Rania Anastasya, adalah anak yatim piatu yang diangkat menjadi anak perempuan keluarga konglomerat sejak remaja.
Farhan Ananta Putra, adalah anak laki-laki satu-satunya keluarga angkat Rania. Hubungan mereka cukup dekat semenjak Rania bergabung menjadi keluarga Ananta Putra.
Namun siapa sangka, ternyata saat dewasa, Rania malah dijodohkan dengan Farhan, kakak angkatnya sendiri.
Sejak saat itu, Farhan berubah menjadi laki-laki kejam yang tak lagi dikenal oleh Rania. Bahkan di malam pertama mereka, Rania harus menerima rasa sakit akibat kekejaman Farhan.
Mampukah Rania melepaskan diri dari Farhan?
Baca kisah lengkap nya yuk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Rania memutuskan untuk pergi ke apotek. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya. Daripada terus menduga-duga, lebih baik mencari tahu dengan bukti.
Rania berjalan ke apotek yang terdapat di ujung jalan komplek rumah mama Laura. Saat hampir tiba di pintu keluar komplek nya, bertepatan dengan mobil Randi yang sedang melintas.
"Rania? Hendak pergi kemana dia?" pikir Randi.
Hari ini Randi datang untuk memberikan berkas perceraian Rania kepada mama Laura, sebagai bantuan karena Farhan terlihat belum mengurus nya sama sekali.
Rania tidak menyadari mobil Randi, ia terus berjalan hingga keluar dari kompleknya, kemudian bergegas datang ke apotek. Randi menepikan mobilnya, lalu berjalan mengikuti arah yang dilewati Rania.
"Rania ke apotek? Apakah dia masih sakit? Tapi kenapa dia pergi dengan berjalan sendiri?" pikir Randi lalu berjalan mengikuti Rania.
Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Rania pun hendak pergi meninggalkan apotek itu. Namun ia terkejut saat mendapati Randi ada di hadapannya. Seketika barang yang dibawanya terjatuh. Terlihat alat tes kehamilan muncul di balik plastik.
Randi memperhatikan barang itu, lalu menunduk dan mengambilnya.
"Tespeck?" batin Randi memperhatikan barang itu.
Rania terkejut, susah payah ia izin ke mama Laura agar bisa pergi ke apotek sendiri berharap tidak ada seorang pun yang tahu jika ada tanda-tanda kehamilan dalam dirinya. Namun saat ini ternyata tertangkap basah oleh Randi.
"Kau membeli alat tes kehamilan ini? Untuk siapa?" tanya Randi menatap Rania.
"Tidak mungkin kan untuk mama Laura?" batin Randi.
Rania dengan cepat merebut alat itu dari tangan Randi. Tanpa menjawab pertanyaan laki-laki itu, Rania berlalu pergi meninggalkan nya.
Randi yang penasaran pun menahan Rania dengan menarik pergelangan tangan wanita itu.
"Apakah kau membeli itu untuk dirimu?" tanya Randi penasaran.
"Ini bukan urusanmu Randi, lepaskan aku," jawab Rania.
"Aku bertanya padamu karena aku ingin tahu Rania, apakah itu milikmu?" tanya Randi lagi.
"Aku tidak mau menjawabnya," sahut Rania dingin.
Randi menatap Rania tajam.
"Kalau begitu aku akan bertanya pada Tante Laura, mungkin itu adalah miliknya," ucap Randi lalu melepaskan pergelangan tangan Rania.
Ia hendak beranjak dari tempat itu namun kini Rania yang menahannya.
"Tidak, kau tidak boleh bertanya apapun kepadanya," ucap Rania.
Randi menoleh ke arah Rania. Ia memposisikan dirinya agar berada di hadapan wanita itu.
"Lalu? Apa kau akan mengatakannya kepadaku?" tanya Randi.
Rania terdiam. Perlahan-lahan airmata nya menetes. Lalu kemudian menangis tersedu-sedu.
Melihat itu, Randi merasa iba pada Rania. Ia mendekatkan dirinya, lalu memeluk tubuh mungil itu. Dibelainya punggung Rania dengan perlahan. Ia membiarkan wanita itu menangis dalam pelukannya.
"Baiklah, kau boleh menangis sesukamu Rania, lepaskan saja semua bebanmu. Bukankah kita sahabat? Aku akan selalu ada untukmu," ucap Randi menenangkan.
Rania masih terus menangis dalam pelukan Randi. Ia merasa sangat muak dengan kehidupan yang seakan mempermainkannya. Dinikahkan dengan pria kejam, disiksa, janji akan diceraikan namun tidak kunjung bercerai. Dan saat ini yang paling membuatnya terpukul adalah kemungkinan bahwa dirinya sedang hamil anak Farhan.
Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika ia benar-benar mengandung anak dari laki-laki yang dibencinya selama 9 bulan. Lalu bagaimana proses perceraiannya jika dirinya hamil?
Apakah wanita hamil bisa diceraikan? Bagaimana kalau tidak bisa bercerai? Apakah ia harus kembali hidup dengan Farhan dengan segala penyiksaan sepanjang hidupnya?
"Tidak! Aku tidak mau kembali kepadanya. Aku tidak mau Tuhan," rintih Rania dalam hatinya.
Tapi apa yang harus dilakukannya? Apakah ia harus menggugurkan bayi ini? Harus mulai darimana menggugurkan nya?
Bagaimana caranya agar tidak diketahui oleh keluarga Farhan dan terutama oleh laki-laki sendiri? Dan bagaimana caranya ia menghindar dari Randi?
Semua itu memenuhi pikiran Rania. Hatinya penuh sesak menahan beban yang berat itu sendirian.
"Aku tidak ingin memiliki anak dari laki-laki itu! Aku tidak ingin mengandung benihnya. Aku tidak sudi ada benih darinya di dalam tubuhku!" ucap Rania dengan Isak tangis membuat Randi menghentikan belaiannya.
⍴ᥙsg ᥲ𝗊 mkᥒᥲᥒ... gk sᥱsᥙᥲі