Serra gadis yang masih berusia 19 tahun mempertaruhkan kehormatannya karena hanya sakit hati atas perbuatan sang tunangan yang berselingkuh dengan sahabatnya.
kata-kata sang kekasih yang menyakitinya membuatnya berpikir pendek, tidur dengan pria yang baru dikenalnya malam itu.
Arkan yang menerima tawaran wanita yang sangat menyedihkan itu. Memenuhi permintaan wanita itu karena sebuah persyaratan. Mereka menghabiskan malam bersama tanpa mengenal satu sama lain.
Beberapa tahun kemudian takdir mempertemukan mereka dalam keadaan berbeda. Serra yang mengalami kecelakaan dan membuatnya kehilangan penglihatan.
Harus sering berurusan dengan Arkan karena sebuah kasus.
Bagaimana Arkan harus menghadapi wanita yang pernah tidur dengannya namun wanita itu tidak bisa melihat dan mengenalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta Maaf
Arkan mengantarkan Dokter sampai pintu kamarnya, di depan pintu kamar sudah ada Nindy dan Bi Sufi yang menunggu.
" Kamu antar Dokter Irfan keluar, dan bawa makanan Serra kemari!" perintah Arkan.
" Baik Pak," jawab Nindy dan Sufi yang langsung melaksanakan perintah Arkan.
Tidak berapa lama, Nindy mengantarkan makanan majikannya, Arkan memang menunggu Nindy di depan pintu. Nindy pun memberi makanan itu pada Arkan.
Arkan langsung meraih nampan berisi mangkuk dan segelas air putih itu.
" Ada lagi yang bisa saya bantu pa," tanya Nindy.
" Tidak ada, kamu lanjutkan saja pekerjaan kamu," jawab Arkan.
" Baik pak, saya permisi," ucap pamit Nindy
dan segera pergi.
Arkan pun menutup pintu kamar, dan menghampiri Serra yang berbaring di atas ranjang. Arkan pun duduk di atas ranjang.
Arkan meletakkan nampan berisi makanan di atas nakas, dan membantu Serra merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Serra pun menurut memang dia merasa pegal, sedari tadi hanya berbaring saja.
" Ayo, kamu harus makan, dari tadi kamu belum makan," ucap Arkan, sambil meniup sup panas buatan Bi sufi.
Serra yang mendengar suara Arkan malah memalingkan wajahnya, tidak ingin berhadapan dengan pria yang tadi pagi ribut dengannya.
" Serra ayo makan," ucap Arkan sekali lagi, melihat Serra kembali mengacuhkannya.
" Aku tidak mau makan," sahut Serra datar. Arkan menarik napasnya dia tau jika sampai saat ini pasti istrinya itu masih marah.
" Serra kamu harus makan, kamu tidak dengar kata Dokter tadi, dari tadi pagi kamu belum makan, gimana kamu mau sembuh kalau kamu makan saja tidak," bujuk Arkan suara lembut.
Arkan memang harus banyak mengalah untuk Serra yang sudah menjadi istrinya. Jika Serra marah memang sangat sulit untuk membujuknya.
" Aku tidak lapar, aku mau tidur saja, sebaiknya kamu urus pekerjaan kamu saja, aku mau istirahat, Dokter juga bilang gitu kan," ucap Serra terus menolak.
" Serra aku katakan makan, maka makanlah," ucap Addrian penuh penekanan.
" Kamu tidak dengar, aku tidak lapar, kalau aku lapar aku akan panggil Nindy, kamu tidak perlu repot-repot, aku tidak membutuhkan bantuan mu," ucap Serra ketus, dengan mata yang berkaca-kaca.
Arkan bisa melihat Serra mungkin sakit hati atas perlakuannya tadi pagi, Addrian menyadari itu memang kesalahannya.
" Serra makanlah, atau aku akan menyuapimu dengan cara lain," ucap Arkan, membuat Serra bingung maksud dari Arkan.
" Maksud kamu apa?" tanya Serra bingung.
" Aku akan menyuapimu dengan memasukkan makanan dari mulutku dan menyalurkannya kepadamu, agar masuk cepat kemulutmu," ucap Arkan mengancam, membuat Serra menelan ludahnya.
Dia yakin Arkan memang pasti akan melakukannya. Menurutnya Arkan memang sangat serius jika berbicara dan mungkin saja hal yang bodoh itu akan di lakukannya.
" kamu jahat sekali, kenapa kamu terus memaksaku, kamu itu jahat," ucap Serra mengkerutkan keningnya kesal dengan Arkan dan satu tetes air matanya pun lolos.
" Aku melakukannya demi kebaikanmu, jadi kamu harus makan sebelum aku melakukannya, jika kamu tidak makan, jangan salahkan aku, kalau aku akan melakukannya," ucap Arkan lagi penuh penegasan.
Arkan menghapus lembut air mata yang mengalir di pipi Serra.
" Jangan seperti anak kecil, makanlah, jangan menangis saat makan," ucap lembut Arkan membujuk Serra
Serra yang terus mendengar ancaman Arkan merasa cemas, tetapi Serra merasa bahagia suaminya membujuknya dan seperti sangat sabar menghadapinya.
" Buka mulutmu dan makanlah," ucap Arkan menyodorkan sesendok sup, dengan terpaksa Serra pun membuka mulutnya.
Arkan langsung menyendokkan Serra sup, tersenyum melihat Serra yang mulai cemas.
" Auh.. Panas, apa kamu sengaja melakukannya," protes Serra menutup mulutnya saat menerima suapan dari arkan.
Arkan menaikkan alisnya, bingung perasaan dia sudah meniupnya dan Serra mengatakan panas, dari mana ceritanya.
" Panas dari mana, jangan banyak alasan cepat makan, sebelum aku memberikan kepadamu aku sudah meniupnya. Jadi jangan mencari alasan," ucap Arkan.
Serra kesal, karena Arkan tau, kalau dia memang di bohongi Serra. Arkan kembali menyuapkan Serra sup tersebut, pasti Arkan akan meniupnya kembali sebelum memberinya.
Arkan terus menyuapi Serra, sampai semua sup itu habis, Arkan memberinya minum secara perlahan.
" Minum obatmu," ucap Arkan memberikan ketangan Serra, Serra pun tidak menolak dan menelan obat tersebut, Arkan kembali memberinya air putih, dan meletakkan gelas yang sudah kosong itu di atas nakas.
Serra lumayan merasa kenyang, sebenarnya dia memang kelaparan, hanya saja dia tidak ingin makan, apalagi Arkan harus menyuapinya. Jika Arkan tidak memaksanya Serra mungkin tidak akan jadi makan.
Arkan memegang kening Serra sudah agak lumayan, sudah tidak hangat lagi, Serra langsung menepis tangan Arkan dari keningnya.
Arkan yang melihat kelakukan Serra, hanya menarik napas, Arkan menggedikkan ke-2 bahunya yang melihat Serra marah kepadanya.
" Kamu istirihatlah," ucap Arkan dan beralih dari tempat tidur.
" Dari tadi aku memang ingin istirahat," sahut Serra dengan ketus.
Arkan tidak mempedulikan Serra, Arkan menuju lemarinya, dan mengambil pakaiannya. Arkan mengganti pakaiannya dan kembali menaiki ranjang.
Arkan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, Arkan melihat kearah Serra melakukan hal yang sama dengannya.
" Kenapa kamu belum tidur, bukannya kamu bilang, kamu mau tidur," ucap Arkan menoleh kearah Serra.
Tidak ada respon dari Serra, dia tidak mempedulikan perkataan Arkan, terserah suaminya itu mau bicara apa.
" Serra, aku minta maaf," ucap Arkan membuat Serra langsung menoleh kearah suara tulus itu.
Arkan memang tidak pernah gengsi untuk meminta maaf pada Serra.
Arkan mengakui semua perbuatannya memang keterlaluan, sampai-sampai membuat Serra sakit, mungkin Serra memang terus memikirkan hal itu Sampai- sampai tidak selera untuk makan.
Serra yang mendengar permintamaafan Arkan, terukir senyum tipis, entah mengapa hatinya begitu senang saat kata itu terdengar dari mulut suaminya.
" Kamu tidak mau memaafkanku?" tanya Arkan.
Serra menggeleng, menolak maaf dari suaminya, padahal saat mendengar itu hatinya sangat bahagia seperti ada mekar yang timbul. Entahlah perasaan apa yang di rasakannya.
" Apa yang harus aku lakukan, agar kamu memaafkanku," ucap Arkan memberi peluang untuk Serra. Arkan bisa melihat wajah istrinya seperti memikirkan sesuatu.
" Baiklah Aku akan memaafkan mu, tetapi dengan 1 syarat," ucap Serra membuat Arkan menatapnya curiga.
Serra memang selalu memanfaatkan suasana di tengah kesempatan yang di berikan Arkan. Sebenarnya mendengar maaf dari Arkan saja, hatinya sudah bahagia, berarti Arkan mengakui kesalahannya.
" Apa?" tanya Arkan penasaran.
" Aku besok ingin kerumah papa, bolehkan aku kesana, aku sangat merindukan papa dan juga Vira," ucap Serra menghadap Arkan mengutarakan permintaannya.
" Kamu ingin mengadu kepapamu, kalau aku memarahimu," ucap sinis Arkan menaikkan alisnya, Serra yang mendengarnya langsung menggelang cepat.
" Tidak, aku tidak akan mengatakannya," ucap Serra mengangkat 2 jarinya dengan cepat, Arkan langsung mengendus sambil tersenyum melihat kelakuan Serra.
" Aku tidak percaya," ucap Arkan, dengan sengaja bermain-main, agar membuat Serra kembali cemberut. Arkan juga tidak peduli jika Serra mengadukannya atau tidak.
" Aku janji tidak akan mengatakan apapun, lagi pula aku tidak ingin papaku, akan tau kalau kita bertengkar," ucap Serra polos dengan keseriusannya.
" Arkan bolehkan," tanya Serra memohon.
" Hmmm baiklah, aku akan mengantarmu," ucap arkan membuat Serra tersenyum lebar, Arkan juga tersenyum melihat kembali senyum serra.
Bagi Arkan sangat mudah mengembalikan senyum Serra.
Arkan melihat leher Serra masih dengan jelas dengan tanda kepemilikan yang tadi malam di lakukannya yang menjadi bahan keributan mereka tadi pagi.
Arkan mengambil pondesion di meja rias Serra dan duduk dengan melipatkan kaki di hadapan Serra. Arkan memegang ke-2 bahu Serra dan mensejajarkan dengan dirinya.
" Ada apa?" tanya Serra bingung.
" Aku akan menutupi milikku yang ada di lehermu," ucap Arkan, membuka tutup pondesion dan mengambil dengan jarinya, dan perlahan mengoleskan pada leher Serra.
" Terima kasih," ucap Serra, merasa lehernya sudah di sentuh jari suaminya.
Bersambung.....
...💝Hay para readers jangan lupa.💝...
...😄Follow...
...😄Coment ...
...😄Like...
...😄Vote...
...🌹jadiin favorite kalian ya....
...🌹ditunggu komentarnya, kasih saran yang 🌹banyak ya....
...🌹Aku akan up yang banyak kalau kalian terus dukung karya ku🌹...
benar2 ya arkan si maha sempurna
dasar arkan maha sempurna, muak aku dg sifatnya
aku lbh suka klau endingnya serra gk sama arkan lagi, mungkin dg dokter mata serra nanntinya jatuh hati sama pasiennya, itu akn lebih seru daripada sama si arkan yg maha sempurna eh sok sempurna maksudnya 🤭
meinikah bukan karna cinta, tidak mau meninggalkan trus apa masalahmu wahai arkan yg sok sempurna
apa sesusah itu meyakinkan hati,
seenaknya sendiri gk suka dibantah tapi selalu membantah, mana ada orang yg seperti itu
saranku ya serra kamu tinggalin aja arkan diam2 biar tau rasa tuh orang yg maha sempurna 😏