Ig : @ai.sah562
Bismillahirrahmanirrahim
Diana mendapati kenyataan jika suaminya membawa istri barunya di satu atap yang sama. Kehidupannya semakin pelik di saat perlakuan kasar ia dapatkan.
Alasan pun terkuak kenapa suaminya sampai tega menyakitinya. Namun, Diana masih berusaha bertahan berharap suaminya menyadari perasaannya. Hingga dimana ia tak bisa lagi bertahan membuat dirinya meminta.
"TALAK AKU!"
Akankah Diana kembali lagi dengan suaminya di saat keduanya sudah resmi bercerai? Ataukah Diana mendapatkan kebahagiaan baru bersama pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah satu dari sekian Pria
"Akhirnya sampai juga," ujar Diana turun dari mobil di susul oleh Cici.
Blug...
Suara pintu mobil terdengar kencang Cici hempaskan saking ingin menutup sempurna pintu tersebut.
"Cici...! Keras banget nutup pintu mobilnya," tegur Diana menggelengkan kepala.
Cici tersenyum menunjukan deretan gigi rapinya. "Maaf, kekencangan nutupinya. Saking semangat ingin segera istirahat hehehe."
"Kamu ini ada-ada saja." Diana tersenyum tipis seraya melangkah memasuki toko bunga. Namun, dia di hentikan oleh panggilan seseorang.
"Mbak Diana baru pulang?" sapa pria dewasa mungkin saja berusia 35 tahunan.
Pria jangkung sekitar 165cm, memakai Udeng, atau ikat kepala khas Bali, memakai kain sarung khas Bali di padukan dengan baju berwarna putih. Wajahnya yang tidak terlalu tampan namun terlihat manis dengan senyumnya terasa betah bila para wanita menatapnya. Tapi tidak bagi Diana yang tidak pernah sedikitpun tertarik pada pria yang selalu mendekatinya.
Udeng berusaha mempertemukan manusia masa kini dengan penggalan sejarah dan kebudayaan yang dimilikinya. Ikat kepala merupakan sebuah tradisi unik yang banyak dipakai oleh berbagai suku di tanah air.
"Bli Niko, iya, baru pulang jualan bunga," jawab Diana dingin tidak menunjukan ekspresi wajah senang ataupun ramah. Dan inilah yang membuat para pria penasaran, ingin menaklukan wanita dingin ini.
"Pasti Mbak Diana capek, saya sudah menyiapkan makanan buat Mbak Diana." Pria bernama Niko itu menunjukan satu rantang susun berisi makanan yang telah di siapkannya buat Diana. Dia juga melirik Cici tapi matanya kembali menatap Diana, janda muda terkenal dengan pesonanya.
Kabar janda baru pindahan dari Jakarta sudah tersebar luar di daerah sana. Banyak yang iba, banyak yang mencibir, banyak yang terang-terangan tidak menyukainya. Bagi sebagian orang, janda itu bahaya karena
Diana melirik rantang tersebut begitupun dengan Cici juga memperhatikan pria Bali tersebut.
"Maaf Bli, Diana tidak bisa menerimanya. Bli bawa saja kembali makanan tersebut karena Diana enggan menjadi bahan olok-olok orang sini," tolak Diana secara halus.
"Mbak Diana tidak perlu repot-repot memikirkan perkataan mereka. Mereka kan tidak tahu apa-apa tentang kita. Terpenting Mbak Diana menjadi wanita spesial di hati bli Niko. Masa Mbak Diana menolak makanan yang dibuatkan saya? Saya sudah masak ini buat kamu." Bli Niko menyimpan rantang tersebut di meja.
"Justru karena sikap bli Niko ini membuat sebagian orang iri dan tidak menyukai saya. Mereka terang-terangan berpesan kepada saya untuk menjauhi bli Niko. Saya harap Bli mau mengerti akan hal itu, maaf." Diana menolak tegas makanan beserta orangnya. Dia mengambil kunci toko kemudian membuka pintunya.
"Mbak Diana..."
"Bli..." teriakan seseorang membuat mereka bertiga menengok kebelakang.
Bli Niko terbelalak kaget, "Nurma, ngapain dia kemari? Aduh, kenapa bisa ngikutin ke sini sih?" gumamnya dalam hati panik melihat istrinya mengetahui dia sedang mendekati janda muda.
"Oh jadi ini wanita yang sudah membuat Bli berpaling dari ku." Pekik wanita itu bertolak pinggang menatap horor kedua wanita muda yang sedang memandang heran.
Diana dan Cici saling lirik, keduanya saling tatap tidak mengerti apa yang bicarakan wanita berpakaian tradisional itu.
"Maaf Anda siapa ya? Saya tidak mengenal Anda dan kenapa juga Anda membuat keributan di depan toko saya ini?" cerca Diana merasa penasaran pada sosok wanita itu.
"Hei perempuan penggoda suami orang, saya ini istri dari bli Niko. Kau jangan pernah coba-coba mendekati suami saya!" sentak perempuan itu memarahi Diana di depan toko dekat jalan.
Diana dan Cici terbelalak mengetahui siapa perempuan itu. Apalagi Diana tidak menyangka jika pria yang sering mengirimkan dia makanan ternyata sudah menikah. Bukan karena merasa kecewa tapi karena marah pada pria-pria yang terus mendekatinya tanpa memikirkan memiliki keluarga ataupun tidak.
Inilah resiko menjadi janda di usia muda. Terkadang banyak orang tidak menyukai status janda karena mereka pikir janda merupakan penggoda setiap pria. Padahal tidak semua janda seperti itu.
"Maaf Mbak, teman saya ini tidak seperti yang Anda tuduhkan. Dia baru di sini dan tidak mungkin memiliki hubungan dengan pria manapun." timpal Cici tidak terima sahabatnya di tuduh seperti itu.
"Halah, mana mungkin janda ini mengakui kesalahannya. Bli, ayo pulang!" Nurma, dia menyeret paksa tangan suaminya.
"Nurma dengarkan saya dulu, apa salahnya jika saya menyukai janda ini? Itu hal wajar dan jika menikahinya adalah pahala." Bli Niko menolak ajakan istri untuk pulang. Dia sampai melepaskan cekalan Nurma dari tangannya.
"Mending kalian berdua pergi dari toko bunga saya! Saya tidak ada urusan dengan kalian Saya tidak memiliki hubungan apapun dengan bli Niko." Diana mempersilahkan keduanya untuk pergi dan menegaskan kembali bahwa dia tidak ada hubungan dengan siapapun di sini.
"Dasar perempuan perebut suami orang, janda gatel, tidak tahu diri, gara-gara kau bli Niko berpaling dariku. Mending kau pergi dari sini sebelum saya menghancurkan toko bunga milikmu!" usir Nurma mengacak-acak bunga di sana.
"Mbak jangan kau rusak tanaman bunga saya!" Diana terkejut perempuan itu marah-marah di sana.
Cici pun mencoba mencegah amukan Nurma, begitupun dengan Bli Niko juga mencegahnya.
"Hei kau jangan merusak usaha orang! Di sini suamimu yang salah bukan saudaraku," pekik Cici menarik tangan Nurma menyeretnya ke jalan sampai wanita itu tersungkur.
Matanya memerah, tatapannya tajam menatap benci Diana. Entah dari mana Nurma mengetahui suaminya suka mendekati janda muda ini, Niko tidak tahu.
"Iya, Nurma. Saya yang gencar mendekatinya bukan dia. Saya berpaling darimu karena mau selalu saja marah-marah seperti ini. Saya juga punya hati tidak ingin terus di kekang olehmu," balas Niko mengakui jika dialah yang lebih dulu mendekati bukan Diana. Dan dia juga mengungkapkan alasan.
Diana mencoba bersabar menghadapi fitnah dunia. Dia membereskan bunga yang sudah berantakan akibat Nurma. Namun, matanya terus menatap kedua orang menyebalkan.
"Akkhh... saya sakit hati Bli, tak peduli kau yang duluan atau dia tapi saya tidak terima pelakor ini mendekatimu." Nurma kembali berdiri ingin membuat kekacauan lagi tapi di tangan oleh Niko.
"Kita pulang! Kita bicarakan di rumah. Saya malu melihat sifat keras kepala dan malu memiliki wanita tukang marah seperti mu." Niko menyeret paksa tubuh istrinya.
"Pergi sana yang jauh dan jangan pernah kembali lagi!" sahut Cici kesal pada orang seperti itu.
"Sudah, Ci. Sekarang bantu aku membereskan ini semua," ucap Diana menunduk murung seraya memunguti bunga-bunganya.
"Kenapa dimana-mana selalu saja ada orang seperti itu. Hampir di setiap tempat banyak." Cici tak habis pikir pada negerinya ini.
Diana mengangkat bahunya tidak mengerti akan hal itu. Keduanya pun bahu membahu membereskan kekacauan tersebut.
"Apa yang terjadi di sini?"