Maksud hati merayakan bridal shower sebagai pelepasan masa lajang bersama teman-temannya menjelang hari pernikahan, Aruni justru terjebak dalam jurang petaka.
Cita-citanya untuk menjalani mahligai impian bersama pria mapan dan dewasa yang telah dipilihkan kedua orang tuanya musnah pasca melewati malam panjang bersama Rajendra, calon adik ipar sekaligus presiden mahasiswa yang tak lebih dari sampah di matanya.
.
.
"Kamu boleh meminta apapun, kecuali perceraian, Aruni." ~ Rajendra Baihaqi
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - Si Ganteng Milik Oma
"I-iya, sama-sama."
"Heuh?" Mata Aruni membulat sempurna tatkala mendengar suara Rajendra.
Sontak dia tersadar tentang apa yang terjadi, dan dalam hitungan detik Aruni segera menarik diri.
Pelukan itu cukup singkat, tapi jelas saja berarti dan cukup berisiko bagi Rajendra dan juga dirinya sendiri.
Secepat kilat, Aruni menoleh dan memastikan siapa yang melihatnya di kanan kiri. Berharap bahwa di tempat ini sangat sepi seperti di taman tadi, tapi harapan Aruni tampaknya tak terpenuhi.
Jauh di luar ekspektasi, ada beberapa orang yang di sekeliling mereka. Walau sebenarnya tidak begitu banyak, tapi tetap saja berbahaya.
Tak punya pilihan lain, Aruni jelas tidak mungkin jika hanya berlalu pergi dan dia mulai berpikir keras tentang langkah yang harus dia ambil.
"Ya Ampun, Kak Rajendra, sekali lagi terima kasih banyak ya ... maaf kalau lancang, aku takut banget handphone ku ini hilang soalnya." Sengaja Aruni bersuara dengan nada yang cukup memekakan telinga Rajendra.
Hal itu dia kira-kira saja, dengan cara itu dia akan membuat persepsi orang di sekelilingnya tak begitu buruk.
Hanya demi mengendalikan keadaan, Aruni rela berpura-pura menjadi fans fanatik Rajendra layaknya anak-anak lain.
Bahkan, dia sampai menunduk berkali-kali sebelum kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
Dan ya, cara itu berhasil. Orang-orang benar mengira bahwa Aruni hanya sekadar mengucapkan terima kasih pada Rajendra.
"Njir, beruntung banget dia bisa meluk Rajendra."
"Ngaco, Rajendra kali yang beruntung dipeluk tu cewek."
"Lah? Kenapa jadi begitu?"
"Lo nggak tau tu cewek siapa? Dia Aruni, anak FK yang paling cantik itu ... gue kalau jadi Rajendra nggak bakal gue lepasin sih asli."
Bisikan dari para mahluk yang Aruni lewati terdengar jelas di telinganya, tapi Aruni memilih tak peduli.
Dia hanya mempercepat langkahnya, bergegas menuju area parkir dan bermaksud untuk pulang saja.
Kebetulan mata kuliah yang harus dia hadiri sudah selesai. Dua dosen lainnya berhalangan masuk, dan ini adalah kesempatan Aruni untuk melarikan diri.
Sedikit berbeda dari yang dia jelaskan pada Rajendra tadi, Aruni pulang lebih cepat hari ini.
"Huft, kacau banget sih ... kamu juga ngapain sampai meluk begitu, Aruni?!" Aruni beberapa kali menyalahkan diri sendiri.
Sejenak menarik napas panjang, setelah itu mulai melaju dengan kecepatan sedang.
Tanpa peduli kanan kiri, bahkan kehadiran Dea yang minta tumpangan di depan sana tak Aruni tanggapi.
Bukan karena dia tidak melihat, tapi pikirannya terlalu kacau dan sedang berusaha menghindari gadis berisik itu.
Sepanjang perjalanan Aruni begitu gelisah. Berharap bahwa masalah yang tadi tidak akan berakibat fatal dalam hidupnya.
Jujur saja dia takut sampai menimbulkan kecurigaan dan berakhir serangan maut dari ketiga mantan pacar Rajendra.
Hingga, begitu tiba di kediamannya, Aruni bergegas masuk dengan perasaan tak karu-karuan.
Tujuannya hanya satu, tidur dan melupakan sejak beban pikirannya.
Namun, rencananya tak bisa berjalan dengan mulus. Maklum, tetangga sebelah rumahnya sedikit rese dan kepo dengan urusan orang lain.
"Kok pulangnya sendirian?"
"Kak Rajendra ada rapat, Oma," sahut Aruni terdengar lebih lelah.
Bukan hanya lelah karena baru pulang, tapi dia lelah karena harus berhadapan dengan tetangga sekaligus Omanya ini.
"Rapat? Rapat apaan?" Wanita kece yang tak muda lagi itu menatap Aruni penuh curiga.
"Rapat, kurang tahu rapat apa ... pokoknya dia bilang rapat."
"Aduuuh."
Mulai, Aruni sudah bersiap tentang apa yang akan Oma Mikhayla katakan setelah ini. Dari gelagatnya sudah jelas sekali. "Anak muda zaman sekarang ... kamu tuh sadar nggak sih kamu tu sudah jadi seorang istri?"
"Iya, Oma, sadar kok."
"Kalau sadar, kenapa bisa apa yang dilakukan suami saja nggak tahu?"
"Ya aku memang nggak tahu, Oma, katanya itu sama temen, anggota BEM kali," jelas Aruni sekenanya, dia sudah sangat lelah menghadapi masalah ini.
"Kali, ditanya jelas-jelas jawabnya malah kali ... kalian kurang komunikasi atau apa sebenarnya? Hem?"
"Oma tolonglah, aku sama Kak Rajendra itu baru menikah. Masuk akal dong kalau aku nggak tahu dan nggak paham tentang dunianya, masa iy-"
"Assalamualaikum ...."
.
.
"Waalaikumsalam." Sapaan itu dijawab dengan begitu lembut oleh Oma Mikhayla.
Pandangannya bahkan segera beralih ke sumber suara. Pemilik wajah tampan dengan mata yang terlihat menenangkan itu melangkah pelan dari pintu utama, dan begitu dekat mencium punggung tangan Oma Mikhayla.
"Uuuu gantengnya Oma pulang, kata Aruni kamu ada rapat, ini kok?" Sembari bertanya, tatapan Oma Mikhayla sejenak beralih ke arah Aruni yang juga tampak terkejut dengan kehadiran Rajendra.
Jelas-jelas pria itu mengatakan bahwa dirinya ada rapat. Sekarang, tiba-tiba sudah pulang dan yang lebih mengejutkan, suara motornya sama sekali tidak terdengar.
Rajendra tidak ingin istrinya mendapat masalah. Begitu sadar bahwa Oma Mikhayla melayangkan tatapan yang menyiratkan kemarahan, segera Rajendra mengendalikan keadaan.
"Ah, iya, Oma, tadi memang rapat, tapi sudah selesai."
"Oh, rapat apa memangnya?" tanya Oma Mikhayla basa-basi, tak lupa dia mengipasi wajahnya dengan kipas ala wanita sosialita itu.
"Biasa, rapat sama anggota BEM, Oma."
"Wuih kerennya, dulu Om-mu juga aktif organisasi loh ... sesekali coba ngobrol sama Om Azkara, pasti nyambung deh."
"Iya, Oma, kapan-kapan," sahut Rajendra mengangguk patuh.
Dia begitu pandai mengambil hati, dan kebetulan karena wajahnya tampan, Oma Mikhayla jelas saja luluh.
"Ya sudah, sekarang masuk ... istirahat, Oma lihat kamu masih rada pucat, kecapekan sepertinya."
Perhatian kecil omanya hanya Aruni tanggapi dengan helaan napas panjang. Padahal yang lelah di sini adalah dirinya, tapi Rajendra yang menang.
"Kamu kenapa? Kok cemberut gitu?" tanya wanita itu tatkala Rajendra sudah lebih dulu berlalu ke kamar.
Menyisakan dia dan Aruni, cucunya yang kini cemberut karena merasa tak lagi diperhatikan.
"Oma kenapa sih?"
"Loh, kenapa?"
Begitu tanya omanya balik bertanya. Aruni yang kesal dengan hal itu memilih pergi juga.
Langkahnya begitu berat, dan begitu tiba di kamar dia disambut Rajendra yang sudah lebih dulu duduk di tepian ranjang.
Aruni hanya meliriknya sekilas, setelah itu dengan malas dan tak berniat mengusir Rajendra, dia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.
Matanya menatap lesu langit-langit kamar, dan di saat bersamaan Rajendra turut merebahkan tubuhnya.
Posisi mereka memang tidak berdampingan, tapi cukup dekat. Pandangan Aruni beralih menatap rambut Rajendra yang tampak panjang itu.
Cukup lama dia pandangi, sampai akhirnya ada sesuatu yang berhasil meraih atensinya hingga perlahan dia dekati.
Makin lama, makin dia dekati sampai akhirnya Aruni benar-benar mencabut satu rambut yang membuat Rajendra mengusap kasar kulit kepalanya.
"Kamu ngapain?!"
"Ada uban, Kakak banyak pikiran sepertinya." Sikapnya kembali seperti tidak ada apa-apa, dan kembali merebahkan tubuhnya di posisi semula.
Menyisakan Rajendra yang masih penasaran dan sengaja mengikis jarak hanya demi memastikan apa mungkin Aruni mencabut uban, atau sekadar balas dendam karena caranya mencabut rambut Rajendra barusan seperti tengah melampiaskan dendam.
"Mana ubannya? Coba lihat."
"Nggak tahu ah, sudah melayang mungkin," sahut Aruni menarik tangannya yang sempat Rajendra genggam.
"Mana? Kamu bohong ya?"
"Bohong buat apa sih? Memang bener tadi ada uban."
"Kalau emang iya, kenapa narik rambutnya begitu? Lebih jambak tahu nggak."
"Biarin lah, hitung-hitung latihan ... mana tahu mantanmu ngajak jambak-jambakan," ucap Aruni dengan begitu entengnya karena dia cukup sadar memang tadi sengaja menarik rambut Rajendra dengan sedikit tenaga dalam.
"Oh gitu, persiapan menghadapi mereka latihannya ke aku gitu?"
"Iya lah, siapa lagi kalau bukan ... di sini kan cuma ada kamu."
Tak segera menjawab, Rajendra masih terus menatapnya begitu dalam. "Minta maaf."
"Ih ngapain? Nggak mau lah minta maaf."
"Minta maaf, Aruni."
"Ogah!!" Keras sekali hati Aruni.
Dan Rajendra seketika itu tertantang, tanpa keraguan Rajendra kian mengikis jarak hingga membuat jantung Aruni berdegup tak karuan. "Yakin nggak mau minta maaf? Atau mau dibalas jambak juga? Hem?"
.
.
- To Be Continued -
...Last eps hari ini, see you esok hari ... lempar vote buat Rajendra-Aruni dung seeng 😘...
apa Rajendra jadi minder kan Runnn..
ayo tanggung jawab..
❤❤❤❤❤❤❤