papa anterin Mama ke suatu tempat," jawab Aina dengan wajah datarnya.
"Mau ke mana, Ma?"
"Kita ke makam Isvara yuk, Pa. Mama kangen banget sama Isvara, terakhir kita ke makam seminggu lalu," pinta Aina dengan memasang wajah melasnya.
"Mama sayang, bukan cuma Mama aja kok yang kangen sama Isvara. Papa juga kangen sama Isvara, Isvara juga anak Papa soalnya. Kita nggak ke makam karena beberapa hari ini Mama sakit' kan? Jadi Papa nggak ajak Mama ke makam, Isvara," jelasnya.
Darius dan Aina memang rutin mendatangi makam putrinya Isvara maksimal seminggu tiga kali, tetapi seminggu ini mereka tidak datang. Kondisi Aina tiba-tiba drop yang membuat wanita yang melahirkan Isvara itu masuk ke rumah sakit.
Setelah Isvara meninggal dunia, Aina dan Darius akhirnya tersadar bahwa kesalahan mereka pada putri mereka Isvara sangatlah banyak. Mereka tidak menampik lagi, bahwa semua perbuatan jahat Ineisha pada sang Kakak juga ada andil mereka, jika mereka tidak pilih kasih dan tidak memanjakan Ineisha mungkin tidak akan terjadi kejadian itu.
Apalagi setelah meninggalnya Isvara dan Ineisha berada di penjara, sama sekali tidak ada ketenangan di keluarganya. Mereka selalu dihantui rasa bersalah.
"Mama sekarang udah sehat, jadi ayo kita ke makam Isvara," ajak Aina bersemangat. Bagi seorang Ibu seperti tiada, kehilangan putrinya sangat menyakitkan bagi wanita itu. Bahkan rasanya ia ingin menyusul putrinya, karena itulah selama ini ia sakit-sakitan karena memang malas makan dan malas berbuat apa-apa. Kerjaan Aina hanya melamun sambil terus meratapi kepergian Isvara yang memang sudah lama tetapi tetap saja belum bisa membuat wanita itu ikhlas.
Karena itulah ia tidak bisa memaafkan Ineisha, bahkan sekarang Aina sangat membenci putri bungsunya itu. Bukan hanya Ineisha yang mendapatkan kebencian tetapi Vandra pun ikut menanggungnya, Vandra adalah putra Ineisha hal itu tidak bisa disangkal. Adanya Vandra juga tidak bisa menggantikan Isvara di dalam hidup Aina maupun Darius.
Memang kasihan anak laki-laki itu, masih sangat kecil tetapi sudah harus menanggung rasa benci dari Oma dan Opanya karena kesalahan sang Mama.
Sebenarnya bukan hanya Vandra saja yang dibenci Opa dan Omanya, tetapi Ivanka juga. Bedanya karena Ivanka tidak tinggal di kediaman Heksatama, jadi Ivanka tidak merasakan kebencian Opa dan Omanya seperti apa yang Vandra rasakan.
Selama ini kedua anak kembar itu sama sekali belum pernah bertemu lagi setelah mereka harus dipisahkan oleh Chio, Chio maupun Darius tidak ada keinginan untuk mempertemukan keduanya. Apalagi keluarga Heksatama dan Bimantara bermusuhan sejak dua tahun lalu, karena Darius-lah yang mengajak keluarga Tiana bermusuhan.
"Yaudah, ayo." Darius tidak kuasa menolak keinginan istrinya, apalagi keinginannya tidak menyusahkannya.
Darius mengajak istrinya untuk berpamitan pada sang Mama sebelum pergi ke makam Isvara. Namun, saat pasangan suami istri masuk ke kamar Rieta. Mereka malah melihat Vandra tengah duduk di pangkuan Rieta, Darius dan Aina mencoba tidak peduli pada anak laki-laki itu walaupun tidak bisa dipungkiri Vandra adalah cucu kandung mereka.
"Ma, Darius sama Aina mau ziarah ke makam Isvara. Siapa tau Mama mau ikut kita," ujar Darius memberitahu sekalian menawarkan sang Mama untuk ikut.
Rieta menatap Vandra lama sebelum memberikan jawaban, wanita paruh baya itu sebenarnya mau ikut ke makam cucunya. Namun, jika ia ikut bagaimana dengan Vandra. Tidak mungkin dititipkan pada Suster Susi, sedangkan menjaga Vandra bukanlah pekerjaan wanita itu.
"Mama di rumah aja, kalian berdua aja yang pergi. Mama titip do'a buat Isvara ya," jawab Rieta akhirnya.
Tanpa menoleh pada cucunya, pasangan suami istri itu langsung pergi dari kamar Rieta.
***
Darius dan Rieta sudah sampai di makam Isvara, bahkan keduanya sudah di depan makam putrinya.
"Isvara sayang, nggak kerasa sudah dua tahun lebih kepergian kamu, tetapi Mama masih belum menerima semua. Mama ingin sekali kamu kembali, Mama pasti akan memberikan banyak kasih sayang buat kamu. Kamu putri Mama yang sangat Mama sayangin, maafkan Mama baru mengatakannya sekarang saat kamu sudah tiada," kata Aina dengan terisak.
Sekarang gantian Darius yang berbicara pada putrinya. "Nak, bagaimana kabar kamu di surga. Pasti kamu sangat bahagia. Penyesalan memang selalu datang terakhir, dan sekarang Papa merasa sangat amat menyesal pernah berbuat pilih kasih bahkan pernah memutuskan hubungan denganmu, padahal biar bagaimanapun kamu adalah putri Papa. Tidak seharusnya Papa berbuat seperti itu, Nak. Jika bisa tolong maafkan Papa dan Mama. Kami menyayangimu."
Darius sayang pada Isvara, karena Isvara memang anak kandungnya. Namun, ia terlihat lebih sayang Ineisha karena selalu memproritaskan anak bungsunya itu.
Setelah puas berbicara dengan putrinya, Aina dan Darius memutuskan untuk segera pulang. Tanpa mereka sadari, ada dua orang yang sejak tadi memperhatikan pasangan suami istri itu.
Dua orang itu adalah seorang perempuan cantik dan satu anak perempuan yang kira-kira berusia dua tahun. Mereka seperti sepasang Ibu dan anak, perempuan cantik itu menggandeng putrinya ke makam yang baru saja di datangi Darius dan Aina.
"Sheva sayang, ini makam Mama Dita. Mamanya Sheva, jadi karena kita udah di sini. Bunda mau ajarin Sheva buat berdo'a buat Mama Dita ya, sayang," ujar wanita itu dengan lembut.
"Iya, Bunda." Wanita yang dipanggil Bunda oleh anak kecil yang bernama Sheva itu mengikuti cara sang Bunda berdo'a.
Sheva nama anak perempuan itu, ia selama ini sudah tahu selain memiliki Bunda ia juga memiliki Mama yang bernama Dita.
"Dita, sekarang putri kamu sudah berusia 2 tahun. Sheva jadi anak yang sangat cantik dan pintar, kamu tenang aja Dita. Sesuai janjiku, aku akan merawat Sheva dan menganggapnya seperti anakku sendiri. Aku minta maaf, Dita. Karena baru bisa datang ke sini membawa Sheva, aku pikir sekarang Sheva sudah harus tahu di mana kamu di makamkan," kata wanita itu di dalam hati.
Tidak ingin berlama-lama di makam, apalagi ia membawa anak kecil. Perempuan itu segera mengajak putrinya untuk pulang.
***
Di kediaman Bimantara, Chio baru saja sampai rumah karena habis dari kantor. Chio sudah lulus kuliah dan kini sudah benar-benar kerja di Bimantara Group sebagai Direktur utama.
"Papa," panggil gadis kecil yang sangat cantik, Chio langsung memeluk erat putrinya yang sudah berusia 15 bulan ini. Tidak lupa juga ia menciumi pipi gembul putri kecilnya. Chio merasa lelahnya langsung ilang ketika sudah bertemu dengan sang putri.
Gadis kecil itu tumbuh sangat cantik dan juga pintar, wajahnya sangat mirip dengan Chio. Ia adalah Ivanka, putri Chio dan Ineisha.
Benar menjadi seorang Papa diusia muda memang tidak muda awalnya, tetapi setelah kehadiran Ivanka di hidupnya membuat kehidupan Chio jauh lebih berwarna. Chio masih terus belajar menjadi Ayah yang baik bagi Ivanka, selain menjadi Ayah. Chio juga juga berperan sebagai Ibu Ivanka, karena Chio sampai sekarang belum menikah lagi dan Ivanka tidak mempunyai sosok Ibu.
Chio juga tidak pernah memperkenalkan Ineisha sebagai Mamanya Ivanka kepada Ivanka, karena pria itu tidak ingin jika Ivanka tahu punya Ibu seperti Ineisha akan merasa sedih. Apalagi Ineisha juga adalah orang yang jahat, tentu Chio tidak ingin anaknya jadi jahat seperti Ineisha.
Chio tidak menikah lagi bukan karena masih cinta pada Ineisha, bahkan Chio tidak pernah mencintai wanita yang telah melahirkan Ivanka itu. Untuk Isvara pun, Chio sudah melupakannya seratus persen. Namun, untuk menikah lagi sedangkan dirinya sudah punya seorang anak jelas itu tidak mudah bagi Chio. Ia harus mencari istri yang bisa menyayangi dan menerima Ivanka seperti anaknya sendiri, tetapi hal itu jelas tidak mudah.
Selama ia bisa sendiri, dan dirinya merasa Ivanka belum benar-benar butuh sosok Ibu di hidupnya. Chio tidak ingin memikirkan pernikahan dulu, ia ingin fokus pada Ivanka saja.
"Vanka sayang, kamu kangen ya sama Papa?" tanya Chio sambil menggelitiki putrinya.
"Anka anen ama Papa," katanya dengan cadel. Chio sangat bangga dengan perkembangan putrinya yang sudah bisa bicara dan berjalan diusia 1 tahun lebih, yang lebih membahagiakan tentu saja kata yang pertama Ivanka ucapkan adalah kata Papa. Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan bagi Chio.
Chio langsung membawa Ivanka ke gendongannya. "Papa mau ke kamar buat mandi dan ganti baju, Vanka mau temenin Papa 'kan, Nak."
Gadis kecil itu malah mengangguk lucu, membuat Chio semakin gemas dibuatnya.
"Mau ke mana, Chilla?" tanya Chio saat melihat saudaranya sudah rapih seperti mau pergi ke suatu tempat.
"Mau pergi sebentar kok," jawab Chilla yang sengaja tidak mau memberitahu ke mana perginya dirinya pada sang saudara kembar. Chilla melihat sang keponakan yang tengah berada di gendongan saudara kembarnya. "Vanka mau ikut Ante pergi gak, sayang."
Vanka malah menggeleng, Chilla langsung pura-pura sedih karena mendapatkan penolakan dari keponakannya. "Yah, padahal Ante mau ajak Vanka jalan-jalan yang seru. Tapi Vanka nggak mau yaudah Ante nggak maksa.
"Atu ndak mau alan ama Ante, aunya cama Papa aja," jawab Vanka yang langsung membuat Chio tersenyum.
"Iya, nanti kalau Papa nggak sibuk. Kita berdua jalan-jalan, jangan ajak Ante Chilla ya. Ante Chilla nakal soalnya sama Vanka," ujar Chio yang langsung diangguki oleh putrinya.
Karena sedang terburu-buru, Chilla langsung pergi dari hadapan Chio dan Vanka.
"Anka ayo main cama Given cama Givana juga," ajak Given yang tiba-tiba muncul di hadapan Papa dan putrinya itu.
"Vanka mau main sama Om Given atau mau temenin Papa aja?" tanya Chio sengaja, pria itu memang membiasakan putrinya memanggil adik sepupunya dengan sebutan Om dan Tante. Karena kenyataannya Given adalah Omnya Vanka. Walaupun Given masih kecil, tetapi karena anak dari Visha yang tidak lain adalah Tantenya sendiri mau tidak mau Vanka harus memanggilnya Om.
"Au cama Papa aja," jawabnya.
"Given sayang, Vanka lagi mau sama Papanya. Jadi kalau Given mau main sama Vanka, mainnya nanti aja ya."
"Iya, Kak. Chio," jawab Given dengan pasrah, lalu pergi. Chio merasa beruntung anak-anak Tantenya masih tinggal di rumah ini, jadi ia tidak perlu khawatir putrinya akan sendirian dan tidak punya teman.
Chio langsung membawa putrinya ke kamarnya seperti yang ia ucapkan, dirinya ingin mandi dan ganti baju sebelum akhirnya bermain dengan sang putri kecil.
Selama ini Chio dibantu oleh Kalila dan Chilla untuk mengurus Vanka. Walau memang lebih banyak Kalila yang membatu Chio, karena Chilla 'kan kuliah di luar kota jadi hanya bisa membantu mengurus keponakannya saat ia sedang libur saja. Sedangkan tidak mungkin juga, Chio yang belum berpengalaman bisa mengurus anaknya sendiri.
Jika di kediaman keluarga Heksatama tidak ada ketenangan dan kebahagiaan di sana, jelas berbeda dengan di kediaman Bimantara. Semua yang tinggal di sana merasakan kebahagiaan, apalagi rumahnya ramai karena ada lima anak kecil.
Anggota keluarga Bimantara memang bahagia, selain Javas tentunya dan Javas juga tidak tinggal di rumah itu. Javas masih tinggal di luar negri, ia akan pulang ke Indonesia hanya beberapa kali sebulan jika memang diharuskan pulang. Saat pulang ke Indonesia, Javas selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi makam Isvara.
Javas sendiri tidak bisa melupakan Isvara, pria itu baru sadar bahwa ia telah mencintai Isvara sedalam itu. Hidup Javas kini sama sekali tidak berarti baginya, hidupnya hanya didedikasikan untuk bekerja. Penampilan Javas yang tampan dahulu tidak ada lagi, kini pria itu sangat berantakan dan tidak terurus.
Tiana dan Chilla sudah berusaha menasehati Javas untuk merubah penampilannya, tetapi Javas tidak pernah mendengarkan mereka. Hubungan Javas dan Kalila juga tidak ada perkembangan sama sekali
***
Chilla memutuskan pergi ke mall terlebih dahulu sebelum benar-benar pergi ke tempat yang ia tuju. Ia ingin membelikan main, baju serta makanan untuk seseorang yang ingin ia temui.
Setelah semuanya sudah ia beli, Chilla tidak pakai lama langsung mengemudikan mobilnya menuju salah satu gedung apartemen yang terbesar di Jakarta. Sampai di parkiran apartemen, Chilla langsung memarkirkan mobilnya. Tidak lupa ia membawa semua barang serta makanan yang sudah ia beli, dengan sedikit kesusahan Chilla sampai di depan apartemen.
Chilla mengetuk pintu, sambil terus membunyikan bel. Hingga tidak perlu waktu lama pintu terbuka muncullah seorang pria bersama anak perempuan.
Chilla langsung memeluk anak perempuan itu. "Yaampun Sheva sayang, kita nggak ketemu baru beberapa minggu. Kenapa kamu makin gede aja, ya sayang. Kakak 'kan jadi makin pangling jadinya," ujar Chilla heboh.
Anak perempuan itu ternyata Sheva, anak perempuan yang tadi ada di makan saat siang tadi.
Pria itu hanya menggeleng melihat tingkah Chilla yang menurutnya sedikit berlebihan, ia langsung mengajak Chilla masuk ke dalam apartemen bersama Sheva tentunya.
"Sheva sayang, siapa yang datang?" tanya seorang gadis cantik yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Kakak Chilla yang datang, Bun," jawab Sheva pada sang Bunda.