Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Rumah baru.
( Sarla, gimana kabar kamu? Oh ya tentang pernikahan kamu yang kemarin itu. Aku minta maaf.)
Pesan terbaca oleh Sarla, ia terlihat kebingungan membalas pesan dari Natasya, antara kesal dan juga kasihan melihat sahabatnya terjatuh dari atas pelaminan.
Entah disengaja atau tidaknya, Sarla tak tahu yang ia rasakan saat itu kesal bercampur aduk dengan perkataan Rafa.
Ia masih penasaran dengan sebuah perkataan yang membahas kata surat, jari tangan kini mengetik.( Minta maaf untuk apa? Memangnya kamu punya salah?)
Sarla mencoba membalas dengan pesan yang akan membuat sahabatnya berkata jujur.
Natasya yang bulak balik kesana kemari, karena gelisah, mengigat kejadian tak terduga diacara penikahan sahabatnya itu.
(Tentang aku jatuh diacara penikahan kamu, takutnya membuat kamu malu.)
Sarla mengerutkan dahi, balasan tidak masuk akal baginya. Kini Sarla memainkan jari tanganya untuk mengetik pesan balasan ( Apa tidak salah kamu berbicara, yang harusnya malu itu kamu, Natasya. Kenapa kamu miminta maaf)
Natasya kini membaca pesan dari Sarla, kedua mata membulat, pipi memerah. Apa yang dikatakan Sarla memang benar. Tak lupa Sarla mengirim emozik ketawa.
Tring pesan datang lagi dari Sarla untuk Natasya. (Apa kamu melakukan sesuatu? sampai meminta maaf kepadaku.)
Natasya tanpak panik, pesan balasan dari Sarla, sangatlah mengejutkan untuknya.
"Bodoh, Natasya, kenapa kamu malah mengirim pesan minta maaf."
Tring. Pesan datang lagi dari Sarla.
(Apa kamu tahu tentang surat yang dibahas Rafa?)
Pertanyaan dari Sarla, membuat Natasya semakin panik. "Ya elah. Sarla jadi tanya begini lagi." Gerutu Natasya. Ia semakin di sulitkan akan pertanyaan Sarla.
(Natasya, kenapa kamu tak membalas pesanku? Apa kamu tahu semuanya, atau jangan jangan ....)
Sarla mulai menghubungi Natasya, ia semakin penasaran dengan sahabatnya ini.
"Ya ampun, gimana ini. Sarla nelepon lagi, angkat atau biarkan saja."
Natasya tak berani menggangkat panggilan telepon dari sahabatnya, ia mendiamkannya ponselnya. Hingga ponsel itu mati seketika.
"Sebenarnya kenapa dengan Natasya, kenapa dia menjadi sosok yang berbeda, ada apa sebenarnya dengan dia?"
Sarla tiba tiba saja dikejutkan dengan hadirinya Daniel, " Cepat bereskan baju kamu."
Sarla kebingungan sendiri, ia menatap ke arah suaminya. Dimana Daniel berucap kembali," Kenapa kamu malah diam? Ayo rapihkan baju kamu."
"Memangnya kita mau ke mana?" Ada rasa gelisah ketika Daniel menyuruh Sarla membereskan baju.
"Aku sudah membeli satu rumah untuk kamu, jadi kita tak usah tinggal di hotel lagi!" jawab Daniel, dimana Sarla kini bernapas lega. Ia mengira jika Daniel akan membawanya pulang ke rumah, karena alasan tak mau dilayani.
"Baik." Sarla mulai merapihkan bajunya, memasukkan kedalam koper, setelah menikah dengan seorang CEO, perlahan ia belajar menjadi sosok seorang istri.
Walau mungkin tak akan lama, karena ia tahu dirinya hanya seorang istri sesaat yang dibutuhkan untuk membuat seorang anak.
"Apa mungkin setelah menjadi istri sesaat Daniel, aku akan menemukan cinta sejati?"
Sarla menghayal, ia ingin mengapai cita cita dan juga ingin bahagia dengan sosok lelaki yang menerima apa adanya, mencintai tanpa batas waktu dan usia.
Daniel berdiri menunggu Sarla yang masih memasukkan bajunya ke dalam koper.
"Lama sekali, " Gerutu Daniel.
Lelaki itu kini membuka pintu hotel, melihat istrinya apakah sudah selesai?
Baru pintu terbuka, sosok Sarla muncul, mengagetkan Daniel.
"Astagpirulah haladzim."
Sarla mendengar sang CEO beristigpar, membuat ia kini berani menatap wajahnya." Masih sadar anda?"
Tangan kekar masih memegang dada, mendengar Sarla berkata seperti itu." Maksud kamu."
"Saya kira anda tak tekejut."
"Sudahlah, ayo cepat. Jam tiga sore saya ada urusan penting."
Sarla mulai berjalan cepat, ia kini tak sejajar dengan suaminya, malahan lebih cepat meninggalkan Daniel.
Daniel berlari mengejar istrinya," Sarla, tidak baik mendahului suami. "
Sarla berhenti, Daniel dengan wajah masamnya, terengah engah. Setelah mengejar Sarla, ia mecondrongkan badanya kebawah.
"Bukanya, anda yang menyuruh saya jalannya lebih cepat?"
"Ya memang, tapi tidak sampai segitunya!"
Sopir keluar dari dalam mobil, segera mungkin mengambil koper yang dibawa Sarla.
Terlihat sopir itu sedikit kewalahan, karena koper yang dibawanya begitu berat.
"Kenapa pak, berat."
"Nyonya bawa apa sih, kok. Sampai berat seperti ini?"
"Baju lah, pak. Masa batu jalanan."
Langkah kaki Sarla begitu cepat, membuat Daniel sudah lelah berjalan. " Jalannya cepat sekali, memang dia wanita aneh. "
Di dalam perjalanan menuju ke tempat tujuan, Sarla hanya bisa menatap jalanan, dimana ia merenungi nasibnya yang sekarang.
Tiba tiba cuaca berubah menjadi mendung, rintik hujan perlahan muncul, kaca mobil yang kering kini memperlihatkan sebuah embun dan terkena rintikan hujan. Langit seperti tahu apa yang kini ia rasakan.
Sedangkan Daniel, memperhatikan Sarla dari cermin kecil di depan, ia menatap mata sayu mempelihatkan kesedihan.
Sampai di tempat tujuan. Mereka turun, terlihat rumah mewah sudah siap mereka tempati, Sarla hanya diam tak berucap apa apa.
Masuk ke dalam rumah, sudah di sediakan beberapa pelayan. Daniel menyuruh pelayan untuk mengantarkan Sarla ke kamar.
********
Daniel duduk di sofa berwarna putih, ia menyuruh pelayan untuk membuatkan kopi.
Belum beberapa menit kopi itu sudah tersedia di atas meja.
Daniel terbayang akan kedua mata Sarla yang terlihat bersedih. "Kenapa dengan dia?"
Ponsel bergetar, Daniel kini merogoh saku celana. Melihat siapa yang menelepon.
"Ibu."
Mengangkat panggilan telepon, " Halo bu, ada apa?"
"Bagaimana keadaan kamu sekarang?"
"Kurang baik bu, wanita itu tak mau aku sentuh katanya belum siap!"
Sang ibu mengerti keluhan Daniel, ia ingin segera menyentuh Sarla, agar bisa membuat keturunan, karena tak mau berlama lama menduakan Wulan.
"Kamu harus memaklumi seorang wanita, apalagi wanita itu masih gadis. Dia butuh beradaptasi dan waktu untuk mengenal kamu, jadi pastikan kamu memperlakukan dia dengan baik, jangan lukai perasaanya. Karena bagaimanapun wanita mudah sakit hati, jangan mentang mentang kamu membutuhkan dia hanya untuk membuat seorang anak dari garis keturunanmu."
Nasehat seorang ibu pastinya selalu didengar oleh Daniel, walau hatinya malas harus mempelakukan Sarla seperti Wulan.
Bagi Daniel Wulan adalah sosok wanita paling berharga, tidak ada yang bisa menggantikan sosok Wulan dalam hatinya.
"Dia sok alim, sok jual mahal saja. Bu."
"Hus, nggak boleh bicara kaya gitu. Daniel, kamu hanya menilai dia dari sisi luarnya saja."
"Ya masa ada wanita jaman sekarang tidak mau di sentuh. Kan aneh, bu."
"Heh, yang aneh itu kamu. Ibukan udah kasih tahu kamu cari wanita itu jangan karena seksinya aja, coba cari yang bisa menuntut kamu dalam agama."
"Sudahlah ibu pasti akan bicara seperti itu. Malas kalau dengar ibu sok bijak. "
"Hah, kamu kalau di kasih tahu sama ibu pasti jawabannya begitu, sudahlah yang terpenting ibu sudah menasihati kamu. Semoga saja Wulan juga bisa berubah dengan pakaian sekarang. "
"Jadi ibu ingin Wulan memakai kerudung. Haha." Daniel tertawa terbahak bahak.
"MM, kamu ini ya. Di kasih tahu, ya sudah ibu tutup dulu panggilan teleponnya, ada urusan sama ibu ibu di sini."
"Oke bu, love bu. "
"Ya, iya. "
Saat Daniel memutar balikkan badannya, betapa terkejutnya ia.